Ep. 5 - Restaurants
I know that Death will claim me anytime he wants
I'm not scared because this is my life
But ever since I met you
I became scared
❁⃘*.゚
"Jack, kamu tidak apa-apa? Bisa berdiri?" tanya Catherine.
Jack yang dari tadi duduk di sofa panjang hanya tersenyum meringis. "Ugh... Aku tidak apa-apa. Hanya berdarah sedikit dan sudah diobati Mihail. Kurasa aku bisa berdiri."
"Kamu jatuh dimana?"
"Di kamar Kenny. Kamar Kenny ada di dekat ruang keluarga. Di sana," tunjuk Jack ke arah di balik tangga. "Sepertinya aku tersandung mainannya yang ada di lantai."
"Apakah mainannya rusak?"
"Kenapa kamu malah mengkhawatirkan mainannya?" Jack memajukan bibirnya. "Tidak rusak kok."
"Syukurlah," ucap Catherine. Jack yang mendengar perkataan Catherine hanya menatapnya dengan tatapan nanar. "Oh, ya, Jack. Apa yang kamu temukan selama kamu temukan saat menyusuri lantai 1 ini?" tanya Catherine lagi.
"Hmm... Di lantai 1 ini juga ada banyak ruangan. Di bagian dalam ada kamar Kenny, lalu ruang keluarga, lalu ruang makan, dan ada ruang bermain yang cukup luas. Ruangan-ruangan tersebut berdekatan. Lalu lebih dalam lagi ada ruang makan dan dapur. Dapurnya masih berantakan bekas masak. Di meja makan, masih ada banyak makanan yang belum disentuh."
"Kamu tidak makan makanannya kan?!" seru Catherine.
"Sembarangan!" sahut Jack. "Tentu saja tidak kumakan. Yah, walaupun wanginya sangat enak..."
Catherine menatap Jack dengan tatapan curiga.
"Tatapan matamu menyakitkan, Kat!" sahut Jack.
Jack lalu berdehem dan melanjutkan ceritanya. "Masakan yang dibuat cocok dengan kesaksian dari Mita."
"Begitu ya? Apa lagi yang kau temukan?"
"Di rumah ini ada kolam renang! Keren banget! Kolamnya lumayan besar!" seru Jack.
"Wah! Hebat ya!" Catherine ikut semangat. "Pasti enak banget kalau bisa berenang kapanpun yang kita mau."
"Ya. Rumah ini benar-benar keren!" Jack setuju. "Lalu? Apa yang kamu temukan, Kat?"
Catherine pun menceritakan semuanya pada Jack. Termasuk soal incinerator yang ia temukan.
"Berarti kita tinggal menunggu kabar dari Mihail," kata Jack. "Sambil menunggu, Kat kamu kembalilah ke kantor dan cari tahu semua tentang Jay Miller. Lalu lihat juga progress Sarah."
"Oke. Lalu, kamu mau ngapain?" tanya Catherine.
"Aku akan coba mengunjungi pamannya Kenny. Siapa tahu dia juga mengetahui sesuatu."
"Tapi apakah kakimu baik-baik saja?"
Jack menatap kakinya yang terluka dan tersenyum tipis. "Aku tidak apa-apa. Aku bisa jalan kok. Lagipula tempatnya dekat."
"Baiklah kalau begitu. Jangan memaksakan diri, Jack."
Jack mengangguk. Setelah itu, mereka pun menjalankan rencana mereka. Mereka nanti akan berkumpul di kantor untuk membahas kasus ini.
Saat Catherine berada di luar pagar, ia melihat ada kerumunan warga yang penasaran kenapa banyak mobil polisi yang datang. Untungnya ada polisi berseragam yang menjaga mereka agar tidak mendekati rumah. Catherine pun memutuskan untuk bertanya kepada para warga itu.
"Permisi, apakah di antara kalian ada yang melewati area sekitar sini sekitar pukul 06.00 sampai 09.00?" tanya Catherine pada kerumunan.
Seorang ibu-ibu kira-kira berusia 50 tahunan mengeluarkan suara. "Aku lewat sini saat jogging tadi pagi!" serunya.
Catherine pun memanggil ibu tersebut dan memisahkan diri dari kerumunan.
"Nama saya Cat-Katarina Lindberg, dari Kepolisian Daylily. Apakah benar Anda melewati area ini tadi pagi?"
Ibu itu mengangguk. "Benar! Saya jam 06.00 pagi selalu jogging dan selalu lewat jalan ini. Tadi pagi juga kok!"
"Apakah Anda mengenal penghuni rumah ini?"
"Tentu saja! Aku sangat mengenal baik Anna Miller, suaminya, dan anaknya. Tadi pagi aku mengobrol dengan Anna saat ia berkebun pagi-pagi."
"Eh? Benarkah? Anda masuk ke dalam rumah?"
"Tidak. Saya hanya bicara dengannya dari luar pagar. Lihat! Itu kebunnya," tunjuk ibu itu. "Karena kebunnya dekat, ngobrol dari luar saja pun bisa."
"Apa yang kalian bicarakan?"
"Hmmm... saat saya pulang dari belanja, saya melihat Anna sedang berkebun, jadi saya menyapanya. Lalu kami mengobrol sebentar soal bank sampah komplek ini. Saya memberi tahu apabila restoran milik Pak Jay punya banyak sampah plastik, agar disumbangkan ke bank sampah untuk didaur ulang."
"Ah begitu. Apakah saat itu ada orang mencurigakan?" tanya Catherine lagi.
Ibu itu berpikir sejenak lalu menggeleng. Dengan suara penuh keyakinan ia menjawab bahwa ia tidak melihat siapapun yang mencurigakan.
Setelah mendapat informasi yang ia butuhkan, Catherine berterima kasih dan meminta ibu itu kembali ke kerumunan. Setelah itu, Catherine kembali ke kantor polisi.
Sesampai di kantor polisi, Catherine dihujani protes dari Sarah.
"Kat! Kalian menyelidiki kasus apa sih? Masa' daftar terduganya banyak sekali?!" seru Sarah. "Aku tidak menemukan hal mencurigakan. Memang, restoran-restoran tersebut bersaing dengan restoran milik Jay Miller, namun persaingan mereka sehat. Tidak ada yang mencurigakan."
"Yah, aku pun merasa list itu tidak penting. Istri korban hanya ingin restoran-restoran tersebut punya nama jelek," jawab Catherine.
"Aku pun berpikir begitu."
Catherine tertawa kecil lalu mulai berkutat di komputernya. Catherine mencari data soal Jay Miller.
Sebelumnya, di dunia asalnya pun, Catherine belum pernah makan di restoran Flow Dining. Ia baru pertama kali mengetahui soal restoran itu setelah mendapat kasus ini.
Catherine mulai mencari data soal Jay Miller. Data-datanya di database berisi info-info yang sudah Catherine ketahui dari TKP. Catherine terperangah melihat bahwa Jay sangat taat pajak. Ia mengira pengusaha selalu berusaha menghindari pajak.
Catherine menyadari bahwa Jay Miller memiliki blog. Catherine pun mengunjungi situs blognya.
Isi blog Jay adalah perjalanan kulinernya sebelum ia mendirikan Flow Dining. Blognya dipenuhi dengan review-review restoran yang pernah ia kunjungi. Sepertinya ia juga berteman dengan beberapa chef restoran tersebut karena banyak fotonya bersama chef tiap restoran.
Blog tersebut memiliki ribuan pengunjung dan followers. Sepertinya Jay adalah food blogger yang sangat dipercaya banyak orang.
Catherine merasa pernah melihat nama-nama restoran yang Jay tulis di blognya. Benar saja, restoran-restoran tersebut adalah restoran yang ada di list yang ditulis Anna.
Catherine berhenti di salah satu postingan blog yang menarik perhatiannya. Postingan soal restoran bernama "Festive". Reviewnya sangat jelek dan Jay bahkan menulis agar jangan ada yang mengunjungi restoran tersebut.
"Ya ampun, jarinya jahat juga, ya," komentar Sarah yang ikut melihat layar komputer Catherine. "Masa' review restoran sampai sesadis itu nulisnya."
Catherine mengangguk. "Sarah, apakah restoran ini ada di dalam list itu?" tanyanya.
Sarah memeriksa sebentar, "Negatif."
"Hmmm..." Catherine bergumam. Lalu Catherine mengetik nama restoran "Festive" di search bar. Catherine pun terkejut ketika mengetahui bahwa restoran itu sudah bangkrut akibat review jelek dari Jay.
"Kat! Sarah! Bagaimana penyidikan kalian?"
Catherine dan Sarah melihat ke arah suara. Ternyata Jack. Ia baru saja datang.
"Jack! Aku punya dugaan!" seru Catherine. "Bagaimana kalau yang membunuh Jay bukan pemilik restoran saingan Jay, tetapi orang yang dendam pada Jay karena Jay memberikan review jelek pada restoran mereka?!"
"Apa maksudmu?" tanya Jack.
"Lihat ini!" Catherine menunjuk monitornya. Jack dan Sarah ikutan melihat monitor Catherine.
"Ah benar! Pemilik restoran yang bangkrut dendam sehingga membunuh Jay!" seru Jack.
"Berarti kita harus menyelidiki restoran yang mendapat review jelek dari Jay," timpal Sarah.
"Benar! Petunjuk ini jauh lebih menjanjikan daripada list restoran saingan yang ditulis istrinya itu," ucap Catherine dengan nada mencemooh. Jack dan Sarah hanya tertawa kecil.
"Baiklah, ayo sekarang kita selidiki satu-satu!" seru Jack.
"Baik!" balas Catherine dan Sarah bersamaan.
Catherine lanjut mencari tahu soal restoran "Festive". Ia menemukan banyak foto-foto restoran tersebut. Restoran tersebut tidak terlalu besar namun masakannya terlihat menarik. Catherine merasa rasanya tidak mungkin makanan tersebut tidak enak. Lalu mata Catherine tertuju pada sebuah foto dimana pemilik restoran berfoto bersama istri dan anak perempuannya sambil memegang sebuah binder warna merah tua. Entah kenapa Catherine merasa pernah melihat binder tersebut.
"Jack!"
Terdengar suara berat namun setengah mengantuk membahana dari depan pintu ruang divisi. Ternyata Mihail. Setelah Jack melambaikan tangannya mengisyaratkan agar Mihail masuk ke dalam ruangan, Mihail mendekati mereka.
"Ini laporan forensiknya," ucap Mihail sambil menyerahkan sebuah dokumen kepada Jack.
"Terima kasih, Mihail," ucap Jack. "Bagaimana?"
"Seperti biasa. Seru sekali. Luka tusuk korban sangat dalam. Indah sekali membayangkan darah mengalir keluar dari kedua luka tersebut. Apalagi banyak cipratan darah di TKP," jawab Mihail.
"Ugh. Menjijikan," cibir Jack.
"Sayang kamu tidak membayangkannya, Jack. Oh, ya, luka milik korban juga unik."
"Unik?" tanya Catherine.
"Ya. Pelaku lebih pendek dari korban. Jalur luka di dalam tubuh korban mengarah ke atas. Itu berarti pelakunya lebih pendek dari korban. Kalau tingginya sama atau lebih tinggi, lukanya akan lurus ke dalam," ujar Mihail.
"Apakah pelakunya wanita?" gumam Jack. "Eeh, bukan maksudku kalau pelakunya pendek artinya pasti wanita lho ya!" seru Jack ketika Sarah dan Catherine menatapnya tajam.
"Kurasa pelakunya memang wanita," ucap Mihail. "Di incinerator, kami menemukan baju yang terbakar. Baju tersebut adalah baju wanita yang berlumuran darah korban. Kurasa pelaku terlalu buru-buru saat membakar sehingga ada bagian yang tidak terbakar."
"Hebat, Mihail! Apakah kamu juga menemukan DNA?!" tanya Catherine.
"Tentu saja. Aku mencocokkan DNA tersebut dengan data dan ternyata cocok dengan wanita bernama Mita Ashemintz."
"Rasanya pernah dengar nama itu..." gumam Jack.
"Jack, itu nama asisten rumah tangga di rumah Jay Miller!!" sahut Catherine. "Kalau begitu, cocok sekali. Tubuh Mita juga pendek. Dia juga punya waktu membunuh Jay tanpa diketahui siapapun ketika Kenny mandi dan Anna sedang berkebun!"
"Tapi kenapa Mita membunuh Jay? Dia kan bekerja padanya selama 2 tahun?"
Catherine tidak menjawab dan hanya berkutat pada komputernya. Teman-temannya terlihat bingung.
"Ini dia!" sahut Catherine tiba-tiba. "Mita adalah anak dari pemilik restoran "Festive"! Lihat ini!"
Semuanya langsung melongok ke arah monitor Catherine.
"Tapi nama chef-nya Armand Amos. Beda nama keluarga," ucap Sarah. "Dan dia ... gosh... sudah meninggal karena bunuh diri."
Catherine lalu men-klik sebuah tab dan menunjukkan data diri Armand Amos. "Lihat. Di sini Armand menikah dengan wanita bernama Mila Ashemintz! Mita menggunakan nama belakang ibunya!"
"Benar juga!" seru Jack. "Mita masuk ke dalam rumah Jay sebagai asisten rumah tangga dan menunggu kesempatan untuk membunuhnya!"
"Tapi bukannya dia sudah bekerja selama 2 tahun? Kenapa menunggu selama itu?" tanya Sarah.
"Hmmm... Kita masih belum tahu. Sebaiknya, ayo kita temui tersangka utama kita!" seru Catherine. Jack pun setuju. Namun, Sarah tidak ingin ikut karena dia masih punya kerjaan lain.
Setelah Catherine dan Jack pergi, hanya ada Mihail dan Sarah. Mihail mendekati Sarah dan bertanya, "Hai, Sarah. Sudah berapa gelas kopi yang kamu minum?"
Sarah diam sebentar dan menjawab, "Hah?"
Mihail menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil pergi keluar ruangan.
"Orang aneh," gumam Sarah.
__________________
Catherine dan Jack tiba di rumah Jay. Polisi berseragam masih banyak berkeliaran. Kerumunan di depan rumah juga semakin berkurang. Catherine dan Jack segera masuk ke dalam dan mencari Mita.
Mita dan Anna ada di ruang makan. Mita menuangkan teh untuk Anna. Anna ingin minum teh hangat agar dirinya bisa lebih tenang. Namun, tangan Anna bergetar setiap kali memegang cangkirnya menandakan bahwa ia masih belum bisa tenang.
"Ah, kalian kembali lagi," ucap Anna sambil tersenyum. Walau senyuman itu terlihat seperti dipaksakan, namun Anna tetap berusaha agar terlihat ramah. "Apakah kalian sudah menemukan pelakunya?"
Jack meraih tangan Mita dan mengikatkan borgol di kedua tangannya dan mengatakan rangkaian kalimat yang wajib diucapkan polisi saat menahan tersangka.
"Mita Ashemintz, anda kami tahan dengan tuduhan pembunuhan terhadap Jay Miller. Anda memiliki hak untuk tetap diam. Semua yang Anda katakan bisa menjadi bukti terhadap Anda di pengadilan. Anda boleh memanggil pengacara. Jika tidak ada, negara akan memberi Anda pengacara."
Anna terkejut dan langsung berdiri dari tempat duduknya. "Apa-apaan ini?! Mana mungkin pelakunya Mita?!" sahutnya.
"Di dalam incinerator kami menemukan baju wanita yang berlumuran darah korban. Pelaku mengenakan pakaian tersebut saat membunuh korban lalu membakarnya karena pakaian tersebut penuh dengan cipratan darah," ucap Catherine. "Tentu saja. Pada pakaian tersebut, kami menemukan DNA Mita."
"Mana mungkin?! Mita! Katakan sesuatu!" seru Anna.
Mita hanya diam menunduk. Tubuh kecilnya gemetaran. Anna pun tahu kalau Mita merasa ketakutan terhadap perlakuan polisi-polisi di hadapannya ini.
"Bagaimana dengan senjatanya?! Kan tidak ada sidik jari?!" sahut Anna lagi.
"Mita bisa saja menggunakan sarung tangan dan membakarnya atau menghapus sidik jarinya setelah membunuh korban," balas Catherine.
Dengan suara bergetarnya, Mita mulai bicara. "U-untuk apa aku membunuh Tuan? Tuan adalah orang yang b-baik yang mau menerimaku bekerja di sini!"
Catherine membuka tabletnya dan memperlihatkan data soal restoran "Festive".
"Ini motif Anda," ucap Catherine. "Anda membunuh korban untuk balas dendam pada korban karena korban pernah memberi review jelek terhadap restoran "Festive" hingga membuat restoran ini bangkrut dan pemiliknya bunuh diri. Pemilik retoran "Festive" adalah ayah Anda."
Raut wajah Mita berubah tegang begitu mendengar Catherine menyebut kata "Festive".
"Be-Benarkah itu?" ucap Anna yang masih belum hilang rasa terkejutnya.
"Benar," balas Jack. "Kami sudah menyelidiki keluarga pemilik restoran "Festive", Armand Amos. Armand menikah dengan Mila Ashemintz dan memiliki seorang anak perempuan bernama "Mita Amos". Tentu saja anak perempuan itu sama dengan Mita Ashemintz, yang saat ini memakai nama belakang ibunya sebelum menikah."
Anna jatuh terduduk di kursinya dengan wajah tegang. "Mi-Mita ... "
"Begitulah, kami akan membawa Nona Mita ke kantor polisi untuk pemeriksaan lebih lanjut," ucap Catherine sambil meraih tangan Mita.
"Tunggu sebentar!!" sahut Mita menepis tangan Catherine. "Ya benar! Armand Amos adalah ayahku! Tapi bukan berarti aku membunuh Tuan Jay!"
Setelah yakin ia mendapat perhatian Catherine dan Jack, Mita melanjutkan perkataannya.
"Memang bajuku ada di tempat bakar sampah. Tetapi bukan berarti aku yang memakainya untuk melakukan hal keji seperti itu! Bisa jadi Nyonya Anna yang memakai pakaianku lalu membunuh Tuan Jay!"
Anna cepat berdiri sambil menggebrak meja di depannya. "Mita!! Bisa-bisanya kamu-!" Sebelum Anna mendekati Mita, Catherine menghalangi jalan Anna.
"Di pakaian yang terbakar itu tidak ditemukan DNA Anna," kata Jack.
"Tapi bisa saja-"
"Kamu membawa bukti yang menunjukkan kamu pelakunya," ucap Catherine memotong perkataan Mita. Catherine merasa tak sabar dan ingin cepat-cepat membawa Mita ke kantor polisi.
"Apa?"
Jari telunjuk Catherine mengarah ke arah sandal rumah berwarna merah yang dipakai oleh Anna. "Buktinya ada di sandal itu. Sandal itu pasti ada darah korban."
Anna mengangkat sebelah kakinya dan terkejut ketika melihat ada darah di bagian bawah sandalnya. Mita tersenyum kecil dan mulai bicara dengan nada mencemooh.
"Bodoh sekali! Tentu saja ada darah di sandalku! Ingat, aku yang menemukan mayatnya pertama kali! Bisa saja aku tidak sengaja menginjak tetesan darah yang mengotori depan kamar!" serunya.
Catherine membalasnya sambil tersenyum. "Oh, maaf. Buktinya memang bukan di bawah sandalmu. Anak TK saja bisa mengerti kalau darah di sana bukanlah bukti kuat."
"Kat," bisik Jack pelan agar Catherine tidak keluar dari pembicaraan.
"Darah yang kumaksud adalah darah di bagian atas sandal itu," lanjut Catherine.
Semua pandangan tertuju pada sandal merah Mita.
"Memang tidak terlihat karena warna sandalnya merah. Tapi di sana pasti ada tetesan darah korban. Saat kau mencabut pisau dari dada korban sebelum menusukkannya kembali, darah pasti terciprat kemana-mana. Jejak darah di depan kamar korban juga menunjukkan bahwa ada sesuatu yang menghalangi cipratan darah. Tentu saja sesuatu itu adalah pelaku."
"Oooh!! Darah tidak terciprat pada pakaian pelaku, tetapi juga terciprat pada sandalnya!" seru Jack.
"Benar, Jack," kata Catherine. "Tidak mungkin darah ada di bagian atas sandal kalau bukan pelakunya."
"Tapi, kenapa sandalnya tidak dibakar saja?" tanya Anna.
"Karena sandal merah itu hanya satu-satunya. Mita memberi tahu bahwa tiap anggota keluarga memiliki sandal khususnya masing-masing. Tidak ada cadangan, karena baru akan dipesan yang baru jika sudah rusak. Kalau dibakar, tentu saja Mita tidak akan pakai sandal merahnya dan itu akan menimbulkan pertanyaan. Itu sebabnya Mita tidak bisa membakarnya."
"Benar juga," Anna mengangguk.
Mita menundukkan kepalanya. Kedua tangannya mengepal menahan amarah. Borgol yang terpasang di kedua lengannya membatasi gerakannya.
"Kalau kamu masih tidak percaya, bagaimana kalau kamu ikut ke kantor polisi? Kami akan memeriksa sandalmu di lab. Kalau tidak ada darah, kami akan membebaskanmu," ucap Catherine dengan nada menantang.
Mita hanya diam menunduk. Kedua tangannya mengepal kuat sampai kukunya melukai tangannya. Noda darah mengotori kukunya.
"Mita, ayo kita pergi," kata Jack.
"Jangan sentuh aku!!!" seru Mita mendorong tubuh Jack hingga pria itu terjatuh. Lalu dengan sigap Mita mengambil pisau yang berada di meja makan dan berlari ke arah Catherine dengan ujung pisau yang mengarahnya.
Bukannya melakukan sesuatu, Catherine hanya terdiam. Kakinya serasa terpaku pada lantai marmer rumah itu. Ia hanya bisa menatap Mita yang menerjang ke arahnya dengan pisau yang siap menusuknya.
Ketika pisau itu sudah hampir menusuk Catherine, Mita tidak bergerak. Lebih tepatnya, ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Seperti ada yang menahan tubuhnya. Mita berusaha keras agar bisa mengendalikan tubuhnya, namun tidak bisa.
"Catherine Lindberg, cepat lari!!!"
Catherine terkejut. Altair menahan tubuh Mita agar tidak bisa bergerak. Catherine mengedipkan matanya berkali-kali dan merasa kakinya sudah bebas.
"Altair, minggir," ucap Catherine.
Catherine menepis kuat tangan Mita hingga pisau terlempar jauh. Jack langsung mengamankan pisaunya. Lalu Catherine mencengkeram kerah baju Mita dan membanting wanita yang diborgol itu ke lantai. Mita mengaduh kesakitan sambil terus meronta-ronta. Catherine mengunci gerakannya agar Mita tidak banyak bergerak. Beberapa polisi berseragam datang membantu Catherine.
"Lepaskan!! Ini bukan salahku! Ini salah Jay Miller!! Dia memberikan review jahat kepada restoran kami sehingga tidak ada pelanggan yang datang dan ayah pun bunuh diri!!"
"Jadi kau membunuhnya?" tanya Catherine sambil terus mengunci gerakan Mita.
"Awalnya aku tidak mau membunuh Jay karena aku sangat menyayangi Kenny. Setelah bekerja 2 tahun di sini, aku semakin dekat dengan Kenny dan rasa dendamku mulai menghilang. Tapi ... "
"Tapi?"
"Saat membersihkan kamar kerja Jay, aku menemukan buku milik ayahku! Binder warna merah tua yang berisi resep-resep rahasia restoran "Festive"! Jay adalah orang yang busuk! Dia menjatuhkan saingannya dengan review-nya lalu mencuri resep restoran tersebut demi kemajuan restorannya!"
Anna langsung menerjang Mita, ingin memukulnya, namun sebelum ia bisa mendekati Mita, gerakannya ditahan oleh polisi berseragam.
"Berani-beraninya kamu! Binder merah itu adalah milik suamiku sejak dulu! Bukan punya ayahmu yang sudah mati itu!" sahut Anna.
"Itu punya ayah!! Jay mencurinya!" teriak Mita histeris. "Aku tidak bisa memaafkannya!! Ayah menuangkan segala jiwa dan raganya untuk menulis resep itu, tetapi malah dicuri oleh setan yang bahkan tidak bisa memasak!! Karena itu, ayahku ... ayahku ... !!!"
Catherine teringat foto keluarga Armand Amos. Ia memanggil Jack agar membuka tabletnya dan menunjukkan foto tersebut. Benar saja, foto tersebut menampilkan Armand yang memegang sebuah binder warna merah tua. Sama dengan binder yang Catherine lihat di ruang kerja Jay.
Catherine dan 2 polisi berseragam membantu Mita untuk berdiri. Catherine menyuruh 2 polisi itu untuk membawa Mita ke mobil dan membawanya ke kantor.
Sebelum Mita pergi, ia menatap Anna yang menangis sambil menahan amarahnya.
"Kau tahu apa yang akan terjadi setelah ini, NYONYA?" ucap Mita. "Tentu saja "Flow Dining" akan mendapatkan cap jelek dari masyarakat. Kejahatan Jay Miller akan terkuak! Dia bukan pecinta kuliner tetapi setan di dunia kuliner yang menghancurkan restoran-restoran kecil demi membangun kerajaan makanannya sendiri!!"
Anna jatuh terduduk dan mulai menangis.
"Flow Dining akan hancur!! Sama seperti restoran ayahku yang sudah hancur menjadi debu!!" sahut Mita sambil meninggalkan rumah itu.
Jack mendekati Catherine dengan wajah khawatir.
"Kat, kamu tidak apa-apa?" tanyanya.
Catherine mengangguk. "Aku tidak apa-apa. Ayo kita juga pergi. Kita harus memproses Mita."
"Ya."
Catherine berjalan perlahan di belakang Jack. Pikirannya tidak berhenti menampilkan kejadian saat Mita menyerangnya. Ia tak habis pikir kenapa saat itu ia merasa ketakutan hingga tubuhnya membeku. Biasanya dia bisa menghadapinya dengan berani.
Kalau tidak ada Altair, mungkin ia sudah terluka parah. Berkat Altair, ia bisa menghadapi ketakutannya dan melakukan sesuatu.
"Oh ya, aku berterima kasih pada Altair," pikir Catherine. Namun sosok Altair sudah tidak terlihat dimana-mana.
"Kat! Ayo!" suara Jack terdengar dari kejauhan. Catherine berlari ke tempat Jack lalu mereka pun kembali ke kantor polisi.
Sepanjang perjalanan, Catherine hanya melamun. Entah apa yang dipikirkannya, bahkan ia sama sekali tidak mendengar Jack yang dari tadi mengajaknya ngobrol.
Mengetahui ada yang aneh dengan Catherine, Jack membelokkan mobilnya ke sebuah restoran.
"Lho? Kenapa ke sini?" tanya Catherine yang sadar bahwa mereka masuk ke tempat parkir sebuah restoran.
"Ayo makan siang dulu. Mita kan sudah diurus oleh polisi berseragam, jadi tak masalah," jawab Jack.
Catherine menurut. Mereka pun memasuki restoran yang bernama Mott's Bar & Restaurant. Catherine sangat mengenal tempat ini. Ini adalah tempat langganan dimana semua anggota Divisi Kejahatan Serius merayakan keberhasilan kasusnya dengan acara minum-minum.
Restoran ini sama seperti yang Catherine kenal di dunia asalnya. Tempat luas dengan banyak meja dan kursi. Lantai yang dilapisi kayu, tembok batu aestetik dengan pigura foto artis terkenal yang pernah datang ke restoran ini, dan tidak lupa dengan bar counter tempat pelanggan memesan minuman alkohol.
"Ini tempat kesukaan semua anggota Divisi Kejahatan Serius lho!" ucap Jack. "Setelah pulang kerja atau merayakan sesuatu, pasti ke sini!"
Catherine mengangguk sambil tersenyum. Setelah mereka memilih tempat duduk, mereka memesan makanan. Catherine tertawa ketika Jack memberi tahu agar jangan minum minuman alkohol karena mereka harus bekerja.
"Fyuuh... Sepertinya kamu sudah kembali semangat," ucap Jack.
"Kamu mengkhawatirkanku?" tanya Catherine.
"Te-Tentu saja! Aku tidak bisa membantumu ketika kamu diserang pelaku. Padahal aku pimpinan penyidik kasus ini."
"Hahahahaha! Terima kasih, Jack!!" seru Catherine dengan senyum lebarnya.
Setelah selesai makan, mereka pun kembali ke kantor polisi. Jack meminta Catherine untuk menulis laporan sedangkan ia akan menginterogasi Mita untuk keterangan lebih lanjut. Catherine pun setuju dan mulai berkutat dengan komputernya.
"Lindberg, kamu sudah kembali?"
Catherine terkejut mendengar suara Sang Pimpinan Divisi yang berdiri di sebelahnya.
"I-Iya, Inspektur. Kami sudah menangkap pelakunya dan saat ini sedang diproses," jawab Catherine.
"Kerja bagus. Dimana Klein?" tanya Akasha.
"Klein sedang menginterogasi tersangka."
"Saya dengar, Klein terluka. Tolong beri tahu dia agar cepat mengobati lukanya."
"Baik, pak. Tadi dia memang terluka tapi sudah diobati. Namun saya rasa lukanya masih sakit."
"Baiklah." Lalu Inspektur Akasha pergi ke ruangannya.
Ketika Catherine mau melanjutkan pekerjaannya, Sarah mendekatinya.
"Kat! Kerja bagus sudah menangkap pelakunya! Bagaimana? Apakah benar pelakunya dia?" tanya Sarah.
Catherine mengangguk. "Iya. Dia mengakuinya. Saat ini sedang diinterogasi Jack."
"Kalian berdua hebat! Padahal kalian baru pertama kali kerja bareng, tapi sudah kompak bahkan berhasil menyelesaikan kasus dengan cepat," puji Sarah.
"Yah, aku kan memang sudah sering bekerja sama dengan Jack," pikir Catherine.
"Baiklah, semangat ya ngerjain laporannya! Kalau butuh bantuan, beri tahu aku ya. Aku pasti akan bantu!"
"Terima kasih, Sarah."
Sarah kembali ke tempat duduknya dan mulai sibuk di depan komputernya.
"Sepertinya hari ini tidak mungkin mencari tahu soal kasus kematian Cat. Terpaksa aku akan melakukannya besok," pikir Catherine.
✧✧✧
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top