Ep. 19 - Tough Opponent

Catherine berusaha bangkit lagi, namun kakinya tidak punya tenaga. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat Neville berjalan pelan ke arahnya.

"Sepertinya aku meremehkanmu. Bisa-bisanya kau menyentuhku dengan tongkat kotormu itu," ucap Neville.

Kemudian ia mengayunkan pipanya ke atas, bersiap memukul kepala Catherine yang menunduk. Badannya tidak mau mendengar perintahnya.

"Inikah akhirnya? Aku...tidak mau mati..."

Dengan asanya yang tersisa, Catherine berteriak dalam hati. Ia tidak ingin mati sendirian di dunia yang asing tanpa diketahui siapapun. Apalagi ia mati dalam keadaan belum menepati janjinya pada Cat...dan juga Altair.

"Selamat tinggal, polisi," ucap Neville. Tangannya mengayunkan pipanya cepat ke arah kepala Catherine.

Duaakk!!!

Bunyi pipa menggema di seluruh ruangan diiringi dengan cipratan darah merah yang mengotori pipa itu.

Catherine bisa merasakan tetesan darah mengalir di dahinya, namun anehnya ia sama sekali tidak merasakan sakit.

Ketika Catherine mengangkat kepalanya, kedua matanya terbelalak lebar melihat pemandangan di depannya.

Altair memeluk erat tubuhnya, melindunginya dari serangan pipa Neville. Pipa besi yang Catherine kira akan menghantam kepalanya, justru menghantam kepala Altair. Darah merah segar mengalir deras dari kepala Dewa Kematian itu hingga menetes ke wajah Catherine.

"Siapa kamu?!" sahut Neville. Suaranya yang menggelegar tidak membuat Altair tersentak. Altair memang tidak mengenakan topinya sehingga Neville bisa melihatnya.

Altair tidak menjawab pertanyaan Neville dan hanya memperhatikan Catherine.

"Catherine Lindberg, kamu tidak apa-apa? Maaf aku terlambat," bisik Altair.

Air mata mengalir dari kedua mata Catherine. Ia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Kalau saja ia tidak lemah, Altair tidak perlu terluka untuknya. Di sisi lain, ia merasa lega bahwa ia tidak perlu mati di sini.

Altair mengusap air mata Catherine dengan ibu jarinya.

"Kamu masih bisa berdiri? Pergilah dari sini dan meminta bantuan, sedangkan aku akan menahan Neville Stronghart di sini."

Catherine hanya diam saja. Lidahnya kelu dan pikirannya masih kacau untuk bisa memilih kata-kata sebagai jawaban untuk pertanyaan Dewa Kematian itu.

Altair paham kondisi Catherine. Ia melepas jubah hitamnya lalu menyelimuti punggung Catherine dengan jubahnya.

"Tunggulah di sini sampai tenagamu pulih. Aku tidak akan membiarkan pria itu menyentuhmu," bisik Altair.

Altair berdiri tegak menatap tajam Neville yang masih berdiri memegang pipa yang berlumuran darahnya. Altair menyeka darah di wajahnya dengan satu usapan dan wajahnya pun bersih seperti tidak ada luka sama sekali.

Neville bergerak mundur menjaga jarak. Ia tahu bahwa pria yang berpakaian serba hitam di hadapannya ini bukan orang sembarangan. Orang biasa yang terkena pukulannya akan langsung tewas seketika. Namun orang ini malah berdiri tegak dan menatap tajam ke arahnya.

Neville mengeratkan genggaman tangannya pada pipanya. "Kamu polisi juga?! Menyingkirlah! Atau aku akan membunuhmu terlebih dahulu!"

Altair tidak membuang-buang tenaga untuk menjawabnya. Mata biru lapis lazulinya masih berkilat menatap Neville.

Didiamkan Altair membuat kemarahan Neville memuncak. Ia kemudian mengayunkan pipanya kepada Altair.

Altair dengan sigap menghindar ayunan berat Neville dan menangkis pukulan Neville dengan payungnya. Pipa besi Neville terlempar jauh dan menimbulkan suara keras ketika pipanya bertumbuk dengan lantai.

Altair lalu balas menyerang Neville dengan satu tendangan di perutnya. Tubuh Neville yang 2 kali lipat lebih besar dari Altair terlempar beberapa meter hingga mental 2 kali.

Altair menatap payungnya sejenak dan senyuman tipis muncul di bibirnya begitu mengetahui bahwa payung hitamnya sama sekali tidak rusak sedikit pun.

Dewa Kematian itu kembali memasang kuda-kuda dan mengacungkan ujung payungnya pada Neville ketika melihat pria besar itu kembali bergerak.

"Manusia ini kuat sekali. Harusnya dengan tendanganku, rusuknya beberapa patah. Tetapi dia masih bisa kuat berdiri," pikir Altair.

Altair tidak perlu memikirkan kenapa Neville bisa sekuat itu. Yang terpenting adalah melindungi Catherine.

Neville menerjang Altair dengan cepat. Seperti saat ia menyerang Catherine, Neville meninju keras perut Altair dengan tangan kekarnya hingga tubuh Dewa Kematian itu terlempar. Namun ketika masih di udara Altair memutar tubuhnya 360゜dan mendarat mulus di lantai.

Altair memegangi perutnya yang terasa ngilu. "Rasanya manusia ini semakin kuat saja. Jangan-jangan ... "

Pertarungan antara Altair dan Neville kembali terjadi. Kedua pria itu saling meluncurkan serangan-entah itu tendangan maupun pukulan-tanpa henti. Catherine yang melihat pemandangan itu merasa khawatir pada Altair.

Entah kenapa sinar mata Altair terlihat berbeda dari biasanya. Matanya berkilat penuh dengan amarah. Setiap serangan yang diluncurkan Altair seperti sedang melampiaskan amarah kepada orang yang berusaha melukai Catherine. Selain itu, semua serangan Altair selalu terarah pada titik-titik vital Neville. Rasanya seperti Altair berambisi menghancurkan titik-titik itu agar Neville tidak bisa melanjutkan hidupnya.

"Altair! Jangan bunuh dia!!" seru Catherine.

Amarah yang terpancar pada matanya sedikit mereda begitu Altair mendengar suara Catherine. Ia pun mengangguk dan menjawab, "Tentu saja. Aku tidak boleh membunuh makhluk yang belum saatnya mati".

Catherine menghela napas lega namun kekhawatirannya memuncak ketika Altair jatuh terlempar ke arahnya.

"Altair! Kamu tidak apa-apa?!" tanya Catherine.

"Aku baik-baik saja. Kalau kamu sudah pulih sebaiknya pergi dari sini."

Catherine hanya menghisap udara melalui sela-sela giginya. Tanpa buang waktu, Altair segera berdiri begitu melihat Neville masih belum tumbang.

Neville kembali memungut pipa besinya. Lantas pertarungan mereka kembali dimulai.

Sudah puluhan kali payung Altair dan pipa besi Neville saling menghantam satu sama lain. Suaranya bergema di ruangan yang kosong ini, begitu memekakkan telinga. Pipa besi Neville dan ujung payung Altair terlihat berkilau akibat pantulan cahaya yang masuk dari jendela di atas.

Neville berhasil mendaratkan pipa besinya di kepala Altair dengan keras. Gara-gara itu, keseimbangan Altair goyah. Neville memanfaatkan hal itu untuk semakin banyak memukul kepala dan tubuh Altair. Ia tidak berhenti walau sudah banyak darah Altair yang terciprat hingga mengotori wajahnya sendiri.

"Sial! Aku lengah!" rutuk Altair.

Altair jatuh terkapar di atas lantai. Ia sama sekali tidak bergeming dengan darah yang mengucur deras dari kepalanya.

Catherine mengerahkan seluruh tenaganya untuk berdiri dan berlari ke tempat Altair terbaring. Dipeluknya tubuh Dewa Kematian itu.

"Altair!! Altair!!" Catherine mengguncangkan tubuh Altair. Namun yang dipanggil tidak menyahut.

"Hahahaha!! Akhirnya pria itu mati juga!" seru Neville. "Sekarang giliranmu yang mati,"

Sekali lagi Neville mengayunkan pipa besinya ke arah Catherine. Namun pipa itu masih belum berhasil menyentuh kepala gadis pirang itu.

Pipanya justru dihalangi oleh payung Altair lagi.

Altair perlahan bangkit lagi. Ia melirik ke arah Catherine. "Maaf aku mengkhawatirkanmu. Tadi aku hanya terkejut karena Neville Stronghart memukulku bertubi-tubi."

"Sialan!!! Bagaimana kamu bisa belum mati juga?!!" sahut Neville dengan suaranya yang menggelegar bagai halilintar.

"Kamu tidak bisa membunuhku karena aku sudah mati!" balas Altair.

Altair menerjang Neville. Ia merendahkan tubuhnya dan menggunakan momentum dorongan untuk menyodok rahang Neville dengan gagang payungnya.

Neville mulai terhuyung-huyung, namun tangan Neville yang tidak memegang pipa besi, mencekik keras leher Altair.

"Akan kupatahkan leher kurusmu ini!!" teriak Neville.

Altair lumayan kewalahan menandingi kekuatan cengkeraman Neville di lehernya, apalagi Neville mengangkat tubuhnya hingga Altair tidak lagi berpijak pada tanah.

"Bisa-bisanya aku kewalahan melawan manusia... Sepertinya aku semakin lemah ... " keluh Altair.

Catherine tidak bisa membiarkan Altair terus melindunginya dan membuatnya terluka seperti ini. Catherine mulai memukul-mukul kakinya dan memerintahkannya untuk bergerak.

"Ayo kaki bergeraklah!!! Jangan biarkan orang lain terus melindungimu!!" teriak Catherine dalam hati.

Berkat tekad kuatnya untuk membantu Altair, Catherine kembali memiliki kendali atas kakinya. Catherine segera berlari dan memungut pistolnya yang tergeletak di lantai. Ia mengacungkannya pada Neville dan menembakkannya ke arah betisnya dua kali.

"Aaghhh!!" Neville mengaduh. Cengkeraman tangannya mengendur. Altair menggunakan kesempatan ini untuk membebaskan diri.

Kemudian Altair kembali memukuli rahang Neville dengan payungnya bertubi-tubi. Ia lalu menendang dada Neville hingga pria itu jatuh terperosok ke arah Catherine.

"Awas, Katarina Lindberg!!!" teriak Altair.

Sebelum Neville berhasil berdiri sempurna, Catherine segera mencengkeram kerah baju Neville dan melemparnya 180゚. Tubuh pria besar itu terbanting keras ke lantai akibat jurus judo Catherine. Suara dentumannya bisa membuat yang mendengarnya pun merasakan sakit.

Belum selesai sampai di situ, Catherine menghunjamkan sikutnya ke ulu hati Neville dengan keras. Gadis itu lalu naik ke atas badan Neville dan mulai menghujani wajah pria besar itu dengan tinjunya.

"Catherine Lindberg! Hentikan! Dia sudah pingsan!" Altair segera menggendong tubuh Catherine menjauhi Neville yang terkapar di lantai.

Catherine langsung memeluk Dewa Kematian itu dan mulai terisak. Altair mendekap erat tubuh Catherine yang gemetaran agar gemetar itu bisa menghilang.

"Altaiir...!!!" pekik Catherine di sela-sela isakannya. Altair menepuk punggung Catherine dengan lembut, berharap ia bisa menenangkan Catherine.

"Semua baik-baik saja. Dia sudah kamu kalahkan," hibur Altair.

Catherine melepas pelukannya dan menatap Altair yang masih berlumuran darah. Tubuhnya dipenuhi luka hingga rasanya Catherine bisa merasakan rasa sakitnya.

"Altair, kamu ... Lukamu sepertinya jauh lebih parah dari saat kamu ditembak ... "

Altair menggeleng. "Ini bukan apa-apa. Lukaku akan segera sembuh dengan sendirinya. Aku ... hanya butuh ... istirahat ... 5 menit ... "

Setelah selesai mengatakan hal itu, tubuh Altair roboh ke arah Catherine. Catherine dengan panik memeluk tubuh Altair yang terkulai lemah.

"Altair? Altair!!!!" panggil Catherine. Namun ia mengembuskan napas lega begitu mendengar dengkuran lembut Altair. Dewa Kematian itu benar-benar tertidur.

Perlahan, Catherine memposisikan tubuh Altair berbaring di lantai. Ia menjadikan pahanya untuk bantalan kepala Altair.

Wajah Catherine terlihat mendung menatap wajah tidur Altair. Walaupun luka dan darahnya berangsur-angsur menghilang, tetapi hal itu tetap tidak bisa menghilangkan perasaan bersalah Catherine yang menggerogoti hatinya.

"Altair ... Maafkan aku," bisik Catherine dengan lirih.

Hanya dalam kurun waktu 5 menit, semua luka Altair menghilang. Dewa Kematian itu pun membuka kedua matanya. Begitu matanya terbuka sempurna, ia membelalakkan matanya saking terkejut dengan hal pertama yang ia lihat.

Wajah Catherine yang begitu dekat dengan wajahnya.

"Ca ... Cat ... Catherine Lindberg!" Altair dengan cepat bangkit dari tidurnya. Ia merangkak menjauhi Catherine. Wajahnya merah bagaikan tomat yang manis. "A-Apa yang terjadi?"

"Kamu tiba-tiba tertidur. Aku membiarkanmu tidur di atas pangkuanku."

"Pa-pang ... " Altair tergagap hingga tak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia menggelengkan kepalanya sekali untuk menyadarkannya dari rasa gugupnya. "Catherine Lindberg! Kenapa kamu belum pergi dari sini? Kamu terluka dan sudah pasti butuh bantuan!"

Tangisan Catherine tiba-tiba pecah. "Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri! Kamu sudah melindungiku bahkan kamu juga ikut terluka parah gara-gara aku! Mana mungkin aku meninggalkanmu sendiri di sini!!"

Altair langsung mendekati Catherine. Tangannya dengan lembut menepuk pucuk kepala gadis.

"Maafkan aku..."

Catherine melanjutkan, "sebenarnya aku ingin pergi juga mencari Clive yang entah ada dimana! Aku takut dia terluka karena Neville sempat menyerang Clive sebelum bertemu aku! Tapi kakiku juga sulit bergerak!!!"

Mendengar teriakan Catherine, Altair langsung mendekap tubuh Catherine. Tangannya menepuk lembut kepalanya, seakan memberi tahu bahwa semua akan baik-baik saja.

"Clive Chester juga diserang?" tanya Altair. "Baiklah. Aku akan membawamu keluar lalu mencari Clive Chester. Kamu lebih baik istirahat sampai bantuan datang."

"Aku juga mau ikut mencari Clive!"

"Tidak. Kamu harus istirahat dan memanggil bantuan. Aku tidak merasakan ada sosok Dewa Kematian lain di sekitar sini jadi aku yakin Clive Chester belum mati. Setelah menemukannya, aku akan membawanya ke tempat aman."

Altair bergegas mengambil jubahnya dan mengenakannya. Setelah itu ia memunculkan top hat hitamnya dan memakainya. Ia juga memungut barang-barang Catherine yang berserakan.

Kemudian ia menggenggam tangan Catherine. Sedetik kemudian, mereka sudah berada di depan pintu utama gedung bekas supermarket itu.

Automatic door-nya yang besar tentu saja sudah tidak berfungsi. Namun ini tempat paling tepat untuk menunggu bantuan datang. Begitu polisi datang, mereka pasti akan mudah menemukan Catherine.

"Tunggulah di sini. Di sini enak untuk beristirahat karena atapnya menghalangi sinar matahari. Kamu juga bisa bersandar di pintu besar ini," kata Altair. "Ini barang-barangmu. Kamu bisa memanggil teman-temanmu menggunakan barang-barang ini, kan?"

Altair menyerahkan handphone, walkie talkie, pistol, dan baton milik Catherine.

"Walkie talkie ini rusak saat aku menghadapi Neville. Handphone-ku juga retak. Aku tidak bisa menghubungi teman-temanku," keluh Catherine sambil menatap barang-barangnya dengan tatapan nanar.

"Serahkan padaku," kata Altair. Ia lalu menjulurkan tangannya pada barang milik Catherine yang rusak. Ia pejamkan matanya dan muncul sinar warna biru selama beberapa detik. Layar handphone Catherine yang retak, kembali bagus sedia kala dan terdengar suara Inspektur Akasha dari walkie talkie-nya. Catherine segera melaporkan kondisinya dan meminta back up.

"Wah! Terima kasih Altair! Kamu hebat!!" seru Catherine.

"Ya. Sama-sama," balas Altair. "Sekarang aku akan pergi mencari Clive Chester."

Catherine mengangguk. "Tolong ya, Altair," ucapnya.

Sosok Altair pun menghilang entah kemana.

Catherine menyandarkan kepalanya di pintu besar yang tidak bisa berfungsi lagi itu. Seluruh tubuhnya merasa sakit seperti dihancurkan dari dalam. Begitu Catherine coba menggerakkannya, rasanya seperti ada pedang yang menusuk tubuhnya. Ia juga bisa melihat tanda biru di beberapa bagian badannya.

Walau matahari memancarkan cahayanya yang terang, awan mendung menyelubungi hatinya. Air matanya membasahi kedua pipinya. Rasa sakit di tubuhnya sama sekali tidak sesakit hatinya. Ia mengutuk dirinya sendiri atas kelemahannya. Hanya bisa merepotkan orang lain hingga membuat orang itu terluka.

"Kenapa Altair memilih orang lemah sepertiku ini?" ucapnya lirih.

Tak lama kemudian, terdengar sirine polisi dari kejauhan. Suaranya semakin mendekat. Benar saja, mobil-mobil polisi yang dinaiki Inspektur Akasha, Edward, Natasha, dan polisi lain memasuki halaman luas yang dulunya tempat parkir supermarket. Hal pertama yang mereka lihat adalah sosok Catherine yang terkulai di depan pintu.

"Lindberg!! Kamu baik-baik saja?!" Akasha berlari mendekati Catherine. Edward dan Natasha mengikutinya.

"Inspektur," balas Catherine lirih. "Neville ada di lantai 2. Masuklah melalui pintu di sebelah sana ... " Catherine menunjuk ke pintu yang awalnya ia masuki. "Lalu naiklah ke tangga. Di lantai 2 ada ruangan luas tempat Neville bersembunyi. Tetapi saya sudah mengatasinya. Neville ada di sana ... pingsan."

"Linn, panggil ambulans! Gregory, periksa tempat yang diberi tahu Lindberg. Tetap waspada!" Akasha memberi perintah.

"Siap!"

"Lindberg, kamu terluka parah begini! Jangan-jangan kamu melawan Neville sendiri?!" tanya Akasha.

Catherine hanya tersenyum.

"Kenapa tidak lapor kalau kau bertemu Neville! Dia adalah penjahat yang berbahaya! Kamu bisa saja tewas!

Suara Akasha terdengar marah namun Catherine bisa mendeteksi nada rasa khawatir dan peduli di dalamnya.

"Saya ... langsung diserang oleh Neville hingga walkie talkie dan handphone saya rusak."

"Kat! Syukurlah kau selamat!" seru Natasha sambil memeluk tubuhnya. Catherine mengerang kesakitan karena pelukan Natasha.

"Dimana Chester?" tanya Akasha.

"Clive ... Maksudku, Chester ... kami terpisah saat menelusuri tempat ini. Sepertinya ia juga sempat diserang oleh Neville."

"Apa?!" Akasha mengambil walkie talkie-nya dan meneriakinya. "Semua personel, Clive Chester kemungkinan diserang Neville Stronghart! Cari Chester dan beri tahu lokasinya agar para medik bisa menolongnya!"

Natasha mulai terisak. "Clive juga diserang...?"

Ambulans berdatangan. Para dokter segera turun dari mobil ambulansnya dan membantu Catherine. Gadis itu dibawa oleh tandu dan dimasukkan ke dalam mobil ambulans.

Saat sudah berada di dalam mobil ambulans, Catherine berusaha duduk. Para dokter berkata agar tidak memaksakan diri, namun Catherine tetap ingin duduk.

"Natasha, apakah Clive sudah ketemu?" tanya Catherine pada Natasha yang duduk di kursi penumpang sebelah tandunya.

Ekspresi Natasha menjadi semakin muram dan ia menggelengkan kepalanya. Di dalam hatinya, Catherine berharap Altair cepat menemukan Clive dan mengevakuasinya.

Dari walkie talkie Natasha terdengar suara Edward, "Inspektur! Kami menemukan Chester! Dia masih hidup dan ada di lantai 1 dekat mesin kasir tua dalam keadaan tak sadarkan diri. Dari pintu yang diberi tahu Lindberg jalan lurus saja lalu ... "

"Syukurlah, Clive!!!" Tangis Catherine pecah. Natasha menggenggam tangan Catherine dan ikut tersenyum. 

Entah kenapa rasanya tubuh Catherine terasa ringan. Semua beban di hatinya menghilang, digantikan dengan perasaan lega. Seiring dengan itu, seluruh tenaganya juga menghilang. Warna hitam perlahan memenuhi pandangannya. Hal yang ia terakhir dengar hanyalah suara-suara teredam yang memanggil namanya. Sayangnya, Catherine sudah tidak punya tenaga lagi untuk menjawab panggilan tersebut.

___________________

Suara langkah menggema dalam ruangan yang gelap. Sepatu yang dikenakan oleh sosok berbaju hitam itu yang menimbulkannya. Suara itu pun berhenti saat dia menghentikan langkahnya.

Kedua mata lapis lazulinya menatap pria yang memakai jas biru yang terkapar tak sadarkan diri di lantai. Terlihat ada luka di bagian kepalanya, namun darah tidak banyak keluar dari kepalanya. Kemungkinan ia dipukul sekali di kepalanya dengan benda tumpul.

Pria berbaju serba hitam itu berjungkat dan mendekatkan bibirnya ke telinga pria yang pingsan itu.

"Sayang sekali kali ini aku datang bukan untuk mencabut nyawamu, Clive Chester. Hari ini bukan saatnya kamu mati," ucap Altair.

Tentu saja Clive tidak bisa merespon, bahkan dia juga tidak bisa mendengar suara Altair. Walau Altair mengetahui hal itu, ia melanjutkan pembicaraannya.

"Seharusnya kamu bisa melindungi Catherine Lindberg. Namun apa yang kamu lakukan di sini? Tak sadarkan diri hanya karena dipukul sekali."

Altair lalu mengangkat tubuh Clive dan membawanya pergi.

"Aku melakukan ini karena Catherine Lindberg memintaku. Sebenarnya aku bisa saja menyembunyikan tubuhmu dan takdirmu akan berubah sehingga Dewa Kematian lain akan diutus untuk menjemputmu. Namun aku tidak mau membuat gadis itu sedih kehilanganmu."

Perlahan Altair membaringkan tubuh Clive di sisi meja kasir yang sudah berdebu. Ia sengaja meletakkan Clive agak jauh dari lokasi pertarungannya dengan Neville namun masih mudah ditemukan dibandingkan ruangan gelap dimana Altair menemukan Clive.

Tangan dingin Altair menyentuh pipi Clive.

"Clive Chester. Manusia lemah sepertimu tidak pantas berada di samping Catherine Lindberg. Kamu sudah beberapa kali membiarkan Catherine Lindberg mati. Hanya aku ... Hanya aku...yang bisa melindunginya."

✧✧✧

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top