2
Kasih berusaha menelan makanannya meski terasa bagai tulang tajam yang terus menggerus kerongkongannya. Mata laki-laki di depannya sesekali bagai mengunci dirinya, ia berusaha abai, meski tadi sempat bersalaman tapi ia hanya menatap sekilas lalu duduk, dan malangnya lagi laki-laki itu memilih duduk tepat di depannya.
"Kamu kenapa Kasih? Masih lelah ya? Maaf jika mama memaksamu turun dan bergabung bersama kami." Dahlia mengusap lengan Kasih. Kasih hanya menggeleng pelan dan kembali menikmati makanan yang ada di depannya meski ia telah kehilangan selera sejak awal makanan itu masuk ke mulutnya.
"Kakak kalo masih capek nggak papa istirahat saja, jangan merasa nggak enak, kami nggak papa kok, apa lagi ini Kak Agra, santai aja dia Kak pembawaannya, iya kan Kak?"
Agra hanya menarik sedikit sudut bibirnya, tapi mata kelamnya menyusuri wajah wanita yang sangat ia rindukan yang kini duduk di depannya.
"Iya aku selesaikan makan ini dulu Nada, aku ingin menemani papa lagi."
Kasih mendesah pelan, baginya tatapan mata Agra tetap seperti dulu, tetap membuatnya selalu tak berdaya, tapi sejak hari laknat itu ia sudah memutuskan tak ingin kembali berenang dalam kelam mata yang dulu sempat membiusnya hingga tak menyisakan cinta lagi untuk yang lain.
Kasih meraih tisu lalu mengusap pelan bibirnya, ia bangkit menatap mamanya.
"Aku ke papa lagi ya Ma?"
"Iya Sayang silakan, aku yakin papamu juga selalu ingin kau berada di dekatnya."
Lalu kasih menoleh pada Nada.
"Aku tinggal dulu."
Kasih mendorong pelan kursi dan berbalik menuju kamar papanya tanpa menoleh pada Agra yang masih berharap mata dingin itu menyapa lagi padanya.
Kasih melangkah cepat dan saat berada di depan kamar papanya, ia memegang dadanya, merintih pelan dengan menahan air mata sebisanya.
"Ternyata aku masih mencintaimu Agra, tapi tidak akan ada lagi kisah kita, tidak akan pernah ada, sekali kau berkhianat maka selamanya kisah kelam itu tak akan hilang dari ingatanku, kau selalu berdalih tak ada apa-apa antara kau dan rekan kerjamu yang sejak awal menatap tak suka ke arahku, dan hari itu Tuhan menolongku jika kau memang tak cukup baik untuk aku."
Kasih mengusap air mata yang hendak tumpah dan pelan-pelan membuka pintu kamar papanya, ia melihat laki-laki yang dulu gagah itu terbaring lemah, ia berjanji akan melanjutkan semua yang telah papanya raih, ia tak akan mengecewakan keinginan papa dan mamanya. Akan ia buktikan jika ia mampu melakukan yang terbaik untuk perusahaan papanya.
Kasih duduk diam-diam, ia hanya mengamati laki-laki tak berdaya itu yang kini terlihat tidur sangat lelap. Tapi Kasih melihat tak ada tanda-tanda pergerakan pada dada dan tangan yang entah mengapa terlihat bersedekap di atas perut yang kini diam tak bergerak, Kasih melangkah cepat, ia dekatkan telunjuknya ke hidung papanya. Karena panik Kasih berlari ke arah pintu hingga membuatnya tak sengaja membentur tubuh seseorang bertubuh jangkung, dengan tatanan rambut rapi dengan alis tebal dan mata kecoklatan, ia juga kaget hingga tak sengaja menahan tubuh Kasih yang hendak jatuh hingga tas yang ia bawa tergeletak di kakinya.
"Aku dokter Arya, hari ini akan memeriksa kesehatan Pak Sungkono karena ..."
Kasih menggeleng keras dan berurai air mata.
"Papa ... Papa kayaknya."
Dan Arya bergegas menuju ke arah laki-laki yang kini tidur dengan tenang, segala cara ia lakukan hingga akhirnya ia menoleh menatap Kasih yang tegang menunggu Arya.
"Ikhlaskan Bapak yang ..."
Dan semuanya menjadi gelap bagi kasih.
.
.
.
Tanah pekuburan masih memerah, bunga bertabur asri nan harum. Kasih masih terus menangis meratapi penyesalannya yang hanya bertemu satu hari dengan papanya. Laki-laki yang banyak mengajarkan kebaikan, kerja keras, kesetiaan dan bakti pada orang. Kasih merasa telah gagal menjadi anak tertua, ia tak sempat memperlihatkan apa yang akan ia lakukan pada perusahaan papanya.
"Kak, kita pulang."
Suara Nada membuat Kasih tersadar jika ia telah ditunggu lama oleh Nada, ia menoleh ke belakang, ada mamanya yang ternyata lebih tegar darinya meski matanya juga sembab lalu dokter Arya yang berdiri tak jauh dari mamanya bersama seorang wanita paruh baya, entah siapa, lalu tatapannya segera ia alihkan saat tahu mata itu menatap khawatir padanya, Agra, ia tak ingin laki-laki itu menaruh belas kasihan padanya. Tak ada lagi tempat, tak ada lagi hati yang akan ia letakkan padanya meski nyala cinta masih berkobar.
Perlahan Kasih berdiri, ia usap sekali lagi nisan papanya dan berbisik pelan.
"Kasih pulang dulu Pa, besok Kasih akan kembali lagi."
Dan langkah mereka bersama, pelan menuju mobil yang tak begitu jauh. Lalu saat akan sampai di mobil Kasih melihat mamanya yang bersalam dengan wanita paruh baya tadi, yang Kasih yakin adalah mama dokter Arya karena mereka naik ke mobil yang sama lalu pelan tapi pasti bergerak pelan.
"Naiklah Kasih, dan segera beristirahat, kau tak tidur sama sekali semalaman." Suara lembut mamanya seolah sangat jauh dan lagi-lagi Kasih merasakan gelap yang amat sangat.
.
.
.
Pelan-pelan Kasih membuka mata, yang ia lihat pertama adalah wajah Arya. Laki-laki itu sedikit tersenyum.
"Istirahatlah dulu, tubuh dan pikiranmu tak bisa kau paksa untuk kuat, maaf beraku-kamu, biar nggak kaku aja."
"Ini di mana?" Lirih suara Kasih.
"Di klinik."
Kasih hanya bergumam pelan, ia paham jika mama dan Nada tak di sini, ia yakin keduanya pasti sangat lelah.
"Tadi mamamu ikut ke sini, juga adikmu, tapi aku sarankan mereka pulang, aku lihat mereka sangat lelah, jadi biar nggak tumbang semua, aku sarankan mereka pulang."
Seolah Arya tahu apa yang ada di pikiran Kasih.
"Istirahatlah, nanti aku ke sini lagi, maaf, kamu Kasih kan?"
Kasih hanya mengangguk pelan, ia memejamkan matanya lagi.
"Aku Arya, dokter papamu, menggantikan papaku yang sudah meninggal."
Dan Kasih membuka mata lagi, ia menoleh, ia hanya tahu dokter Purnomo saja, tak tahu anak dan istrinya karena hubungan papanya dengan laki-laki ramah yang ternyata juga telah meninggal itu tak lebih dari hubungan dokter dan pasien.
"Ada apa?"
Kasih menggeleng lagi lalu menutup matanya lagi.
"Yang aku tahu dulu hanya sekali Dokter Purnomo membawa anaknya yang gendut saat aku SMP."
"Ya itu aku, udah nggak usah buka mata lagi, kan kita memang baru kenal, anggap aja kamu baru tahu aku."
Lalu terdengar langkah mendekat terburu-buru.
"Biar saya yang menjaga dia Dok."
Suara itu sukses membuat Kasih membuka mata dan berusaha bangkit hingga tanpa sadar Arya memegang bahu Kasih.
"Kamu masih lemah, berkali-kali kamu pingsan, tidurlah."
"Kau ke luar dari sini, aku cukup kuat tanpa dijaga siapapun!"
Dan langkah Agra terhenti, ia terlihat memelas dan khawatir.
"Pergi! Aku tak berharap kau di sini!"
💔💔💔
27 Februari 2022 (08.20)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top