9
"Lepaskan lenganku, kau sudah jadi suami adikku! Aku sudah mengira bahwa kau tak cinta adikku, kau hanya ingin kembali dekat denganku, ingat dalam beberapa hari lagi aku akan menjadi istri orang lain!" Kasih menekan suaranya sekecil mungkin agar adiknya yang baru saja sampai di rumah setelah diijinkan oleh dokter untuk kembali ke rumah, tidak mendengar apa yang ia katakan.
Agra menatap wajah Kasih dengan gurat wajah memelas.
"Aku masih sangat mencintaimu Kasih, sangat, kau tak memberiku kesempatan."
"Setelah semua yang kau lakukan? Tidak!"
Kasih menarik lengannya dengan keras dan berlalu dari depan kamar adiknya. Wajah Kasih terlihat geram, Kasih merasa jika Agra telah melecehkan dirinya dan adiknya secara bersamaan. Setelah sah menjadi suami adiknya ternyata laki-laki itu masih berani mengatakan cinta padanya.
"Ada apa Kasih? Mengapa kamu terlihat marah?" Dahlia memegang lengan Kasih tepat di lengan yang tadi juga dipegang oleh Agra. Dahlia yang berdiri di depan kamarnya merasa bahwa sesuatu telah terjadi pada anak sulungnya.
"Nggak papa Ma, paling hanya lelah saja."
"Maaf jika kau merasa tak nyaman karena ada Agra di sini, tapi tadi mama juga bilang pada Arya nanti setelah kalian menikah mama ingin kalian juga di sini, kamu dan Arya di lantai atas, Nada dan suaminya biar di bawah sama mama juga karena kamar kami meski agak jauh tapi memudahkan jika ada sesuatu yang terjadi pada Nada, toh tidak akan saling mengganggu."
Kasih menggeleng dengan keras, ia tak mau Agra akan semakin mempersulit jalan hidupnya.
"Nggak Ma, aku akan ke luar dari rumah ini, ikut bersama Arya, dia sudah mempersiapkan sebuah rumah, sudah lama dia punya rumah itu makanya setelah kami menikah maka Arya ingin agar aku ikut dia."
"Tapi Arya mau saat aku bilang kalian harus tinggal di sini setelah kalian menikah, mama hanya tak ingin saat Nada sakit mama bingung sendiri, kau kan tahu Agra sibuk, kalau ada kau dan Arya kan ada tempat untuk berembuk, apalagi Arya seorang dokter."
"Mama ngerti nggak sih? Sekarang saja aku jadi serba nggak enak, apalagi nanti ditambah ada Arya aku hanya tidak mau rumah tanggaku jadi tak nyaman karena laki-laki itu."
Dahlia menarik Kasih ke dalam pelukannya.
"Bantu mama Kasih, mama terus terang sering ketakutan saat napas Nada seolah tinggal menghitung waktu, kalau mama sedang sendiri mama tidak membayangkan bingungnya."
Kasih hanya diam, ia pejamkan matanya dan bimbang dengan keadaan yang pasti akan membuatnya tak nyaman.
.
.
.
"Tumben kamu jemput aku?"
Kasih menatap jalanan yang malam itu tak begitu ramai, mereka menyusuri jalan menuju rumah Kasih dengan mobil Arya.
"Ya karena semua kerjaan selesai dan gak ada salahnya kan menjemput calon istri? Suntuk amat wajah kamu, kita cari makan lagi ya?"
Kasih menggeleng, rasanya ia sangat kenyang sejak mamanya mengatakan harus tinggal di rumah besar itu setelah menikah, melihat laki-laki itu lagi, laki-laki yang terus akan ia ingat bagaimana dengan mudah mengabaikan semua ucapannya dan saat kejadian yang ia takutkan terjadi tetap tak mau mengakui sebagai kesalahannya.
"Mengapa kamu mengiyakan saat mama menyuruh kita tinggal di rumah setelah menikah?"
Terdengar helaan napas Arya.
"Coba aja kamu pikir, mamamu saat itu menangis, memegang lenganku dengan tatapan memohon, apa iya aku tega bilang tidak, apalagi mamamu mengaitkan kondisi Nada dengan profesiku, jadi aku iyakan saja permintaan mamamu, malah aku ingin menunjukkan pada laki-laki itu nanti saat aku tinggal di sana, bagaimana aku bersyukur punya istri kamu dan dia menyesal telah membiarkan kamu pergi, kalau boleh minta malah aku ingin kamarnya berdekatan, biar kalau malam pertama suara-suara kita bisa dia dengar."
Kasih memukul lengan Arya, wajahnya memerah seketika.
"Aku bicara serius Arya, kamu selalu ngajak gurau kalau aku serius."
"Sayaaang, biar kamu nggak semakin stres, ingat loh ya malam pertama rileks jangan tegang biar ngga sakit, ngga usah terlalu serius ok."
"Ih maunya."
"Loh ya mau dong, kan kalo sudah sah kamu jadi milik aku dan aku boleh ngapa-ngapain kamu, termasuk bikin kamu lelah karena keenakan."
Kasih diam saja, tapi ia menahan tawa sebisa mungkin, bagaimana mungkin laki-laki yang tidak lama dia kenal bisa dengan santai berbicara apa saja, selama ini Kasih selalu serius jika membahas hal apapun, baru dengan Arya ia merasa nyaman dan hidup seolah tanpa beban.
"Nggak usah semua kamu pikir Kasih, seberat apapun pasti ada penyelesaian, bahkan saat tersulit pun usahakan berpikir jernih agar semua terlihat nyaman."
"Yah makasih sudah membuat aku nyaman."
"He eh, nanti malam pertama akan semakin aku bikin kamu nyaman dan ketagihan."
"Ih terniat!"
"Iya dong, sudah aku niatin bener-bener sejak kamu mengangguk mau aku nikahi."
Akhirnya keduanya tertawa dan mobil Arya berhenti di sebuah rumah makan.
.
.
.
Agra mencium kening Nada saat ia akan berangkat ke kantor. Ia melihat binar bahagia di wajah pucat Nada meski pagi itu ia kembali melihat air mata di pelupuk mata istrinya.
"Maafkan aku, aku belum bisa melaksanakan kewajibanku sebagai seorang istri."
Agra hanya tersenyum, ia berusaha tersenyum setulus mungkin meski ia tahu nantinya hanya akan menjadi seringai tak enak.
"Nggak usah mikir aneh-aneh, makan teratur, obatnya jangan lupa."
"Kaaak, aku ..." Dan Agra kembali duduk di dekat Nada yang terbaring.
"Sssttttt, sudahlah."
"Aku minta maaf kalau pernikahan kita jadi kayak gini, aku minta maaf kalau mungkin selamanya kakak tidak akan ..."
"Aku tahu Nada, dokter sudah mengatakan itu, tak apa."
"Tapi kakak laki-laki normal, menikah pasti ingin ..."
"Sudahlah."
"Nggak, Kaaak, nggak, nanti kalo aku sudah mendingan ..."
"Nggak! Aku nggak mau menanggung resiko, jantungmu, udah ya aku mau berangkat ke kantor."
Sekali lagi Agra mencium kening Nada dan ke luar kamar. Di depan kamar yang ia tempati bersama Nada terlihat kelebat Kasih yang juga akan berangkat menuju kantor. Agra mempercepat langkah dan di garasi ia bertemu Kasih dengan dandanan elegan dan sekali lagi jantung Agra jadi tidak baik-baik saja.
"Kau cantik Kasih."
"Simpan pujianmu untuk adikku."
Dan saat akan masuk ke mobilnya lagi-lagi Agra menahan lengan Kasih. Kasih menarik kasar lengannya.
"Benar-benar laki-laki tak punya malu, istrimu itu adikku! Ingat itu! Jangan lecehkan kami secara bersamaan."
"Aku tak ada cara menolak keinginan mamamu, terus terang aku berniat akan menggagalkan pertunangan dengan Nada sampai akhirnya mamamu tahu jika aku laki-laki masa lalumu dan beliau setengah memaksa aku harus menikahi adikmu, aku menerima karena berharap kita bisa terus bertemu dan kita bisa mengulang kisah lalu kita."
"Silakan terus berhalusinasi, berkhayal atau entah apa, aku bukan wanita sakit jiwa yang terus berharap pada laki-laki sakit mental macam kamu!"
Dan Kasih masuk ke mobilnya, menutup pintu dengan keras dan melajukan mobil melewati Agra yang terus menatapnya. Sementara Dahlia yang mengikuti langkah Agra menuju garasi hanya bisa menahan nyeri hatinya menerima kenyataan jika cinta anak bungsunya yang tak akan pernah terbalas.
💔💔💔
11 Maret 2022 (05.09)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top