Ep. 7 - Amusement Park
You held my hand like you don't want to let it go
Don't worry I'll be by your side
I'll follow you on this adventure
So please keep smiling
❁⃘*.゚
Catherine terlihat ceria pagi ini. Wajahnya tak henti-hentinya menampilkan senyuman manisnya. Ia juga menyenandungkan sebuah lagu dengan suara kecil.
♪ "Everything is glittering. Just like your smile.
With your excited voice you pulled my hand.
'Let's go on an adventure today!' you said.
That's not my thing, but for you I'll go with you." ♪
"Hari ini kencan sama Clive!" soraknya dalam hati. "Yah, walau ini kerjaan, tapi aku akan anggap sebagai kencan."
"Kat! Kamu ngapain senyum-senyum sendiri?" bisik Sarah yang duduk di sebelahnya.
Catherine langsung kembali ke dunia nyata. Ia sedang ada rapat untuk membahas soal operasi di Daylily Amusement Park. Saat ini Inspektur Akasha sedang menjelaskan posisi para polisi berseragam yang akan membantu mereka nanti.
"Kelihatan ya?" tanya Catherine yang merasa malu.
"Sangat!" balas Sarah. "Untung Inspektur tidak melihatmu. Kalau ketahuan Inspektur, nanti kamu dihukum."
Catherine hanya membalas dengan tawa kecil dan langsung kembali fokus ke depan.
Rapat akhirnya selesai. Semua anggota diminta untuk bersiap-siap. Catherine dan teman-temannya mempersiapkan barang bawaan mereka lalu ganti baju ke baju casual. Mereka akan mengintai di taman bermain, tentu saja harus memakai baju casual.
Setelah semua siap, Catherine dan Clive berjalan menuju tempat parkir basement. Mereka berdua akan berangkat bersama menuju Daylily Amusement Park.
Suara alarm kunci mobil terbuka menggema di tempat parkir basement itu. Bersamaan dengan itu, mobil merah cherry mengedipkan lampunya.
Catherine tersenyum melihat mobil Clive. Clive di dunia ini punya selera yang sama dengan Clive di dunia asalnya. Clive suka warna merah sehingga ia memilih mobil berwarna merah. Catherine pernah berkomentar bahwa warna mobilnya mencolok, namun Clive tidak peduli.
"Ada apa? Masuklah," ucap Clive.
"Ah, iya," Catherine pun membuka pintu dan duduk di kursi depan. Tak lupa ia memasang seat belt.
Clive mulai menjalankan mobilnya. Selama perjalanan, hanya ada keheningan di antara mereka berdua. Catherine paham bahwa Clive bukan tipe orang yang suka berbasa-basi, apalagi Clive yang ini melihatnya sebagai orang asing.
Catherine mengembuskan napasnya dengan berat. Hatinya merasakan kesepian. Ia ingin cepat pulang. Namun ia harus mengungkap kasus Cat yang bahkan ia tidak tahu harus mulai dari mana.
Sebenarnya, ia sudah berencana untuk mulai membicarakan kasus Cat dengan Clive. Namun, ia bingung bagaimana memulai percakapan dengan pria itu.
"Hiks... Biasanya aku mudah memulai percakapan. Tapi kenapa kalo sama Clive yang ini susah ya?" tangis Catherine dalam hati.
Catherine sibuk tenggelam dalam pikirannya hingga tak sadar kalau mereka sudah sampai di Daylily Amusement Park.
"Lindberg, sudah sampai," ucap Clive.
"A-ah! I-iya!" balas Catherine cepat. "Ugh! Sebeeel!! Clive memanggilku pakai nama keluarga!"
Sebelum keluar dari mobil, Catherine dan Clive memakai alat komunikasi mereka agar bisa berkomunikasi dengan Inspektur Akasha dan Sersan Fredeick yang menunggu di dalam mobil van. Alat komunikasi itu juga memungkinkan mereka berkomunikasi dengan polisi lainnya yang juga ikut operasi ini. Bentuknya minimalis sehingga tidak mencolok.
Setelah selesai bersiap-siap, Catherine dan Clive bergerak ke posisi mereka, di main stage.
Catherine berjalan di belakang Clive. Ia menatap punggung pria itu dengan tatapan sedih. Clive saat ini berada di depannya, tapi Catherine merasa Clive sangat jauh. Ditambah Clive tidak mengenalnya sebagai pacarnya. Lalu, Clive menghentikan langkahnya dan menatap ke arahnya.
"Lindberg. Mungkin sebaiknya kamu berjalan di sampingku. Inspektur membuat kita berpasangan karena beliau ingin kita terlihat seperti pasangan kekasih. Tidak aneh kalau pasangan kekasih kencan di taman bermain, kan?" ucap Clive.
Catherine menepuk kedua pipinya. Ya, saat ini ia harus fokus dengan tugasnya. Ia tidak boleh tenggelam dalam pikirannya begini.
Catherine berlari kecil dan langsung mengamit lengan Clive.
"Hu-huwaa! Lindberg! Ta-tanganmu!" seru Clive dengan wajah memerah.
"Hehehe! Dengan begini, kita bakal lebih terlihat sebagai kekasih! Bukankah kau bilang kita harus terlihat sebagai kekasih?"
"I-iya sih..."
Catherine terkekah sambil mengeratkan pelukannya pada lengan Clive.
Untuk saat ini, Catherine akan bertahan dengan kondisi ini.
"Aku kangen kamu, Clive."
Clive pun membiarkan Catherine mengamit lengannya walau ia merasa tidak nyaman. Catherine memutuskan untuk mencairkan suasana.
"Kamu pernah ke sini, Clive?" tanya Catherine.
"Pernah. Dulu sekali. Mungkin saat aku SMP. Tempat ini banyak berubah," jawab Clive.
"Apa itu saat kencan pertamanya? Kencan pertama Clive dan aku memang di taman ini," pikir Catherine. "Sama siapa?" tanyanya lagi.
"Sama pacarku."
Catherine segera melepas kaitan lengannya. "Ka-kamu sudah punya pacar? Ma-maaf sudah memeluk lenganmu seperti itu."
"Yah, dibilang punya pacar sih...saat ini tidak."
"Sudah putus?"
"Tidak juga. Pacarku... sudah meninggal. Sudah lama sekali."
Mendengar jawaban Clive, hati Catherine terasa seperti ditusuk. "Ma-maaf sudah membicarakan hal yang menyedihkan..."
"Kamu tidak perlu minta maaf," kata Clive dengan senyuman di wajahnya. Namun, Catherine tahu kalau senyuman itu dipaksakan.
"Bodoh sekali kau, Catherine Lindberg!! Harusnya kamu tidak perlu membuka luka Clive! Kan kamu tahu kalau kamu sudah meninggal di dunia ini!!" teriak Catherine dalam hati.
"Di sini sudah di area main stage kan ya?" tanya Clive sambil melihat-lihat sekitar. "Kita tinggal menunggu di sini saja."
Catherine melihat ke arah wahana roller coaster yang ada di sebelah main stage.
"Sambil menunggu, bagaimana kalau kita naik itu?" Catherine menunjuk wahana roller coaster.
"Lindberg, kita sedang bertugas."
"Aku tahu. Tetapi kalau hanya berdiri di sekitar sini, bukankah malah mencurigakan? Lagipula transaksinya masih nanti sore, lalu wahana itu dekat dari sini."
Clive mengelus dagunya seperti sedang berpikir. "Hmmm, benar juga. Jack dan Sarah juga asyik makan di food court. Natasha dan Edward katanya mau ngopi di cafe dekat toilet umum yang mereka awasi."
"Benar kan? Mereka dengan bangganya menceritakan strategi mengintai mereka. Terutama Jack. Dia senang sekali bisa makan."
Clive terkekeh kecil. "Hahaha. Baiklah, ayo kita naik itu."
"Yay!"
Catherine dan Clive ikut mengantri di wahana roller coaster selama 5 menit. Saat sudah kebagian giliran, jantung Catherine berdebar-debar karena tidak sabar menikmati wahana yang super cepat itu. Apalagi sudah lama ia tidak pergi ke taman bermain bersama Clive.
Sepanjang permainan, Catherine berteriak kegirangan. Angin kencang menerpa wajahnya hingga ia kesulitan membuka matanya. Namun, adrenalinnya terpacu seiring dengan kecepatan roller coaster itu.
Setelah selesai, Catherine ingin naik lagi namun ditolak oleh Clive. Kedua kaki Clive masih gemetaran akibat naik wahana yang menurutnya mengerikan itu. Catherine hanya tertawa dalam hati melihat tingkah Clive. Lalu Catherine meninggalkan Clive sebentar dan kembali dengan 2 minuman dingin.
"Ini untukmu," ucap Catherine sambil memberikan minuman soda rasa strawberry.
"Terima kasih," Clive mengambil minuman itu dan langsung meneguknya. Clive menatap Catherine yang sedang minum minumannya. Clive baru sadar kalau minumannya berbeda dengan yang Catherine minum. Catherine minum cokelat dingin. Orang lain tidak mungkin memberinya minuman rasa strawberry karena Clive terkesan seperti orang yang tidak suka rasa yang identik dengan perempuan itu.
Tapi, bagaimana gadis ini bisa tahu minuman kesukaannya? Apa cuma kebetulan?
"Clive, naik itu yuk!" ajak Catherine sambil menunjuk wahana bianglala. "Di sana tinggi, jadi kita bisa melihat sekitar main stage dengan jelas."
Clive menatap sejenak ke arah yang ditunjuk Catherine lalu mengangguk setuju. "Ya, ayo."
Catherine berlari kecil duluan ke tempat antrian. Clive hanya menatapnya dari belakang.
Antrian lumayan panjang. Mereka berdua mengantri selama lebih dari 15 menit sampai akhirnya mendapat giliran.
Catherine dan Clive memasuki bianglalanya. Catherine langsung duduk di dekat jendela dan menatap pemandangan. Senyumnya tak henti menghiasi wajah cantiknya.
Bianglala mulai bergerak. Mereka pun semakin tinggi dan pemandangan semakin terlihat indah. Dari ketinggian 50 meter di atas tanah mereka bisa melihat pemandangan seluruh taman bermain. Banyak wahana-wahana menarik yang terlihat dari atas sana. Orang-orang terlihat seperti semut yang mengerubungi wahana-wahana.
"Lindberg," ucap Clive tiba-tiba. "Aku ingin bertanya sesuatu."
Catherine menengok ke arah Clive yang duduk di depannya. "Ya? Ada apa?"
"Kamu kenapa membuka file kasus Catherine Lindberg?"
Deg! Jantung Catherine berdegup kencang. Memang sih cepat atau lambat Catherine akan membahas soal kasus Cat dengan Clive karena pasti Catherine membutuhkan bantuannya. Namun, ia tidak menyangka Clive duluan yang menanyakan hal itu.
"Aku melihat namamu di daftar pengakses file kasus Cat. Hampir tidak ada yang mengakses kasus yang sudah ditutup itu selain aku," lanjut Clive. "Apakah kamu punya hubungan dengan Catherine Lindberg? Apalagi nama keluargamu sama dengannya."
"Uhh..." Catherine kebingungan bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Memang aneh apabila anggota baru langsung mengecek file kasus lama yang sudah ditutup. Apalagi kasus itu sudah belasan tahun yang lalu.
"Aku sedang menyelidiki kasus itu," jawab Catherine.
"Kenapa?"
Tentu saja Clive akan bertanya seperti itu. Catherine tidak mungkin mengakui bahwa ia adalah Catherine Lindberg dari dunia lain dan hanya bisa kembali jika mengungkap kasus Cat.
Catherine juga tidak mungkin berbohong mengatakan bahwa ia adalah salah satu keluarga Cat karena Clive sangat akrab dengan ibunya, bahkan mengenal keluarganya yang lain.
Catherine mulai brainstorming jawaban yang harus ia katakan.
"Aku adalah salah satu teman online-nya. Aku bertemu Cat di sosial media belasan tahun yang lalu. Kami lumayan akrab karena kami punya nama belakang yang sama. Bahkan nama kami juga terdengar mirip," ujar Catherine.
Catherine sengaja mengarang cerita.
"Cat memang punya banyak teman online. Dia aktif di banyak organisasi online-based maupun offline-based," kata Clive. "Tapi aku belum pernah mendengar dia bercerita soal kamu. Kalau dilihat dari sifatnya, seharusnya dia sudah menceritakan temannya yang punya nama sama dengannya."
"A-aku tidak tahu soal itu," Catherine kelabakan.
"Lalu kenapa kamu membuka file kasusnya?" tanya Clive lagi.
"Uuh..." Catherine mulai memutar otaknya untuk mengarang cerita. "Jadi, Cat tiba-tiba menghilang lama sekitar 15 tahun yang lalu. Aku mendengar kabar bahwa Cat sudah meninggal. Tentu saja aku syok dan berusaha mencari tahu. Aku melihat berita bahwa ada murid SMP dari Kota Daylily yang tewas akibat kecelakaan, jatuh ke sungai. Walau berita hanya mencantumkan inisialnya, aku merasa itu Cat..."
Catherine menarik napas sebelum melanjutkan cerita bohongannya.
"Tentu saja aku merasa sedih karena kehilangan sahabat. Walau hanya online, dia sangat baik. Lalu waktu berlalu dan kebetulan aku menjadi polisi. Aku minta pindah ke Kota Daylily untuk memastikan soal Cat. Lalu, aku kebetulan bertemu ibunya. Saat itulah aku jadi tahu kalau Cat benar-benar sudah ... "
Catherine sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya untuk efek dramatis dan supaya Catherine terlihat sedih.
"Begitu ya..." ucap Clive.
Catherine menatap Clive sejenak. Sepertinya Clive mempercayai cerita bohongannya itu.
"Aku melihat file kasusnya untuk memastikan hal itu. Untuk mengenang Cat juga ... " lanjut Catherine.
"Kenapa kamu bilang kalau kamu 'menyelidiki' kasus Cat? Kasus itu sudah ditutup."
Catherine baru sadar kalau ia sebelumnya mengatakan hal tersebut. "Menyelidiki" dan "mengenang" adalah 2 hal yang berbeda.
"Um..." Catherine mulai memutar otaknya lagi. "Aku sebenarnya tidak yakin Cat meninggal karena kecelakaan. Cat sering cerita kalau ia sering pulang malam karena kegiatan klubnya. Selelah apapun dia, tak mungkin sampai jatuh ke sungai."
"Hanya karena itu?"
"Be-Begitulah. Cat jatuh ke sungai karena kelelahan... Itu rasanya bukan Cat banget."
Clive hanya diam menunduk.
"Clive," panggil Catherine. "Apakah kamu ini Clive pacarnya Cat? Aku melihat namamu di daftar pengakses file kasusnya. Cat juga sering menceritakan soal kamu. Lalu, pacarmu yang meninggal itu ... "
Clive mengangguk. "Ya. Cat memang pacarku saat masih SMP."
"Kamu mengakses file Cat karena ingin mengenang dia?"
"Bukan," sanggah Clive cepat. "Aku juga tidak percaya bahwa Cat tewas karena jatuh di sungai. Pasti ada hal mengerikan di balik kematian Cat."
"Seandainya saja kamu tahu kalau Cat meninggal karena diperkosa," kata Catherine dalam hati. Tapi Catherine tidak berniat memberi tahu Clive soal itu. "Kenapa kamu berpikir bahwa Cat bukan tewas hanya karena jatuh ke sungai?"
Clive mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Kedua mata biru tuanya menatap jauh pemandangan yang terhampat di jendela bianglala mereka.
"Aku masih mengingat kejadian hari itu seperti baru saja terjadi kemarin," kata Clive. "15 tahun yang lalu, hari Sabtu, Cat tiba-tiba menghilang. Mamanya meneleponku apakah aku tahu dimana dia berada. Namun, saat itu aku sedang sakit sehingga tidak tahu dimana Cat berada. Aku menenangkan mamanya dan mengatakan mungkin Cat menginap di rumah sahabatnya, Erina."
"Ah, aku memang sering menginap di rumah Erina tanpa bilang-bilang," ucap Catherine dalam hati.
"Karena saat itu sudah malam dan aku butuh istirahat, aku pun tidur tanpa memikirkan apa-apa. Aku berniat untuk menelepon Erina besok pagi menanyakan soal Cat. Tapi saat aku menelepon Erina ... "
"Cat tidak ada di rumahnya?" tanya Catherine melanjutkan.
Clive mengangguk. "Benar. Aku langsung bertanya pada teman-temannya yang lain. Semua tidak tahu keberadaan Cat. Entah kenapa, aku mulai berlari ke sekolah, mencarinya."
"Padahal kamu lagi sakit?"
"Iya. Lalu, aku menemukan jepit merah miliknya. Ah, jepitnya mirip dengan yang kamu pakai. Jepitnya tergeletak di depan gang yang tak jauh dari gerbang sekolah. Cat tidak mungkin melepas jepitnya dengan sengaja. Jepit rambutnya juga tidak mungkin terlepas begitu saja."
"Menurutmu, apa yang terjadi?"
"Aku menduga bahwa Cat disekap seseorang. Saat meronta-ronta, jepitnya lepas dan terjatuh."
"Masuk akal. Aku sangat menjaga jepit merah ini karena ini jepit pemberian Clive. Aku selalu memakainya kemana-mana, kecuali saat tidur dan mandi," pikir Catherine. "Mana mungkin aku membiarkan jepit ini lepas begitu saja."
"Mamanya Cat kemudian lapor polisi. Namun, karena saat itu sedang perayaan hari ultah Kota Daylily dan banyak festival dimana-mana, penyelidikan terhambat. Lalu, Cat ditemukan seminggu kemudian dalam keadaan tewas," lanjut Clive.
"Clive..."
Clive mengepalkan tangannya erat. "Aku tidak percaya Cat tewas begitu saja di sungai, karena aku menemukan jepitnya. Selelah apapun dia, dia pasti kerasa saat jepitnya jatuh. Dia sangat menjaga jepit merah pemberianku itu. Itu sebabnya aku merasa ada suatu hal di balik kasus Cat."
Catherine menggenggam tangan Clive.
"Clive, sama sepertimu, aku juga merasa Cat bukan tewas karena jatuh ke sungai, melainkan suatu hal yang lain. Aku ingin menyelidikinya. Bolehkah aku membantumu menyelidiki kasus Cat?"
Clive menatap mata biru Catherine. "Sudah bertahun-tahun aku menyelidiki kasus Cat tanpa menemukan apapun."
"Yah, 2 kepala lebih baik dari 1 kepala kan?"
Clive berpikir sejenak. "Kurasa aku memang membutuhkan bantuanmu. Baiklah, ayo kita kerja sama."
"Terima kasih, Clive! Aku akan membantumu sampai akhir!" Catherine menggenggam erat tangan Clive.
"Aku merasa polisi juga menyembunyikan kenyataan kasus Cat. Saat aku menjelaskan soal jepit Cat dan kemungkinan bahwa Cat bukan tewas karena jatuh ke sungai, mereka langsung mengusirku dan berusaha merebut jepitnya. Tentu saja aku tidak membiarkan mereka menyentuh jepit itu."
"Aku pun merasa demikian. Kemungkinan pelakunya memiliki kekuasaan. Kita tidak bisa sembarangan menyelidiki kasus Cat secara terbuka. Harus diam-diam. Kalau sampai ketahuan, mungkin orang itu akan menghapus jejaknya."
Clive mengangguk setuju.
To do list pertama Catherine, membahas kasus Cat dengan Clive, sudah dilakukan. Awalnya, Catherine merasa tidak mampu mengabulkan permintaan Altair untuk mengungkap kasus Cat sendirian. Namun, ia tidak lagi sendirian. Ada Clive yang akan membantunya. Dada Catherine dipenuhi rasa percaya diri dan yakin bahwa ia bisa mengungkap kasus Cat.
"Halo, halo. Apakah kalian bisa mendengarku?"
Suara Sersan Frederick terdengar dari alat komunikasi. Catherine dan Clive menyalakan mic mereka agar bisa menjawab panggilan dari Frederick.
"Terdengar, Sersan," balas Clive.
"Bagus. Target sudah terlihat. Ia sedang mengantri masuk ke taman bermain. Bersiap di posisi."
"Siap!" balas Catherine dan Clive. Suara polisi lain yang menjawab juga terdengar dari alat komunikasi mereka.
Setelah mematikan mic, Catherine menatap Clive. "Setelah ini kita harus kembali ke posisi, Clive."
"Ya," balas Clive. "Target datang ke taman ini lebih cepat dari perkiraan. Bukankah katanya transaksinya masih 3 jam lagi?"
"Mungkin dia mau naik wahana dulu?"
"Ah, masa' sih."
5 menit kemudian, Catherine dan Clive turun dari wahana. Mereka bergegas kembali ke posisi mereka di sekitar main stage. Target sudah masuk ke dalam taman bermain namun ia bergerak ke arah food court. Berarti itu tugas Jack dan Sarah.
Jantung Catherine berdebar-debar mendengar live report dari Jack dan Sarah. Saat ini mereka masih mengawasi target.
Dari alat komunikasi, terdengar suara Sarah yang menyuruh Jack makan agar tidak mencurigakan. Tapi Jack sudah kenyang.
Catherine tertawa kecil mendengar tingkah mereka. Benar-benar sama seperti di dunia asalnya.
Setengah jam kemudian, target dilaporkan sudah mulai bergerak. Ia bergerak ke arah main stage. Catherine dan Clive bersiap-siap.
Mereka berdua sudah melihat target. Namun, target tidak masuk ke area main stage, melainkan ke wahana di dekatnya, wahana roller coaster.
"Tim Chester, ikuti target," suara Inspektur terdengar dari alat komunikasi.
Clive menyalakan mic-nya dan menjawab, "Baik."
"Tuh kan, dia mau naik wahana dulu," komentar Catherine.
"Kita harus naik ini lagi," ucap Clive setengah mengeluh.
"Tapi ini demi kerjaan!" Catherine langsung menarik tangan Clive. "Yuk!"
"Hei, hei, pelan-pelan!"
Mereka berdua pun kembali mengantri di pintu masuk wahana roller coaster. Sekitar 2-3 orang polisi yang ikut bertugas juga ikut di belakang Catherine sebagai back up.
Catherine menunggu dengan senyum lebar di wajahnya. Roller coaster memang wahana kesukaannya. Dulu saat ia kencan sama Clive di taman bermain ini, pasti mereka naik wahana ini sampai lebih dari 2x.
Clive memperhatikan si target, Leon Surt. Namun sesekali ia mengalihkan pandangannya sejenak sebelum kembali memperhatikan target agar tidak dicurigai.
Akhirnya mereka mendapat giliran. Leon duduk di barisan terdepan, sedangkan Catherine dan Clive duduk tepat di belakangnya. Selama wahana berlangsung tidak ada hal yang mencurigakan yang dilakukan oleh Leon.
"Sepertinya dia tidak melakukan transaksi di roller coaster," kata Catherine setelah mereka keluar dari wahana.
"Kurasa itu hal yang sulit. Tubuh kita sulit bergerak saat ada di wahana mengerikan itu," balas Clive.
Catherine tertawa dalam hati mendengar komentar Clive. Dia benar-benar tidak suka roller coaster!
Tiba-tiba Catherine melompat ke arah Clive dan memeluk erat lengan Clive.
"Apa yang kamu lakukan, Lindberg?" bisik Clive.
"Leon memperhatikan kita," balas Catherine dengan berbisik.
Catherine menarik Clive ke tempat galeri foto.
"Sayang, beli foto itu yuk! Ada kita! Aku ingin simpan itu buat kenang-kenangan kencan pertama kita ini!" seru Catherine.
Clive pun mengerti taktik Catherine dan mengikutinya. "Ya. Tidak ada ruginya beli foto kita berdua, walau kenangan kita hari ini akan selalu ada di hatiku."
Wajah Catherine memerah mendengar kata-kata Clive. Antara malu dan geli. Ia tidak menyangka Clive yang kalem dan serius bisa mengatakan hal se-cheesy itu. Clive di dunia asalnya tidak akan mau mengatakan hal seperti itu.
Clive membeli foto mereka berdua dan memberikannya pada Catherine. Catherine sedikit melirik ke arah Leon, namun Leon sudah tidak memperhatikan mereka lagi.
"HAHAHAHAHAHAHAHA!!!! Ya ampun, Clive!! Bisa-bisanya kamu berkata begitu!!"
Suara Jack terdengar dari alat komunikasi. Ternyata Catherine dan Clive tidak mematikan mic-nya sehingga semua orang bisa mendengar.
"Diam, Jack! Ini demi tugas!" hardik Clive.
"Sayang kamu ga berpasangan sama Clive ya, Sara-GGHHHHH!!!!"
Terdengar bunyi pukulan dicampur teriakan mengaduh Jack. Sepertinya Sarah sedang memukuli Jack.
"Jack, jangan meledek," tegur Frederick. "Clive, Katarina, bagaimana? Apakah kalian sudah aman?"
"Aman, Sersan," balas Catherine. "Leon sudah mengabaikan kami. Sekarang ia berjalan menuju wahana lain."
"Bagus! Ikuti dia, ya."
"Um... Sersan," Clive membuka suara. "Nanti untuk biaya beli foto, saya minta reimburse ya."
"Bonnya kasih saja ke Maya nanti," ucap Frederick. Clive pun mengiyakan.
Kemudian Catherine dan Clive kembali mengikuti Leon naik beberapa wahana. Jack sampai iri karena mereka berdua bisa naik wahana saat kerja. Namun, ada kalanya Catherine dan Clive tidak ikut naik dan digantikan oleh petugas lain agar mereka tidak dicurigai lagi.
Langit semakin gelap, namun Daylily Amusement Park semakin terlihat indah dengan banyak ornamen iluminasi yang menghiasi taman tersebut. Banyak pengunjung bergerak ke arah main stage.
Memang, pukul 7 malam akan ada pertunjukkan di main stage.
Catherine dan Clive melihat Leon juga bergerak ke arah main stage. Dengan membaurkan diri dengan pengunjung lain, Catherine dan Clive juga bergerak ke main stage.
Di kursi penonton, Catherine dan Clive duduk tak jauh dari Leon. Petugas lain juga sudah bersiaga di tempat duduk lain.
"Clive, mau?" ucap Catherine sambil menyerahkan popcorn pada Clive.
"Kamu dapat dari mana?"
"Tadi beli. Aku lapar."
Tanpa berkata apa-apa Clive ikut memakan popcorn yang dipegang Catherine. Ia juga merasa agak lapar.
Sambil makan, mata mereka tak lepas dari Leon dan seorang pria bertopi hitam yang duduk di sebelahnya. Pria itu tadi sempat bicara dengan Leon sebentar. Kemungkinan dia adalah lawan transaksinya.
"Inspektur, Leon sudah melakukan transaksi! Baru saja ia menyerahkan bungkusan koran pada orang yang duduk di sebelahnya yang memakai topi hitam!" ucap Catherine melapor. "Orang itu tadi membukanya sedikit dan terlihat bungkusan narkoba yang selalu Leon Surt pakai."
"Bagus!" seru Akasha. "Baiklah, sesuai rencana. 5 orang petugas, ikuti orang bertopi hitam itu, sedangkan sisanya, bersama Chester dan Lindberg, ikuti Leon Surt!"
"Siap!"
Walau pertunjukkan belum selesai, Leon beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan main stage, sedangkan orang bertopi hitam itu masih duduk di tempatnya.
Catherine dan Clive segera mengikuti Leon. Mereka sudah diperintahkan untuk langsung meringkus pengedar narkoba itu.
Clive menyuruh Catherine memutar jalan agar mereka bisa menyergap dari depan dan belakang. Catherine mengangguk setuju.
Clive mengeluarkan pistolnya dan mendekati Leon dari belakang. Langkah Leon terhenti ketika ujung mulut pistol Clive menempel di punggungnya.
Clive berbicara pelan di telinga Leon.
"Leon Surt, jangan bergerak! Anda kami tahan dengan tuduhan penjualan narkoba secara ilegal. Anda memiliki hak untuk tetap diam. Semua yang Anda katakan bisa menjadi bukti terhadap Anda di pengadilan. Anda boleh memanggil pengacara. Jika tidak ada, negara akan memberi Anda pengacara," ucap Clive.
"Kamu...yang tadi bersama cewek pirang itu," ucap Leon. "Ternyata kamu polisi."
"Ya. Kami semua sudah melihatmu transaksi narkoba dengan orang yang tadi duduk di sebelahmu. Jadi, angkat tanganmu dan menyerahlah."
Leon tiba-tiba membalikkan badannya dengan cepat dan menyerang Clive. Clive merasakan sakit pada lengan kanan atasnya dan bahkan ia bisa melihat darah terciprat dari lukanya.
Clive terjatuh saking terkejutnya. "Semuanya perhatian! Leon memiliki senjata! Ia membawa pisau!!"
Leon segera lari namun gerakannya terhenti karena Catherine menghadangnya. Catherine melompat tinggi dan menendang dada Leon hingga Leon terjerembab ke tanah.
Namun, karena Catherine tidak terbiasa melakukan tendangan tinggi, Catherine jatuh tersungkur ke tanah.
Dengan tertatih-tatih, Leon berusaha bangkit lalu berlari ke arah dimana Natasha dan Edward berjaga.
Catherine juga bangun dan berlari ke arah Clive.
"Clive! Kamu tidak apa-apa?!" seru Catherine. Ia memeriksa luka Clive yang mengeluarkan darah. Untungnya itu hanya luka gores yang tidak parah.
"Aku tidak apa-apa. Ayo, kita kejar dia!" seru Clive.
Catherine mengangguk. Ia membantu Clive berdiri dan mereka mengejar Leon yang kabur.
Catherine dan Clive tiba di kerumunan polisi. Mereka semua mengacungkan senjata pada Leon. Inspektur Akasha dan Sersan Frederick juga sudah ada di sana.
Kedua mata Catherine terbelalak ketika melihat Natasha yang disandera oleh Leon. Pisau yang tadi melukai Clive, kini ujung bilahnya menempel di leher gadis itu.
"Natasha!!"
✧✧✧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top