8


Pagi itu hari yang paling mengharukan bagi Dahlia, saat putri bungsunya menikah di kamar perawatan rumah sakit, dengan wajah pucat namun mata berbinar bahagia. Acara sederhana itu berlangsung lancar, pihak Agra hanya ada ada ibu dan saudara perempuan Agra, sedang dari pihak Nada ada Dahlia mamanya, Kasih, dokter Arya juga tampak beberapa sanak saudara yang menjadi wali untuk Nada, pihak KUA segera meninggalkan ruangan yang terasa sempit karena ada beberapa orang begitu selesai menikahkan kedua mempelai.

"Terima kasih Nak Agra, sudah bersedia menikahi anak saya." Suara Dahlia terdengar bergetar. Agra hanya bisa mengangguk. Sedang mama Agra terlihat mengembuskan napas berat.

"Sebenarnya saya sebagai mamanya Agra kaget, karena baru saja bertunangan dan saya lihat hubungan mereka masih belum menuju ujung kok tiba-tiba harus menikah, bukan saya merasa sebagai pihak yang dirugikan bukan tapi akan lebih baik hubungan keduanya dimantapkan dulu, tapi ya sudahlah semua sudah berlangsung, semoga ada kebaikan pada keduanya, maaf saya ijin meninggalkan tempat ini duluan."

Mama dan saudara Agra segera meninggalkan ruangan itu, diikuti oleh beberapa kerabat dari pihak keluarga Kasih dan Nada yang masih tersisa di ruangan itu.

"Mamamu nggak setuju kita nikah Kak?"

Suara lirih Nada menghentak kesadaran Agra bahwa ia telah terikat pernikahan dengan Nada, Agra menggeleng pelan dan mengusap pelan jemari Nada.

"Bukan begitu, mamaku hanya kaget saja karena proses yang terlalu cepat."

"Tidak ada yang perlu di tunda lagi toh kalian sudah siap sejak dulu, bahkan setelah ini Kasih dan Nak Arya akan menyusul menikah, kakakmu juga akan segera menikah Nada."

Agra seketika menatap mata Kasih rasanya tak mungkin Kasih akan menikah dengan laki-laki yang Agra yakin tak akan bisa dicintai oleh Kasih, ia tahu betul bagaimana Kasih sangat mencintainya.

Sedang mata Nada tiba-tiba saja mengabur, ia bahagia untuk kakaknya.

"Betul Kak?"

Kasih dan Arya mengangguk bersamaan, Arya merengkuh bahu Kasih.

"Mohon doanya semoga dilancarkan dan dimudahkan, sepuluh hari dari hari ini in shaa Allah kami akan melangsungkan akad nikah dan pesta pernikahan, tidak mewah tapi setidaknya akan ada kenang-kenangan bagi kami seumur hidup."

Geraham Agra mengeras, rasanya tak mungkin semua ini terjadi, ia masih berharap Kasih akan kembali padanya. Arya melihat semua perubahan wajah Agra, ia tahu jika Agra masih sangat mencintai Kasih begitu juga sebaliknya.

"Cepat sehat Nada, cepat beri mama cucu." Kasih menatap adiknya yang tiba-tiba saja menitikkan air mata.

"Kak Kasih bahagia kan lihat aku bahagia?"

"Pasti, pasti Nada, kamu adikku satu-satunya apapun akan aku lakukan asal kamu bahagia."

"Iya tapi ..."

"Nggak usah mikir macam-macam, usahakan kesembuhanmu." Kasih menoleh pada mamanya.

"Ma, maaf aku tinggal duluan ya, mau ngurus persiapan pernikahan kami, aku udah janjian sama mamanya Arya, mau ke tempat WO yang mau urus pernikahan aku."

Dahlia mengangguk bahagia, meski ia tahu putrinya belum bisa melupakan sakit hatinya pada Agra, ia yakin laki-laki sebaik Arya akan bisa membuat Kasih bahagia.

.
.
.

Mira kaget saat melihat Karen yang ternyata duduk di ruang tamu, ia hanya tak mengira jika tamu yang datang tak diundang adalah Karen yang duduk bersama seorang anak kira-kira berusia enam tahunan, anak perempuan yang manis dengan rambut tergerai sebahu, kaos dan celana senada berwarna pink. Sekilas wajah anak itu mirip Agra dan hati Mira berdetak keras apalagi ia ingat cerita Agra, Karen sengaja menjebaknya hingga mereka ketahuan tidur bersama di apartemen Agra.

"Oh kamu tamunya, aku pikir siapa, ada apa ke sini?"

"Tante duduk aja dulu."

"Terserah aku, ini rumahku." Mira menatap tanpa senyum pada Karen.

"Maaf aku banyak urusan, persingkat saja, apa maumu, lalu pulanglah."

"Mungkin bisa agak diperlenbut nada bicara Tante karena aku membawa darah dan daging yang akan selamanya menjadi bagian dari keluarga ini."

Mira tersenyum mengejek.

"Sejak Agra bercerita padaku tentang kebodohannya di apartemennya tujuh tahun lalu, aku sudah menduga akan ada bagian drama seperti ini, aku tak kaget dan aku tak ketakutan, biasa saja, ini sebuah kebodohan hingga hadir anak tak berdosa, lalu maumu apa? Minta pengakuan? Agra sudah menikah kemarin dengan adik dari wanita yang telah kau sakiti, jadi tak ada peluang bagimu untuk masuk dalam kehidupannya."

Karen terlihat kaget, lalu ia berusaha menguasai diri. Meski hatinya hancur, tapi ia tak mau begitu saja menyerah.

"Kau akan menemui istrinya dan mengatakan itu anak Agra? Nggak akan ngaruh bagi mereka, kau tak punya bukti apa-apa, kau tak punya alat yang kuat untuk mengikat Agra."

"Saya bisa mengajukan tes DNA."

"Lalu siapa yang akan aku paksa untuk membuktikan hasil tes itu? Agra? Dia akan sulit kau temui karena setelah menikah ia tinggal bersama keluarga itu."

"Tapi ini darah daging Agra, saya bersumpah Tante."

"Oh, tidak ada sumbangan laki-laki lain misalnya, siapa yang tidak tahu kamu? Hanya laki-laki yang punya pikiran sama seperti kamu yang mau tidur sama kamu, pulanglah, aku tak mau ucapanku jadi semakin tak benar."

"Ini cucu Tante."

"Jika kau merasa itu bagian dari darahku, tinggalkan dia di sini, akan aku didik dengan benar, tak akan aku jerumuskan dia seperti ibumu yang membiarkanmu tidak benar sejak smp pindah dari satu laki-laki ke laki-laki lain."

Karen bangkit dengan wajah marah, ia sangat tak suka jika hidupnya dikaitkan dengan profesi mamanya di masa lalu, ia raih tangan mungil itu dan tanpa pamit ia ke luar rumah orang tua Agra. Mira memandang punggung itu menjauh. Ingatannya kembali pada masa beberapa tahun silam saat mama Karen berusaha menggoda almarhum suaminya dan Mira menyelidiki siapa wanita itu hingga akhirnya ia tahu kisah kelam dibaliknya. Mira bersyukur suaminya tak sampai terhanyut, hanya semua kenangan tak enak itu akan selamanya ia ingat.

Selang setengah jam Mira kembali dikagetkan oleh kehadiran Agra. Dengan wajah kusut tiba-tiba saja Agra memeluknya, mau tak mau Mira mengusap punggung lebar itu, lalu dengan suara serak menahan tangis suara Agra terdengar lirih.

"Aku nggak tahu Ma, aku nggak tahu harus gimana, mungkin ini semua hal yang harus aku terima karena dulu tak begitu serius pada Kasih yang mati-matian menjaga agar hubungan kami serius, kini aku harus selamanya berada di tempat yang tak aku mengerti, sedang hati dan cintaku hanya untuk Kasih."

Mira melepaskan pelukannya ia usap wajah lelah Agra.

"Mama hanya nggak ngerti sama kamu, kok bisa kamu mau menerima permintaan keluarga itu untuk segera menikahi Nada? Dia sakit parah Agra, lalu apa yang kamu harap dari pernikahanmu? Saat kamu tak merasakan apapun pada Nada, bahkan mungkin selamanya kehidupan rumah tanggamu tak akan sama dengan yang lain."

💔💔💔

8 Maret 2022 (09.48)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top