#24 | dan Cinta itu adalah _____

بسم الله الرحمن الرحيم

¤Marentin Niagara¤
-- Selamat Membaca --

Jangan kenali kebenaran berdasarkan individu-individu. Kenalilah kebenaran itu sendiri, otomatis kau akan kenal siapa di pihak yang benar
- Ali bin Abi Thalib

✍✍

Ujian dihadirkan Allah itu bukan untuk memperburuk suasana. Namun justru akan menambah iman kita, bagaimana kita tetap bersyukur diantara kepingan-kepingan harapan yang tengah terkoyak. Siapa yang tidak ingin bahagia? Siapa yang tidak ingin melihat segala sesuatunya sesuai dengan apa yang menjadi keinginan kita?

Sekali lagi hidup itu ujian. Kebahagiaan pun juga bagian dari sebuah ujian. Ujian, iya dari kebahagiaan itu akankah kita tetap selalu bersyukur atas semua yang Allah berikan. Seperti Qorun yang akhirnya kufur atas semua nikmat Allah, padahal Allah mengujinya dengan limpahan harta yang luar biasa.

Bukan masalah sedikit atau banyaknya. Tetapi bagaimana yang sedikit menjadi berkah atau yang banyak pun menjadi berkah untuk kita. Masih adakah yang seringkali mengingkari 2,5% dari yang kita punya terselip harta fakir miskin dan anak anak terlantar?

Tantri kembali menatap nanar adiknya. Semuanya jelas memang sabotase, tidak ada korsleting listrik. Tidak ada percikan api dari kompor dapur dan LPG. Garis kuning kini telah dipasang jelas oleh pihak kepolisian. Masyarakat yang tidak berkepentingan dilarang mendekat.

Yang Rayya tahu kini, ujian hidupnya ini bukan untuk kali pertama. Allah sengaja melimpahkan kembali supaya Rayya benar-benar berhati lurus. Tantri benar-benar tidak habis pikir. Sandiwaranya memang sudah dimulai, itu yang akhirnya menjadi pembatas untuknya tidak bisa mendekati sang adik dan mengulurkan bantuannya.

"Bunda sampai kapan seperti ini, kasihan dik Rayya loh." Kata Dafi saat mereka hanya berdua berada di rumah.

"Ayah saja ya yang bantuin Rayya, ini bunda juga tetap komunikasi lewat whatsapp. Kalau nanti terlalu dekat bisa gaswat Yah, bunda tidak bisa menangkap dalang dari semuanya. Tuduhannya mengacu ke satu orang kok, hanya saja belum ada bukti yang mengarah kesana jadi ya begitu. Kita harus bersabar." Jawab Tantri.

"Ayah juga semakin curiga Bun. Atau jangan-jangan orang orang yang tidak menyukai kita. Tapi mengapa harus keluarga orang lain. Mengapa mereka tidak langsung menyerang kita saja. Dik Farzan contohnya, ayah tidak habis pikir yang melakukan itu justru seorang yang paling dekat dengan ayah. Hanya karena selama ini ayah tidak bisa memberinya jabatan meski kami sudah dekat. Karena memang ayah tahu dia belum memiliki kapabilitas untuk menjabat itu." Kata Dafi akhirnya.

"Itu juga deh Yah untuk evaluasi kita, apa kita ini juga termasuk memaksakan kehendak? Bunda pernah mendengar cerita dari Ghulam dulu. Abu Bakar ash Shidiq itu justru mengucapkan istirjak dan menangis saat di atas pundaknya diamanahi menjadi seorang khalifah. Seorang Abu Bakar ash Shidiq setegas itu saja sampai menangis, menangis iya meneteskan air mata karena ditunjuk sebagai khalifah menggantikan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan kita sekarang justru malah berpacu untuk menjadi pemimpin. Rasa-rasanya memang ada yang salah dengan kita dan harus segera kita benahi. Berat Yah ternyata tanggung jawab sebagai Imaroh itu. Nantinya pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas semua yang kita pimpin. Sudah adilkah kita kepada semuanya, amanahkah kita atas tanggung jawab ini? Kok Bunda jadi merinding sekali ya Yah," kata Tantri.

Dafi mendengarkan ucapan istrinya dengan seksama. Dari awal pengajuannya kembali untuk menjadi orang nomer wahid di kota ini memang sudah ditentang oleh sang putra. Bukan ditentang namun lebih tepatnya Ghulam tidak ingin ikut campur lebih dalam. Dia memilih untuk memperdalam ilmu akhiratnya dibanding dengan ikut safari sang ayah ke mana-mana.

Ya itu memang buka passion Ghulam.

"Bunda hari ini ada janji dengan Silvi. Doakan ya Yah, semoga Bunda segera bisa membongkar semuanya." Pamit Tantri kepada suaminya.

"Iya Bun, kasihan dik Rayya juga kalau bunda terlalu lama bersandiwara."

🍒🍒

Akan banyak cerita setelahnya, entah itu menguntungkan atau justru menyesatkan. Allah tahu semua yang kita lakukan, percayalah.

"Hai Say, emang kamu lagi nggak repot? Kan butik adikmu sedang kena musibah. Kok kamu malah ke sini gimana ni sang kakak gaje." Sapa Silvi saat Tantri sudah berada di rumahnya.

"Alah, cuma gitu saja. Biarin sajalah toh juga sudah ada polisi. Ngapain akunya yang repot ya nggak si?" jawab Tantri benar-benar ingin mengambil hati Silvi kembali.

"Eh kamu beneran kembali menjadi Tantri yang aku kenal."

"Aku tidak pernah berubah Silvi. Kamu saja yang tidak mau percaya." Jawab Tantri dengan kesal.

Akhirnya dua wanita yang pernah berseteru itu kembali akur. Berbicara selayaknya dua sahabat yang terpisah jauh dan akhirnya bertemu kembali. Hingga pada akhirnya terkuaklah sedikit kebocoran. Tantri tahu benar sebagai seorang yang terapan ilmunya sama dengan Ghulam.

Nota dari sebuah apotik dari Surabaya.

"Say, ngapain ini kamu beli. Buat apa? Memangnya kamu hamil lagi??? Eh ini bukannya tanggal pas kita berangkat umroh kemarin ya?" tanya Tantri.

Secara langsung muka merah Silvi melihat Tantri yang memegang nota pembelian obat yang seharusnya dia buang.

"Nggaklah, hamil?? Siapa__Eh, anu itu sebenarnya untuk___"

"Lah ngapain juga kamu beli kapsul kosong, bukannya obat ini pil dan bisa langsung telan saja?" tentu saja Silvi gelagapan menjawab rentetan pertanyaan sahabatnya.

Dengan segera dia mengambil nota itu, tak lupa meremas kemudian membuangnya di tempat sampah. Namun sayang telat, Tantri telah terlebih dulu memotret dengan HP miliknya.

"Heh kamu kalau hamil bilang dong." Kata Tantri kemudian dan berpura-pura tersenyum kemudian memeluk sahabatnya.

"Kemarin memang aku pikir hamil karena telat, ya aku telat seminggu. Ternyata hanya telat biasa saja." Mengapa jawaban Silvi ini tidak masuk di akal ya.

Masih diingat dengan jelas oleh Tantri, tanggal berapa mereka bertemu di Bandara Juanda saat akan berangkat umroh. Bahkan mereka berada dalam satu pesawat yang sama.

Jamaah yang akan melaksanakan umroh itu lebih menginginkan untuk menunda haid dengan membawa pil sejenis primolutN. Mengapa ini justru membawa cytotec, aneh.

Diantara puluhan pertanyaan yang ada di benak Tantri tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh suara Diandra. "Loh Bunda di sini juga?" tanya Diandra yang terkejut melihat Tantri sedang bercengkerama dengan mamanya.

Ketiganya akhirnya terlibat dalam percakapan yang tentu saja membuat eneg Tantri hanya karena sandiwaranya harus terus berlangsung, mau tidak mau dia harus tetap menjaga semuanya. Sedikit lagi.

Suatu saat dimana semuanya sedang asyik dengan kegiatannya. Gawai Diandra bergetar. Ceroboh memang dengan tidak mengunci pesan yang masuk sehingga sebagian pesannya dapat terbaca manakala notifikasi pesan masuk ke gawainya.

'Urusan saya beres bos, ya kalau akhirnya hanya sebagian itu urusan Mbak bos_____'

Mata Tantri sedikit terbelalak, otaknya mendadak blank. Mungkinkah apa yang terpikir di dalam sana akan sama dengan kenyataan yang terjadi. 

Bukan Tantri namanya jika tidak bisa mengorek, sedikit dan akhirnya menjadi banyak. Bungkam hingga sukarela terjebak dalam rangkaian pengusutan yang terbalut dengan sesi wawancara tanpa daya. Keahlian Tantri yang tidak diketahui banyak orang.

Fix, semua dipastikan dan tentu saja Tantri langsung menggebrak meja yang ada di depannya.

"Jadi ini kelakuan kalian dibelakangku. Apa kalian nggak mikir kalian telah menghilangkan nyawa orang lain. Kalian benar-benar berotak kriminal." Amarah Tantri benar-benar tidak bisa teredam.

Silvi dan Diandra hanya terdiam cengo. Tak habis terpikir oleh mereka jika Tantri hanya bersandiwara di depannya.

"Jangan katakan kalau kebakaran butik Rayya adalah rekayasa kalian juga. Baik, aku tunggu deh kalian di pengadilan." Ancam Tantri sebelum beranjak meninggalkan semuanya.

"Hei, yang benar saja. Menuduh tanpa bukti sama saja boong. Bisa jadi loh kita naikkan juga pencemaran nama baik." tantang Silvi balik.

Tantri tidak menggubrisnya, baginya semua yang kriminal itu harus segera diluruskan. Dan bukan ranahnya lagi untuk mengadili keduanya.

"Aku masih pegang kartu truf kamu ya, ingat baik baik itu! Kamu maju, atau Dafi menceraikanmu!" ancam Silvi saat Tantri hendak menghilang dibalik pintu.

Apa pun itu Tantri sudah tidak peduli. Dulu dia memang pernah berbuat salah. Tapi demi Ghulam dan Omai, apa pun rela dia lakukan sekarang, bahkan jika pilihan terakhir Dafi akan meninggalkannya.

🍒🍒

"Sayang, hari ini free kan di kampus. Jalan jalan yuk?" Ghulam yang selalu ingin membuat wanitanya bahagia.

"Kemana?"

"Kemana pun kaki melangkah asal bersamamu, Cinta." Jawab Ghulam sambil menariknya ke dalam pelukan.

"Widih sejak kapan Mas Ghulam pandai menggombal?"

"Sejak tanpa sengaja aku membaca puisi cinta yang sengaja kau tulis untukku." Jawab Ghulam kemudian menarik travel bag dan memasukkan 2 stel pakaian untuknya dan juga milik sang istri.

Kelihatan sekali raut muka bingung di wajah Omai. Mengajak jalan, tanpa tujuan pula tetapi membawa alat perang lengkap. Sebenarnya ini pak suami mau ngajakin kemana yah.

Senyum sumringah Ghulam tak pernah luntur dari mukanya. Hari ini selepas sholat subuh memang Ghulam berencana untuk mengajak serta istrinya bertolak ke Riyadh untuk mengganti visanya di kedutaan Indonesia.

Sejak Omai keguguran, Ghulam telah memutuskan untuk bermukim di Madinah. Dua tiket pesawat telah dipersiapkan oleh Ghulam.

"Mas kita mau kemana? pakaian lengkap begitu?" tanya Omai akhirnya.

"Prince Mohammed bin Abdulaziz." Jawab Ghulam.

"Bandara? Mau kemana?" Omai masih juga tidak mengerti maksud suaminya.

"Istri nurut suami kan. Siapkan badan saja, kita keluar kota dan musti nginep di sana." Ajak Ghulam setelah semua siap.

"Paman?"

"Aku sudah izin Paman Hasan, dan tentu saja beliau mengizinkannya. Taxi sudah di depan ayo segera nanti ketinggalan pesawat, satu setengah jam lagi kita take off." Ghulam kembali menarik lengan istrinya.

Surprise sih surprise tapi kalau dadakan begini kan Omai jadi gagal fokus. Butuh air mineral?

Akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 1 jam 20 menit. King Khalid International Airport telah menantinya.

"Amr Aldamri, Al Safarat." Pinta Ghulam kepada driver taxi yang kini ditumpangi bersama istri.

Omai hanya menurut apa kata suami meski dalam hatinya menyimpan pertanyaan. Meski sudah 3 tahun berada di Madinah mungkin ini adalah kali kedua kakinya menginjak tanah Ibukota negara muslim ini.

Tiga puluh menit berlalu, Ghulam pun tidak ingin mengatakan mereka akan kemana. Namun ketika taxi berbelok memasuki area perkantoran. Ya, akhirnya baru dia paham suaminya akan melakukan apa.

"Mas Ghulam yakin?"

"Mas tidak ingin terjadi sesuatu lagi denganmu saat kita berjauhan. Menikah itu bukan untuk berjauhan. Harus ada yang mengalah diantara kita, kamu tidak mungkin kembali ke Indonesia sekarang. Tetapi aku cukup avaliable untuk membersamaimu di sini." Jawab Ghulam mantap.

"Mas__"

"Dunia bisa kita cari Sayang. Akhiratmu bersamaku, tidak ingin semakin dekat dengan surgamu, hmmmm?" tanya Ghulam setelah menitipkan travel bag mereka di receptionist depan.

Benar, semakin Omai dekat dengan Ghulam maka jaminan surganya akan semakin jelas terlihat.

"Tidak satu pun istri di dunia ini yang ingin berjauhan dengan separuh nyawanya." Kata Omai.

"For you, aku akan merubah visaku untuk bermukim disini sampai dengan kamu bisa kembali ke Indonesia." Jawab Ghulam menggenggam erat kedua tangan Omai.

Tidak ada yang rumit, semua diselesaikan dengan baik. Meski agak sedikit menunggu. Ghulam memang telah beberapa kali berkomunikasi dengan pihak KBRI dan memenuhi persyaratan penggantian visa secara online sehingga ketika wawancara di KBRI dia hanya melengkapi beberapa dokumen asli pendukung.

Hampir dua jam Ghulam melengkapi semua persyaratannya. Hingga akhirnya seorang petugas memberikan paspor dan visa dengan stempel baru. Mukimin.

"I love you too." Lirih ucap Omai tiba-tiba di telinga kanan Ghulam setelah semua selesai.

Ah, wanitanya ini benar-benar menguji sabarnya. Mengapa ungkapan kalimat itu terasa begitu mendesah di gendang telinganya. It was like the sound calling out his name at night and warmed the atmosphere between them.

"You know, I hear your voice like said faster, faster, ___" ucap Ghulam yang belum terselesaikan namun sudah mendapat cubitan dari Omai.

"I do love you, more than you ever know." Ghulam akhirnya menyelesaikan kalimatnya yang terakhir.

Dan, koper sekali lagi Omai mengernyitkan keningnya. Urusan visa telah clear, tapi mengapa justru Ghulam mengajaknya menginap bahkan untuk dua malam di Riyadh.

"Tidak bisakah kita langsung pulang ke Madinah sekarang?" tanya Omai.

"Masih ada urusan yang lebih penting daripada ini."

"Apa?"

"Ikuti aku saja."

Sebuah taxi yang kini mereka tumpangi membawanya salah satu gedung megah. Bukan gedung, semacam penginapan mewah. Owh, apakah suaminya ini mendapat undangan pesta di ballroom hotel bintang lima yang mereka pijak ini?

Tapi sekali lagi Omai memperhatikan outfit yang dia pakai juga Ghulam.

Casual dan sangat santai, tidak ada kesan glamour untuk pakaian ke pesta.

"Ada pesta Mas di sini? Temenmu? Pakaian kita?" tanya Omai dengan muka bingungnya.

"Ya ada pesta di sini."

"Aduh, mengapa mas Ghulam tidak mengatakan dari kemarin si kalau kita akan ke Riyadh ngurus visa dan menghadiri pesta. Aku bisa siapin OOTD untuk kita, masa iya pesta kita seperti ini? Pakaian yang Mas masukkan di travel bag tadi juga biasa saja, tidak ada glamournya." Cerocos Omai dengan kesal. Suaminya memang paling bisa membuat hatinya naik turun seperti roller coaster.

Ghulam tidak menanggapi protes dari Omai. Karena ini dia sedang fokus mengeluarkan beberapa identitas untuk melengkapi pemesanan yang telah dilakukan melalui aplikasi online.

"Ghurfat 4002 , Shahr easal saeid." Ucap reseptionist hotel tersebut yang membuat mata Omai membulat sempurna. -- Kamar 4002, Selamat berbulan madu --

"Mas katanya pesta__mengapa ke kamar bukannya di ballroom, pakaian kita aduh mas Ghulam? Mengapa receptionist itu justru mengucapkan selamat berbulan madu?" kalimat pertanyaan Omai yang beruntun membuat Ghulam tidak sabar untuk mengakhiri fase kepompongnya.

Akhirnya mau tidak mau Ghulam tersenyum kepada istrinya. Mengajaknya serta mengikuti seorang bellboy yang akan mengantarkan mereka sampai ke kamar.

"Iya, pestanya memang di kamar. Aku dan kamu saja, berdua. Jadi buat apa pakaian glamour. Bukankah kita tidak membutuhkan itu ketika sedang berpesta?" seringai usil Ghulam menghiasi wajah lugunya.

"Mas__"

"Mau surga kan?" pertanyaan macam apa itu yang dilontarkan Ghulam tentu saja Omai menganggukkan kepalanya. Surga guys siapa yang nggak ingin.

"Taat pada suami." Jawab Ghulam singkat.

"Maksudnya?"

"Dua hari lagi, inshaallah Ramadhan tiba. Aku tidak ingin berpuasa 2 bulan tanpa jeda ya, jadi dua hari ini taati perintah suami." Jawab Ghulam.

Otak, mengapa saat dibutuhkan harus terlalu lambat untuk mencerna kalimat Ghulam. Berpuasa 2 bulan tanpa jeda itu artinya? Aduh mengapa Omai gagal paham.

Ghulam tertawa lirih saat melihat Omai yang juga belum ngeh dengan kalimatnya yang memang diputar-putar.

"Dua hari menjelang ramadhan ini Masmu meminta hak, yang mana nanti jika ramadhan tiba hak tersebut tidak bisa diminta pada waktu siang hari Sayang. Kalau sampai itu terjadi, kita harus puasa 2 bulan tanpa jeda. Kamu mau?" jawab Ghulam akhirnya. Bukannya mendapat jawaban Omai justru berbalik badan dan menutup mukanya dengan kedua telapak tangan.

"Masih butuh pakaian glamour untuk pesta kita?" tanya Ghulam sambil memeluk wanita halalnya dari belakang.

"Mas, aku__"

"Tunaikan kewajibanmu dan bisakah kita mulai itu sekarang? sedari tadi dia sudah menjerit." Ucap Ghulam lagi lagi mendapat cubitan di perut ratanya.

Ah surga, taat suami. Pastilah, Omai akan mentaati untuk meraih surganya. Hatinya membuncah, daya hayalnya mulai berkelana liar. Surganya pasti akan dia raih bersama lelaki yang kini telah terhalalkan menjadi miliknya.

Ya, membayangkan apa yang akan terjadi selama dua hari kedepan membuat pipinya langsung merona hangat. Surganya terasa semakin dekat. Ah Ghulam Rafif Mufazzal, mencintainya adalah pilihan awal dan akhir untuk seorang Radhwah Omaira Medina.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top