#12 | Doa yang disatukan Langit

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebelum membaca author meminta maaf jika tulisan yang akan dibaca ini kurang berkenan atau tidak sepaham dengan pemikiran readers semuanya.

¤Marentin Niagara¤
-- Selamat Membaca --

Bersyukurlah, adakalanya yang sedikit lebih berkah daripada yang banyak - Ali bin Abi Thalib

✍✍

Lantas nikmat Tuhan yang mana lagi yang harus kita dustakan? Tidak satupun. Meninggal itu adalah kepastian, satu satunya kepastian yang wajib kita yakini dan harus kita persiapkan untuk menyongsong kedatangan Malaikat Izrail untuk menjemput kita menghadapNya.

Sedih ditinggal oleh orang yang sangat berarti pastilah iya jawabannya. Tidak ada yang menandingi kesedihan, manakala Allah menjadikan kita sebagai seorang anak yatim.

Tapi bukankah Allah juga akan memberikan kisah indah setelahnya jika kita bersabar?

Omai tidak tahu harus bagaimana, kejadian itu begitu cepat dan sulit untuk ditelaah bahkan dengan otak cerdasnya sekalipun.

Tanpa bertanya sejatinya Omai telah mengetahui siapa ikhwan yang dipilihkan Abi untuknya. Bagaimana tidak jika puisi yang dulu pernah dia tulis dan dia letakkan di buku yang pernah dipinjam ikhwan itu kemudian dia kirimkan kembali pada Omai melalui pesan whatsapp.

Dan mengapa baru kini Omai menyadari jika nomor telepon seluler ikhwan itu adalah kombinasi tanggal bulan dan tahun lahirnya? Sadar yang terlambat atau terlambat yang penuh berkah? Allahu Rabb yang mengetahui apa yang dibalik hati yang tersembunyi.

Ketika Omai telah menyelesaikan praktikum terakhirnya dan bersiap untuk kembali ke mahtab paman Hasannya. Tiba tiba gawai kotaknya bergetar. Satu pesan masuk di dalamnya.

From : Pasangan sesyurgaku
Assalamu'alaikum bidadari surgaku, 10 jam dari sekarang aku akan mendaratkan hatiku sepenuhnya untukmu bersama pesawat yang akan membawaku untuk menggapaimu. Sampai ketemu di Prince Mohammed bin Abdul Aziz international airport. Can't wait to see you soon, I do long for you.

Omai hanya tersenyum bahagia tanpa harus menjawabnya. Yang kini harus dia persiapkan adalah untuk menata hati menyambut pasangan sehidup sesurganya yang sudah dua setengah tahun ini tidak dia jumpai.

Jam yang melingkar di tangan kiri Omai masih menunjukkan pukul 12.30 waktu Madinah. Jadwal kegiatan terakhir Omai di kampus untuk semester ini telah selesai. Tinggal menunggu hasil akhir dan libur semester menunggu di depan mata.

Sebentar lagi adzan dhuhur, Omai harus segera bersiap karena Paman Hasannya juga telah memberikan informasi jika dia telah berada di tempat untuk menjemput Omai.

Sepuluh jam dari sekarang berarti selepas sholat isya' Omai baru akan menjemput pasangan sejiwanya.

"Bagaimana Omai, sudah ada pesan dari suamimu?"

"Alhamdulillah Paman, dia sudah berangkat. Inshaallah 10 jam lagi akan mendarat di Prince Mohammed bin Abdulaziz." Jawab Omai dengan muka tertunduk.

"Paman tidak sabar ingin mengenal suamimu lebih jauh. Bang Farzan tentu telah memilihkan yang terbaik untukmu." Kata Hasan.

"Inshaallah. Di saat terakhirnya, abi sungguh sangat mengerti kebutuhan Omai. Omai sangat bersyukur memiliki beliau dan menjadikan beliau sebagai bagian yang terpenting dalam kisah hidup Omai." Jawab Omai masih dalam pandangan tertunduknya.

"Kamu masih deg-degan? Belum mengenal dengannya? Wajar Omai, setelah ini kalian bisa saling mengenal dan terlebih bisa saling menghadirkan rasa cinta di tengah hubungan halal kalian." Nasihat Hasan.

"Omai memang deg-degan Paman. Hati Omai sungguh seperti terkena sengatan listrik ribuan volt. Tapi bukan karena belum mengenalnya."

"Lantas?"

"Justru karena Omai telah mengenalnya dengan baik."

"Maksudmu, kalian pacaran sebelumnya? Dosa Omai, astaghfirullah."

"Paman....tidak ada istilah pacaran dalam islam. Omai tahu itu, Omai tidak akan pernah sanggup jika karena Omai Abi jadi tertunda untuk bisa masuk ke surga dengan sikap dan akhlak Omai yang jauh dari apa yang disyariatkan oleh agama kita." Suara Omai meninggi manakala sang paman menuduhnya telah melakukan perbuatan yang sangat jauh dari norma norma Islamnya. Bahkan Abinya tidak pernah mengajarkan bahwa pacaran itu boleh dilakukan.

"Maaf, paman kira kalian_. Jadi?"

"Dia sepupu Omai, Paman. Ghulam Rafif Mufazzal namanya. Putra pertama dari kakaknya umma." Jelas Omai dengan pipi bersemu merah.

"Mashaallah. Allah begitu indah mengatur skenario hidup untuk kita. Bagaimana mungkin kita bisa berjauhan denganNya." Jawab Hasan dengan kagetnya. Mengetahui bahwa keponakannya kini berjodoh dengan saudara sepupunya sendiri.

Mobil yang mereka tumpangi telah terparkir manis di tempat parkir depan Masjidil Nabawi. Pintu 25 telah menyapa Omai untuk segera dia masuki.

"Paman sepertinya Omai ingin di sini sampai sholat isya selesai nanti. Omai ingin ke rawdhah dan menenangkan hati di sini."

"Jangan lupa berdoa, supaya Allah memberikan kelancaran dan keamanan dalam perjalanannya kemari." Pesan Hasan sebelum mereka berpisah.

Omai mengangguk kemudian berjalan menuju pintu masjid. Tak berselang lama adzan dhuhur berkumandang dengan merdunya. Ingat kisah Bilal? Sahabat nabi yang paling setia dan paling merdu suara adzannya? Masjid inilah yang menjadi saksi bisu persahabatan mereka.

Jika kalian berpikir bahwa setelah adzan akan terdengar nyanyian lagu-lagu islami atau doa-doa yang dilagukan. Kali ini jawabannya adalah salah. Di Saudi tidak akan pernah ditemui setelah adzan berkumandang kemudian mendendangkan lagu-lagu yang kata orang Indonesia nasyid atau apalah itu namanya. Beda budaya? Mungkin. Tapi itulah yang dicontohkan oleh nabi. Bahkan nabi sendiri yang melarang seseorang melakukan jual beli dan menyanyi di dalam masjid. Lantas apa yang bisa kita katakan untuk masjid yang masih membolehkan jamaahnya untuk melakukan itu, meski itu adalah doa-doa yang dilagukan, bukankah itu juga masih termasuk lagu untuk dinyanyikan? Wallahualam.

Rawdhah hari ini agak sepi dibanding hari-hari biasa, entahlah. Atau Allah sedang berpihak kepada Omai untuk memberinya kesempatan memunajahkan doa yang telah terangkum sedari dia membuka matanya.

'Allah, inikah jawabmu atas semua doaku? Jika Engkau bertanya seberapa bahagia? Tidak lebih sempurna jika Abi masih ada bersama kami di sini. Melihat kami berjalan dalam lingkup kehalalanMu. Namun Allah, aku pun sangat mengerti bahwa semua ini milikMu. Hatiku, cintaku bahkan hidupku pun milikMu. Semua aku kembalikan padaMu, jagakan dia untukku Allah. Jagakan abi untuk kami bisa menjumpainya kembali di surgaMu Rabb' air mata mengalir deras membasahi pipi Omaira.

Hari ini, Omai benar-benar puas melepas semua gemuruh yang ada di hati dan dadanya. Selepas sholat isya, Omai baru melangkahkan kaki meninggalkan masjid. Lima biji ruthob dan secangkir ghawa cukup untuk mengganjal perut Omai.

Tidak ada yang disebut kelaparan jika kita berada di dalam Masjidil Nabawi. Selain masyarakat disana selalu memakmurkan masjid dengan melaksanakan sholat wajib dan sholat sunnah disana, orang yang ingin bersedakah tidak kalah banyaknya. Bahkan karena saking banyaknya mereka harus mengumpulkan orang-orang yang mau memakan sedekahannya. Mashaallah, itukah tanda bahwa kiamat semakin dekat dengan kita?

Setelah Omai membersihkan badannya dan berganti pakaian. Kini, paman Hasan, bibi Farida, Haura dan Omai bersiap untuk menuju bandara internasional Pangeran Muhammed bin Abdulaziz.

Pukul 22.00 tepat mereka meluncur meninggalkan mahtab. Empat puluh lima menit untuk sampai di bandara itu. Omai sengaja membawa jaket double mengingat dia terlupa tidak memberitahukan Ghulam bahwa di Madinah masih berada di fase winter season.

Masih dengan perasaan bergemuruh dan deg-degan. Omai menghalau dengan bacaan istighfar.

"Sepertinya Omai sudah tidak sabar bertemu dengan belahan jiwanya, Umma." Haura memecah keheningan.

"Mungkin ya Dek. Soalnya dari kemarin dia diam saja. Umma jadi penasaran seganteng apa seorang yang menjadi pasangan halal Omai ini." Ujar Farida sambil mengedipkan mata kepada Haura.

"Kalian berdua ini, sudah jangan digoda terus. Nanti yang ada Omainya tambah grogi bertemu suaminya. Tapi benar kata bibimu O, orangnya seganteng apa ya?" tanya Hasan yang semakin membuat pipi Omai tambah merona.

Masih dengan senyum simpulnya Omai menjawab lirih, "Ganteng atau enggak tidak masalah Paman, yang penting hatinya selalu bersih dan jujur."

Semua tersenyum membenarkan ucapan Omai. Sesuatu yang berlebihan itu tidak akan baik untuk kita. Sedikit tetapi berkah lebih baik daripada banyak namun banyak juga kemudharatannya.

Di terminal kedatangan, kini Omai memeluk jaket tebal yang dipersiapkan untuk suaminya. Telinganya mendengar bahwa pesawat yang di tumpangi oleh suaminya telah mendarat 15 menit yang telah lalu. Namun sejauh matanya memandang kini yang terlihat hanyalah orang orang berseragam batik yang kemungkinan besar adalah para jamaah umroh dari berbagai negara yang mendarat terlebih dulu di Madinah.

Tubuh Omai tergetar mengimbangi sapuan angin dingin yang berhembus. Paman, bibi dan adik sepupunya telah lama duduk di kursi yang berada di ruang tunggu kedatangan.

Omai masih berdiri menunggu di depan pintu kedatangan sampai pada akhirnya kakinya kesemutan dan membuatnya mengalah untuk meninggalkan tempat dimana dia berdiri sebelumnya.

Baru tiga langkah dia berjalan suara bass yang selalu dia rindukan, yang selalu dia sebut namanya dalam setiap munajahnya, yang selalu dia ingini untuk bersanding bersama bersuara dengan lantangnya.

"Jadi, tersebab serpih rusukku ada padamu, sejauh apa pun engkau berlari untuk menghindar dan menjauhiku. Saat lauhul mahfudz terguncang dengan rintihanku kepada bumi yang ia langitkan sampai ke genggamanNya. Semesta memiliki jutaan cara untuk membuatmu kembali padaku dan menyatukan kita dalam kisah yang halal."

Kakinya terasa berat untuk melangkah bahkan hanya memutar tubuhnya dia hampir tidak memiliki tenaga. Tak kuasa air mata Omai luruh mendengar ungkapan perasaan dari pasangan halalnya itu. Tangan kanannya terangkat untuk menyeka buliran bening dari sudut mata sebelum dia berbalik dan menatap suaminya.

'Allah, buat aku jatuh cinta paling dalam kepadaMu hingga akhirnya pada saat aku jatuh cinta yang sesungguhnya kepada suamiku, tidak ada alasan yang lain kecuali karenaMu' doa Omai dalam hati sebelum membalikkan tubuh dan menerima ikhwan di depannya itu dengan sepenuh jiwa dan raganya.

"Allahuakbar." Lirih pekik suara Ghulam disaat yang bersamaan Omai membalikkan tubuhnya.

Ingin hati rasanya Ghulam memeluk dan merengkuh wanitanya dalam dekapan hangat menyatukan semua energi yang mereka miliki. Meluruhkan semua rasa yang telah terpendam selama sekian tahun bersama. Namun yang terjadi, Omai hanya kaku berdiri dengan tetesan air mata yang semakin lama semakin deras mengalir.

Hasan, Farida dan Haura yang menyaksikan pertemuan kedua keponakannya itu pun tak kuasa menahan air mata haru.

Dengan langkah pasti, Ghulam mendekati Omai kemudian menggenggam tangannya. Pertama kali, ya untuk yang pertama kali mereka saling berpegangan.

Tidak ada yang bisa diucapkan. Mata dan hati mereka telah berbicara banyak. Hingga udara tak sanggup mencerna apa yang mereka rasakan saat ini. Tangan kanan Ghulam meraih dagu Omai dan berkata, "Boleh aku memelukmu? Udara disini sangatlah dingin dibandingkan di Indonesia."

Tidak ada jawaban dari bibir Omai, namun kedua tangannya terentang untuk menerima pelukan pertama dari suaminya tercinta.

🍒🍒

Baru 3 jam mata Ghulam terpejam, badannya juga masih sangat penat. Perjalanan panjang yang memakan waktu tidak kurang dari 10 jam itu membuat pinggangnya meminta jatah untuk direbahkan lebih lama.

Namun tangan Omai mengguncang pelan bahunya.

"Mas, sudah adzan pertama. Waktunya kita menunaikan sholat malam. Mas Ghulam di mahtab atau ikut kami ke Masjidil Nabawi sampai subuh nanti?" kata Omai setelah melihat mata Ghulam mengerjap dan terbuka.

"Boleh aku meminta satu untuk hari ini Dek?" pinta Ghulam tak kalah lembutnya dari suara Omai ketika dia sudah terduduk di pinggir petidurannya.

"Tidak hanya satu, sebanyak apa pun yang Mas minta, Omai siap memenuhi. Bukankah surgaku sekarang telah berpindah kepadamu? Titahmu adalah kewajibanku Mas, katakanlah." Jawab Omai dengan kepala tertunduk.

"Izinkan aku untuk menjadi imam sholat subuhmu hari ini. Bisa?"

"Subhanallah Mas, kalau hanya itu mengapa harus izin kepadaku? Lakukanlah jika itu baik untuk kita. Kalau begitu Omai bilang paman kalau kita akan sholat di rumah. Mas siap-siap ya, thoub dan gutra untuk sholat sudah Omai siapkan di nakas." Kata Omai kemudian bergegas keluar dari kamarnya untuk memberitahukan pamannya supaya tidak menunggu karena dia akan melaksanakan jamaah sholat subuh pertamanya di rumah bersama suami.

"Cie cie, so sweet Omai ah, jadi pengen segera dihalalin." Racau Haura ketika Omai selesai berbicara.

"Masih kecil juga kamu Dek." Larang Farida kepada anak bontotnya.

Omai hanya tersenyum mendengar gurauan adik sepupunya. Se so sweet itukah sekarang hidup Omai dengan Ghulam yang berada disisinya.

Adzan subuh telah berkumandang, sebelumnya Omai telah melaksanakan sholat sunnah qobliyah 2 rakaat. Siapa yang ingin menolak dari hal yang lebih baik dari dunia dan seisinya?

Kali ini Ghulam berdiri di depan Omai. Ya, jika makmum hanya satu perempuan itu harus dibelakang imam lurus.*

"Allahuakbar."

Kedua tangan Ghulam terangkat sempurna disamping kanan dan kiri telinga telapak tangan menghadap ke depan.

"Alhamdulillahirrobil'alamiin. Arrohmanirrohiim. Maalikiyaumiddiin.____waladdhoooolliin," bacaan surrah Alfatihah terbaca nyaring dengan murottal yang begitu indah. Tanpa kata bismillah diawal secara nyaring.*

"Qulhuwwallahuahad. Allahusshomaad. Lam yalid walam yuulaad. Walam yaaqullahukhufuwan akhaad", Ghulam membacakan surrah al ikhlas. Surrah favorit Omai masih tanpa bismillah nyaring di depannya.

Kemudian rukuk dan dilanjutkan gerakan sholat yang lainnya secara runtut dan tumakninah. Hingga akhirnya salam mengakhiri sholat subuh mereka.

Dhikir dan doa Omai panjatkan kehadirat Illahi Rabbnya. Tanpa terasa kini kedua tangannya menangkup seluruh muka dan kata aamiin mengakhirnya seluruh doa doanya.

"Dek?"

"Iya Mas?"

"Boleh mas tanya sesuatu?"

"Apa itu, jika aku bisa menjawab pasti akan aku berikan jawabannya. Jika aku belum bisa menjawab, nanti akan aku tanyakan kepada yang lebih mengerti dari apa jawaban atas pertanyaan Mas Ghulam." Jawab Omai .

"Apakah puisi yang terselip di buku Fatimah az Zahra dulu itu kamu tulis untukku?" tanya Ghulam pelan tapi membuat Omai menunduk dan raut mukanya berubah seketika.

"Maaf." Hanya sebuah kata yang keluar dari bibir mungil Omai dan bersamaan dengan luruhnya tetesan air matanya.

"Loh kok jadi menangis, maaf jika kata kataku menyakiti hatimu." Tangan Ghulam akhirnya menarik Omai kedalam pelukannya.

Tak kuasa melihat wanitanya menangis karena pertanyaannya yang mungkin sangat menyinggung perasaan Omai. Ghulam mendaratkan ciuman pertamanya di ubun-ubun kepala Omai yang masih sempurna tertutup jilbab.

"Maaf jika Mas Ghulam tersinggung dengan puisi yang Omai buat. Wallahi, bukan maksud Omai untuk menyak_"

"Justru aku sangat bahagia, dengarkanlah sekarang aku mau jujur kepadamu. Sebelum aku menikahimu di depan abi, umma, ayah, Ali dan semuanya, aku telah benar-benar mencintai seseorang."

Deg .... Deg .... Deg. Hati Omai seperti genderang yang ditabuh ketika perang akan dimulai.

"Dan aku berpikir jika orang itu juga mencintaiku dengan porsi yang sama. Sama menjaganya dalam kediamannya."

"Subhanallah, Mas. Lantas mengapa ketika abi meminta Mas Ghulam untuk menikahi Omai Mas iyakan. Bukankah Mas bisa menikahi orang yang mas Ghulam cintai itu?" air mata Omai semakin deras mengalir. Hatinya serasa remuk sekarang.

"Karena aku bahagia memenuhinya."

"Maksud mas Ghulam?"

"Orang yang aku cintai itu adalah wanita yang ceroboh menuliskan isi hatinya dan telah tersampai kepadaku ketika abinya meminjamkan bukunya untuk aku baca."

"Mashaallah itu artinya?"

"Uhibbuki fillah, zawjati. Allah telah menyatukan doa-doa kita kedalam takdirnya yang indah. Teruslah bersamaku, di sisiku, mengingatkanku saat aku salah. Meredam semua emosiku dan menjadi sandaranku saat lelahku memenuhi tanggungjawabku." Ucap Ghulam sambil memegang kedua jemari tangan Omai.

"Mas aku_"

"Aku telah memenuhi janjiku. Cinta itu akan terucap setelah halal dan kini aku telah menghalalkanmu menjadi milikku. Aku telah berjanji kepada abi dan umma di hadapan Allah untuk menjadi imam yang baik untukmu dan anak-anak kita kelak. Mendekatlah, izinkanlah aku untuk membacakan doa barokah untukmu." Tangan kanan Ghulam menyentuh ubun-ubun Omai dan kemudian berdoa 'Bismillahirohmanirrohiim. Allaahumma innii as-aluka khayraha wa khayra maa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi. Allaahumma baarik lii fii ahlii wa baarik li-ahlii fiyya'

Omai mengaminkan semua doa yang telah dipanjatkan oleh Ghulam. Berharap di dalam hatinya bahwa pernikahannya bersama Ghulam mendapatkan ridho dari Allahu Rabb. Barokah perjalanannya dunia wal akhirat.

"Kita belum sholat sunnah 2 rakaat setelah ijab qobul Mas." Tanya Omai kepada Ghulam.

"Nanti sebelum kita berangkat ke Masjidil Nabawi untuk sholat dhuha kita laksanakan sholat sunnah itu. Sekarang bukan waktu yang tepat. Karena Allah melaknat siapapun yang melaksanakan sholat ketika matahari terbit dan tenggelam, itu artinya sholat yang dilaksanakan setelah sholat subuh dan setelah sholat ashar." Jawab Ghulam dengan muka lembutnya

"Baiklah, sekarang Mas Ghulam istirahat dulu Omai akan siapkan sarapan untuk kita semua." Kata Omai melipat sajadah yang dipakai untuk sholatnya.

"Jangan." Rengek Ghulam.

Hanya isyarat mata yang ditampakkan oleh Omai kepada suaminya.

"Titah suami adalah kewajibanmu bukan? Kamu harus di sini menemaniku istirahat dan ceritakanlah semua yang terjadi denganmu selama kamu menjauhiku." Pinta Ghulam.

Omai mau tidak mau akhirnya duduk di pinggir petiduran dan Ghulam memilih untuk meletakkan kepalanya di atas pangkuan wanita yang kini telah halal menjadi miliknya. Semua Omai ceritakan secara ringkas termasuk pertemuan pertamanya dengan Fawwaz Adzhani.

🍒🍒

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama

Jazakhumullah khair

Noted :

Nah untuk kalimat yang ada bintang bintangnya keterangan ada di bawah yaaaaaa 😍😍😍

*) pertama
jangan salah ya, karena kita perempuan terus berdiri dibelakang disamping kiri imam? Tidak ada tuntunan seperti itu 😊😊

Sebaik baiknya shaf laki laki adalah yang paling depan dan sebaik baiknya shaf wanita adalah paling belakang. Jadi, kita kita hendak sholat berjamaah dengan laki laki dan wanita dalam satu tempat sebaiknya laki laki membuat shaf dari depan kemudian kebelakang tetapi wanita diisi shaf yang paling belakang baru ke depan 👌👌 *baru tahu????

Jangan lupa untuk merapatkan kaki karena jika menciptakan celah adalah tempatnya syaiton dan Allah tidak menyukai itu. Bagaimana jika menggunakan sajadah. Jika bentangan sajadah itu terlalu lebar tidak diperkenankan untuk memakainya seorangan sehingga tercipta celah dikanan dan kirinya. Pakailah sajadah itu secara bersamaan sesungguhnya Allah menyukai kesederhanaan dan ketidaksombongan 😊😊

*) kedua
Mengapa setiap bacaan sholat yang dinyaringkan tanpa ucapan bismillah disetiap awal surrahnya? (Cek youtube sholat di masjidil nabawi atau di masjidil haram untuk lebih jelas visualnya) -- bismillah tetap dibaca namun dengan sirri atau tidak diperdengarkan --

Jika ada yang berargumen bahwa itu hanyalah cara. Kita boleh kok berpendapat beda, ulama juga ada yang membolehkannya. Silakan ya yang bilang seperti itu. Tetapi buat saya secara pribadi, sesuatu yang kita lakukan terutama tentang ibadah tanpa contoh dari nabi adalah bid'ah, sesuatu yang dilebihkan atau sesuatu yang diada-adakan itu neraka balasannya. Subhanallah

Berdasarkan hadits dari 'Aisyah, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membuka shalatnya dengan takbir lalu membaca alhamdulillahi robbil 'alamin." (HR. Muslim no. 498).

Juga dalil lainnya adalah hadits Anas, di mana ia berkata,

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ )

"Aku pernah shalat bersama Rasulullah saw, juga bersama Abu Bakr, Umar dan Utsman, aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka membaca 'bismillahir rahmanir rahiim'." (HR. Muslim no. 399).

Kalau perlu mari kita semua saling meningatkan sang Imam, jangan mau keliru karena kita belum memperoleh ilmu ya ✌✌

Islam itu hanya ada 2 titik kuncinya AlQuran dan AlHadist. Semua aturan sudah jelas termaktub disana. Tinggal kita mau atau tidak. Jangan mau jika dibilang 'saya biasa saja kok kalau beribadah' --- hellowww, itu adalah amalan kita menuju surga, jangan dibuat biasa saja, buat yang luar biasa dengan beribadah sesuai dengan yang ditulis dalam AlQuran jangan dikurangi dan jangan dilebihkan tanpa contoh dari nabi Muhammad saw.

Salam Syiar
😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top