#28 | Perang Batin

بسم الله الرحمن الرحيم

¤Marentin Niagara¤
-- Selamat Membaca --

Cintai kekasihmu sekedarnya saja siapa tahu nanti akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu sekedarnya saja siapa tahu nanti akan menjadi kekasihmu
- Ali bin Abi Thalib

✍✍

Tidak ada seorang wanitapun di dunia ini yang rela jika dirinya dimadu. Benar apa yang dikatakan Ghulam. Bibir Omai bisa mengikhlaskan tetapi hatinya tidak akan pernah sanggup.

Seketika dia merasa menjadi wanita paling bodoh sedunia.

Jika yang lain seolah enggan untuk membicarakan masalah seperti itu seolah seperti barang tabu yang ingin dihindari. Omai justru menawarkan itu yang nyatanya ditolak mentah-mentah oleh sang suami.

Haruskah dia bersedih karena permintaannya ditolak oleh Ghulam, atau dia menjadi orang yang paling berbahagia atas semua ini?

Sejauh hatinya bersuara. Tidak ada satu katapun yang mendukung logikanya. Ghulam itu miliknya, imam dunia akhiratnya. Jangan hanya karena masalah orang lain dia justru akan menjerumuskan imamnya menuju kedalam jurang kehancuran dan kegelapan.

Adillah, sifat adil itu hak milik Allah. Hanya Dia sesungguhnya satu satunya dzat yang mampu untuk melakukan itu.

"Omai harus seperti apa Umma?" pagi ini Omai memang berkunjung ke rumah Rayya seorang diri. Meminta pendapat ibunda mungkin sedikit akan mengurangi sesak yang ada di dalam hatinya

"Istri itu wajib mengikuti perintah suami. Jika mas Ghulam tidak berkenan sedangkan kamu sudah menawarkan ya jangan dipaksa to nduk. Yakinlah bahwa pakde dan budhemu pasti memiliki cara untuk keluar dari masalah ini." nasihat Rayya untuk putri semata wayangnya.

"Omai bingung harus seperti apa, sedih atau justru bahagia dengan keputusan mas Ghulam." jawab Omai dengan pandangan yang menerawang jauh.

"Sudah nggak usah dipikirin. Yang jelas Mas Ghulam itu mencintaimu dengan sepenuh hatinya. Sekarang kamu pikirin kondisi kehamilan kamu, tidak baik ibu hamil berpikir macam-macam. Tenangkan hatimu dulu." kata Rayya.

"Iya Umma, Omai nanti akan minta maaf sama Mas Ghulam karena tidak bisa taat sebagai istri kepadanya." jawab Omai.

Mungkin lebih baik dia menyudahi perang batinnya dengan mencabut pernyataan bahwa dia siap untuk berbagi. Sepenuhnya dia akan mengikuti apa kata Ghulam jika memang itu untuk kebaikan semuanya.

Wanita bisa masuk surga melalui pintu manapun dengan 4 syarat. Tepat sholat 5 waktunya, puasa dibulan ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suami. Cukup itu, sangat mudah bukan? Bukan hanya dari pintu bahwa dia mengizinkan suaminya untuk membagi hati.

Benar, Ghulam tidak mau mengabulkan keinginan Omai untuk menikah dengan Diandra. Sudah seharusnya Omai menaati apa yang suami mau. Menolak dengan alasan sangat syar'i. Tidak akan bisa berbuat adil untuk keduanya.

Omai jadi merasa sangat bersalah. Hampir saja dia menjerumuskan Kekasih halalnya itu menuju jurang kegelapan. Memperberat hisaban dosa yang dilakukan suami, astaghfirullah.

"Pulanglah, suamimu pasti kebingungan mencarimu. Umma tahu, jika seperti ini kamu selalu menghindar. Bahkan setelah tahu dulu ketika Mas Ghulam dijodohkan dengan Diandra, kamu memilih untuk mengasingkan diri ke Madinah." kata Rayya sambil memeluk Omai.

"Umma_____"

"Umma sangat tahu apa yang tersembunyi di balik matamu, Sayang. Kamu mencintainya kala itu, hanya saja enggan untuk bercerita kepada siapapun." cerita Rayya seperti memutar kembali film kehidupannya.

"Jadi Abi____?"

"Tentu saja Abi juga mengetahuinya, itulah alasan mengapa Abi sangat yakin menitipkanmu kepada Mas Ghulam di akhir hayatnya." jawab Rayya.

"Mashaallah, Fabiai yi aalaa i rabbikumaa tukadz dzibaan." ucap syukur Omai dengan bersimbah air mata.

Omai segera pamit kepada Rayya untuk kembali ke rumah Pakdenya. Sewaktu Omai tinggal Ghulam masih nyenyak dalam tidurnya. Wajar, perjalan panjang dan perdebatannya dengan Omai setidaknya membuat raganya lelah. Dia butuh istirahat yang lebih.

Sementara di rumah Dafi, Ghulam yang baru saja terbangun segera membersihkan badan. Melihat Omai tidak ada di sampingnya pasti dia sudah terbangun dan menyiapkan segala keperluannya.

Sampai di meja makan, Ghulam tidak menemukan istrinya beraktivitas di dalam rumah. Perasaannya mulai tidak enak.

Saat dia kembali ke dalam kamar dan mengecek semuanya, masih utuh. Koper, dokumen Omai masih pada tempatnya hanya saja Ghulam menemukan sebuah kertas yang tertulis tulisan tangan Omai.

Membacanya sekilas dan, _______

Deg

Deg

Deg

"Omaira, Sayang. Dimana kamu?", tidak lagi bisa sabar di dalam hatinya. Ghulam berlari mencari belahan jiwanya hingga Tantripun datang menghampiri.

"Mas, ada apa? Ini rumah bukan hutan loh." kata Tantri menenangkan sang putra.

"Omaira Bunda, tidak ada ini malah ninggalin surat segala____"

"Sssttttttt, tenang dulu kita bicara di kamar Bunda yuk." ajak Tantri yang sudah merangkul sang putra untuk berjalan menuju kamarnya.

"Bunda nggak tahu Omai itu jika menenangkan hati selalu seperti ini. Pergi waduh, Ghulam tidak sanggup jika harus kehilangannya Bunda. Cukup sekali saja waktu itu dia menjauh untuk menenangkan hatinya karena tahu Ghulam akan Bunda jodohkan dengan Diandra." cerita Ghulam dengan muka penuh kekhawatiran.

"Sudah jangan mikir macam-macam, Omai sekarang dengan di rumah Ummanya. Tadi pamit kok sama Bunda karena kamu masih tidur nyenyak." jawab Tantri yang akhirnya helaan nafas lega dikeluarkan spontan oleh Ghulam.

"Bunda kenapa nggak bilang dari tadi kalau Omai ke rumah Umma?"

"Lah, kamunya sudah heboh dulu." jawab Tantri kemudian keduanya saling melempar senyum.

Duduk di kursi yang ada di depan meja rias di kamar sang Bunda. Ghulam menanyakan bagaimana hubungan Bunda dengan Ayahnya pasca peristiwa semalam.

"Ya seperti yang Ayah kamu bilang. Masalah ini harus kita hadapi bersama. Jangan saling menyalahkan apalagi mengorbankan. Bunda tidak setuju dengan usulan Omai. Tapi semalam dia terlanjur menghindar karena kamu membentaknya." jawab Tantri.

"Iya Bun, Ghulam keliru. Tapi itu memang rasa di hati Ghulam. Ghulam tidak mau berbagi karena pasti nanti tidak akan bisa adil. Bagaimana cara Ghulam mulai menyentuh Diandra sementara hati Ghulam hanya untuk Omaira. Tidak dan tidak akan pernah." tolak Ghulam.

Kemudian Ghulam menanyakan kemana Ayahnya hari ini. Tantri menjawab, bahwa Dafi benar-benar akan membuat Silvi dan keluarganya jera. Tidak takut dengan jabatan dan apa kata masyarakat nantinya. Allah maha mengetahui dan mengampuni.

"Kamu sendiri dengan Omai bagaimana? Jangan sampai karena masalah Bunda kalian jadi bertengkar. Ingat Mas, istrimu lagi hamil. Kalian harus saling menjaga satu dengan yang lainnya." kata Tantri.

Omai yang sudah kembali dari rumah Rayya kini telah sampai di kediaman keluarga suaminya. Melihat tidak ada orang di dalam rumah sengaja Omai ingin masuk ke kamar Ghulam.

Menuju ke kamar Ghulam, Omaira harus melewati kamar tidur utama yang artinya itu adalah kamar Dafi dan Tantri.

Sedikit mencuri dengar di telinga Omai. Suara suaminya mulai menggema ke gendang telinga.

"______Ghulam tidak pernah sekalipun tidak mengabulkan permintaan Omai Bun." suara Ghulam yang membuat hati Omai berdebar sangat kencang. Apakah itu artinya suami tercintanya juga akan memenuhi permintaan terakhirnya untuk menerima Diandra menjadi madunya?

"Ya mau bagaimana lagi, karena cintanya Ghulam dengan dia. Hingga Ghulampun selalu berusaha untuk mengabulkan semua permintaannya." tak terasa kini air mata Omai menetes, awalnya hanya beberapa namun lama kelamaan deras juga.

Omai yang awalnya ingin meminta maaf dengan Ghulampun akhirnya melemas tak berdaya. Kekuatannya seperti menguap terbawa angin dan menerbangkannya.

"Lantas?" kini berganti suara Tantri yang terdengar di telinga Omai.

"Benar kata Omai Bunda. Kita harus tetap menyelamatkan nama baik keluarga ini kan? Ghulam juga tidak ingin masyarakat menyudutkan ayah sebagai kepala daerah______", sampai disitu hati Omai mencelos. Tak tahan dengan kalimat lanjutannya. Mungkin memang benar dia harus menepi dari semuanya.

Omaira bukanlah seorang pengecut. Benar memang dia akan menarik semua kata-kata sebelumnya bahwa dia siap dimadu. Tapi ketika ternyata suaminya yang bahkan justru kini menyetujui, dia tidak akan berputar untuk menariknya kembali.

Omai melangkah menjauh dari pintu kamar Tantri. Bermaksud untuk mengemas semua barang miliknya serta dokumen-dokumen pentingnya.

Bahwasanya memang hati tidak bisa dibohongi. Ikhlasnya hati tidak semudah bibir berucap.

Berbekal dengan sebuah koper miliknya serta semua dokumen lengkap ditangannya. Kini Omai berjalan menjauh. Dia benar-benar ingin memberikan ruang untuk suaminya. Membersamainya dengan wanita lain? Hatinya belum cukup kuat untuk melihat semuanya. Biarlah dia menjauh sementara hingga saatnya nanti tiba, hatinya telah menjadi sekuat baja. Melihat orang yang dicintainya berbagi cinta.

Sementara Ghulam masih bercakap dengan Tantri di dalam kamar. Tidak mengetahui apa yang kini dirasakan oleh kekasih hatinya.

"Maksud kamu? Kamu akan melakukan seperti yang Omai mau? Menikah dengan Diandra? Big No Ghulam." jawab Tantri.

"Bukan Bunda, Ghulam akan kembali ke Madinah bersama Omai tentunya. Ayah pasti bisa menyelesaikan semuanya. Semalam beliau mengatakan bahwa hari ini akan segera diselesaikan tanpa harus melibatkan Ghulam dan Omai, mengingat Omai sedang hamil." jawab Ghulam.

Sayangnya Omai telah berlalu tanpa tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh suaminya.

"Alhamdulillah. Maafkan Bunda ya, kalian jadi harus terseret karena masalah yang bunda buat." kata Tantri yang kemudian memeluk sang putra.

"Kami anak-anak kalian, tentu saja akan kami usahakan sekuat hati kami Bunda." jawab Ghulam.

"Sudah, sebaiknya kamu hubungi istrimu. Sudah lama juga, mungkin dia butuh kamu jemput." tutup Tantri akhirnya.

Tanpa menunggu lagi, Ghulam segera menuju kamarnya. Rencananya hanya mengambil kunci mobil untuk menjemput Omai di rumah ummanya sekaligus Ghulam juga berkunjung ke rumah mertua karena sejak mereka datang Ghulam belum bertandang ke rumah Rayya.

Namun ketika melihat pakaian yang seharusnya masih ada di dalam koper karena belum sempat di keluarkan berada di atas ranjang tidurnya sementara kopernya sudah raib dan yah dokumen Omai sudah tidak berada di tempatnya. Membuat hati Ghulam menjadi gundah gulana.

"Bunda, Omai_____", teriak Ghulam yang tidak bisa melanjutkan kata katanya.

"Kenapa Omai, kamu ada apa?" tanya Tantri sama kagetnya.

Belum sampai Ghulam menjawab. Seorang security yang bertugas untuk berjaga di rumah milik walikota. Menghampiri Ghulam dan Tantri yang panik.

"Maaf Ibu dan Mas Ghulam, tadi saya melihat ambak Omai keluar rumah sambil membawa koper dan menangis. Waktu saya tanya hendak kemana, hanya dijawab ke rumah Ummanya." lapor security yang bernama Parto.

"Terimakasih Pak Parto, Bunda Ghulam langsung ke rumah Umma." pamit Ghulam dengan terburu buru

"Hati hati kamu di jalan." pesan Tantri yang tentu saja di dengar Ghulam sambil berlari menjauh.

Sebenarnya tidak butuh waktu yang lama, rumah Tantri tidak terlalu jauh dengan rumah Rayya. Tetapi karena memang hati Ghulam yang sedang panik dan khawatir, maka perjalanan itu terasa jauh.

Tak ingin Omai kemana-mana, Ghulam menekan nomor telepon Rayya di gawainya sambil mengemudi.

"Assalamu'alaikum Umma. Omai disitu?"

"Waalaikumsalam. Loh, katanya dia harus balik ke Madinah hari ini. Ada panggilan dari kampus yang mengharuskan dia segera kembali. Waktu Umma tanya dia sudah mendapat izinmu." jawab Rayya.

"Maksud Umma? Kembali ke Madinah?" Ghulam masih belum bisa mencerna berita yang dia peroleh dari sang mertua mengenai istrinya.

'Ya Rabb, cobaan apalagi yang kau timpakan kepada kami? Mengapa begitu sulit untuk kami menggapai jalan bersama untuk bahagia?' Hati Ghulam benar-benar lepas kendali.

Otak dan tubuhnya tidak terkoneksi dengan baik. Sementara kakinya ingin menekan pedal gas dengan sekuat tenaga tapi otaknya wara wiri dengan pikiran yang sangat berkecamuk.

Hingga akhirnya, seperti hentakan besi dalam waktu yang begitu singkat. Saat lampu rem mobil yang ada tepat dihadapan mobil Ghulam menyala, tidak ada waktu lagi untuk menekan pedal rem Ghulam segera membanting setir ke kiri. Mobil yang dikendarai Ghulam menyisir tepi trotoar dan terjadilah,_________

Gubraaakkkk

Mobil yang dikemudikan Ghulam berhenti namun menabrak pohon hingga tubuhnya terjepit diantara kemudi dan jok. Airbag yang langsung mengembang sedikit mengurangi benturan di kepalanya. Darah segar mengalir di beberapa bagian tubuhnya. Sempat mengetahui jika dia mengalami kecelakaan namun hanya sesaat selanjutnya semua terasa gelap.

Raungan ambulance segera melarikan Ghulam ke rumah sakit umum untuk mendapatkan pertolongan. Melihat kondisi mobil yang ringsek bagian depan dengan ban pecah sebelah kanan mengambarkan betapa Ghulam mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

Kecelakaan tunggal dengan mobil posisi setengah miring. Karena sisi kiri mobil berada di trotoar sedang sisi kanannya di bahu jalan.

Tantri yang mendapati kabar bahwa putra sulungnya kecelakaan langsung bergegas ke rumah sakit.

"Lakukan yang terbaik untuk putra kami Dok." ucap Tantri kepada seorang dokter yang siap dengan pakaian operasi

"Mohon Ibu bantu dengan berdoa, semoga operasinya berjalan dengan lancar." kata dokter tersebut sebelum rekannya memanggil untuk segera melakukan tindakan.

'Ya Rabb, adakah ini balasan yang harus aku terima atas semua kesalahan yang telah aku perbuat dahulu? Timpakan semua kepadaku, jangan anak anakku ya Allah' Tantri berbicara dalam hati dengan air mata yang mengalir deras.

Informasi dari IGD yang dia peroleh bahwa anaknya mengalami beberapa cidera. Patah tulang di kaki dan bahu. Karenanya tindakan cito segera diambil sebagai pertolongan untuk pasien.

Sementara Tantri merasakan sedih karena musibah yang dialami Ghulam di sisi lain Omaira yang kini sedang berada di perjalan menuju bandara Juanda merasakan sesuatu yang tidak mengenakan hati.

'Aku telah salah, pergi tanpa izinmu Mas. Maafkan aku. Semoga Allah masih mempertemukan kita dengan kondisi yang lebih baik nanti' Omaira masih meneteskan air matanya.

Belum pernah sekalipun dia bertindak senekat ini. Hatinya yang rapuh harus segera disembuhkan dengan caranya sendiri.

"Aku mencintaimu Mas, Allah menyempurnakan cintaku dengan memilikimu. Aku yang harusnya malu kepadaNya. Apapun keputusanmu untuk kita aku yakin itu sudah menjadi ketentuanNya." lirih bibir Omai bergerak menyatakan kegundahan hatinya.

Bukankah cinta artinya jika kita begitu menghargai pasangan kita meski kadang dengan cara yang keliru. Bukankah cinta namanya ketika hati selalu bergetar hanya dengan tersebut namanya dalam ingatan.

Allah telah menentukan jalan, takdirmu takdirku jika masih bersatu. Kelak yakinlah bahwa apa yang pernah diperjuangkan tidak pernah ada kata sia-sia.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top