1
Kasih menatap rumah megah dihadapannya, menghela napas berkali-kali lalu memejamkan matanya, ada tumpahan emosi yang tiba-tiba membuncah tanpa ia minta. Tujuh tahun ia menghilang dan kini ia harus kembali ke rumah, tempat ternyaman yang tak ingin ia singgahi sejak peristiwa menyakitkan itu. Tak ada kenangan buruk dari rumah ini hanya ia terlalu takut berondongan pertanyaan dari kedua orang tuanya akan membuka luka lama yang tak ingin ia ingat lagi, hingga membentuk dirinya menjadi wanita dingin yang gila kerja.
"Eh Non Kasih, saya buka pagarnya Non, ya Allah nggak nyangka Non Kasih pulang dan makin cantik aja, kurusan lagi."
Kasih berusaha tersenyum pada laki-laki yang setia pada keluarganya sejak ia masih kecil.
.
.
.
"Kasih."
Suara lemah papanya menyadarkan Kasih yang tertegun di depan kamar besar dengan semua ornamen warna putih.
Langkah ragu di awal dan semakin membentuk sesal saat wajah tirus papanya kini hadir di hadapannya. Lalu pelukan hangat yang sangat ia rindukan kini membuatnya tenggelam dalam samudera rasa yang Kasih sendiri tak mengerti mengapa tiba-tiba kelebat laki-laki itu muncul lagi.
"Papa kangen Kasih, tujuh tahun Kasih memilih menjauh dan tinggal di Singapura sana, tak mau bertemu kami lagi, sampai papa sempat berpikir kami punya salah yang tak kami ketahui."
"Kesehatan papamu terus semakin turun sejak kamu memilih menjauh Kasih."
Suara mamanya di belakang punggungnya menyadarkan Kasih lalu mengurai pelukan dan menatap mata lelah papanya.
"Meski kau tak mengatakannya pada kami, kami tahu kau memilih menghilang saat kau akan mengenalkan laki-laki pilihanmu, tapi entah ada kejadian apa hingga kau memilih menghilang tanpa sempat mengenalkan pada kami, terus terang kami di sini siap dan menunggumu dengan acara makan malam, tapi jika itu gagal tak masalah anakku, hidup ini tidak akan berhenti hanya karena masalah seperti itu."
Wajah Kasih kembali berubah tanpa ekspresi.
"Aku bersedia kembali ke rumah ini tapi dengan catatan tidak ingin mengungkit masalah itu lagi Pa, aku tak mau memikirkan laki-laki, ingin terus bekerja dan bekerja, sudah itu saja."
"Maaf, bukan papa ingin mengungkit masalah itu lagi tapi setidaknya kau punya kami anakku, memilih menghilang tidak akan menyelesaikan sakitmu, iya kan?"
"Tapi setidaknya aku tetap hidup tanpa harus sakit jiwa Papa."
"Kasih, istirahat dulu Nak, kamarmu sudah mama siapkan, biar Bi Nuning yang membantumu di kamar."
"Nggak usah Ma, aku mau membereskan sendiri baju-baju yang aku bawa, Nada mana?"
"Aaah yaaaa, adikmu masih ke luar, mungkin sebentar lagi dia akan pulang."
"Dengan siapa dia ke luar? Tumben? Biasanya Mama nggak pernah mengijinkan Nada ke luar rumah tanpa pengawalan."
"Dia punya seseorang sekarang, meski aku tahu sepertinya laki-laki itu hanya kasihan pada adikmu yang sakit, penyakit jantung yang ia derita sejak bayi membuat badannya semakin ringkih, tapi ia bahagia dan hampir tak pernah terlihat sedih meski mama tahu ia sering kesulitan bernapas."
"Syukurlah, Ma jika ada laki-laki yang mengerti kondisinya, sudah lama mereka kenal?"
"Emmmm mungkin kisaran enam bulan ini mereka dekat, kenal juga tidak sengaja, kata adikmu sih saat bersama-sama dengan teman-temannya di sebuah cafe, sering ke cafe itu, laki-laki itu pemilik cafe, dan akhirnya kenalan, ya beberapa orang yang kenalan tapi kok ya nyantolnya sama adik kamu, mungkin dia memang dikirim Tuhan untuk menjaga adikmu, dia sudah tahu kamu lewat foto keluarga di depan itu dan dia juga sangat antusias menunggu kamu, ikut menyiapkan makanan untuk kamu, coba itu yang di meja itu semua pacar adik kamu yang nyiapkan, hanya ya ketinggalan kuenya, makanya ke luar lagi."
Kasih hanya mengangguk, ia ikut bersyukur jika ada laki-laki yang tulus mencintai adiknya karena yang ia tahu sejak dulu hampir tak ada laki-laki yang mau serius dengan adiknya saat tahu adiknya punya penyakit jantung bawaan, berbadan ringkih, wajah tirusnya sering terlihat lelah dan selalu tergantung pada obat dari dokter.
"Baiklah, aku ke kamar dulu Ma."
"Ya, istirahatlah dulu, mandi, ganti baju, lepaskan semua bebanmu, kami semua sayang kamu, dan mulai detik ini kita berhenti membahas masa lalumu, mama dan papa tak tahu siapa laki-laki itu, yang pasti mama yakin laki-laki seperti itu tak layak jadi pendamping anak Mama, yang cantik, cerdas, hampir tak ada cela di dirimu Nak, hanya laki-laki tak tahu bersyukur jika sampai melukaimu."
Sekali lagi Kasih mengangguk, ia meninggalkan mamanya, naik menuju kamarnya dan menikmati setiap langkah kakinya di rumah yang telah membesarkannya hingga datang badai besar itu dan ia memilih meninggalkan kenyaman keluarga selama tujuh tahun.
Sesampainya di kamar, ia mengedarkan pandangan, sedikit rasa nyeri terasa lagi saat di sudut kamar ia melihat lukisan dirinya, lukisan hasil karya laki-laki itu, kakinya bergerak cepat, meraih lukisan itu dan saat akan ia campakkan ke keranjang sampah, sejenak ia ragu lalu memilih meletakkan lukisan itu di bawah ranjangnya.
Kasih memilih berendam di bathtub setelah membuka seluruh bajunya dan memejamkan mata agak lama saat lilin aroma terapi mulai terasa pada indera penciumannya.
Air matanya meleleh tanpa ia minta, Agra, nama itu tiba-tiba berdengung di telinganya.
Ternyata aku belum mampu melupakanmu, kebersamaan kita terlalu manis hingga tak sadar jika kau telah meracuni hatiku.
Dan waktu berlalu cepat tanpa Kasih sadari hingga ketukan berulang mamanya ia dengar.
"Sayaaang, kamu baik-baik saja kan? Mama tunggu di bawah ya kita makan bareng, Nada dan calon tunangannya nunggu kamu."
"Iya Maaaa bentar, setengah jam lagi."
"Jangan lama-lama dong."
"Iya Ma."
Kasih mengusap air matanya dan mulai membasuh tubuhnya dengan sabun.
.
.
.
Kasih menatap wajahnya di pantulan cermin, rambut lebat legam lurus melewati bahu hingga ke punggungnya, tampilan Kasih yang berbeda, lebih dewasa, riasan tipis di wajahnya tak mengurangi kecantikannya, alis tebalnya ia rapikan lalu membenahi blouse selutut berwarna peach dengan bunga-bunga kecil. Paling tidak ia tak membuat adiknya malu karena punya kakak yang tak juga menikah di usianya yang ke tiga puluh dua. Ia pandangi sekali lagi wajahnya.
Ah cukup, kamu nggak akan malu Nada punya kakak berusia kritis, masih ada sisa-sisa kecantikan di masa lalu.
Lalu Kasih turun menuju ruang makan, ia bisa mendengar derai tawa ceria Nada, juga sesekali sahutan ibunya yang menyilakan calon tunangan Nada untuk mencicipi makanan meski ia tahu itu semua disiapkan oleh Nada dan kekasihnya.
Dan ...
"Kak Kasiiih Ya Allaaaah cantik bangeeet lama nggak jumpa jadi kayak bidadari, eh ayo turun sini masa masih berdiri aja di sana? Pasti kaget kan lihat aku yang makin tinggal tulang hahahah ... ayo Kaaak turun ini aku kenalin sama calon tunangan aku, Kak Agra, Agraneima."
Dan mata Kasih terkunci pada satu tatapan mata yang telah menghancurkan hidupnya tujuh tahun lalu.
5 Februari 2022 (17.19)
Alhamdulillah bisa selesai meski hipertensi menyerang tiba-tiba, semoga dengan menulis bisa jadi self healing 💗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top