42. Jujur

Menceritakan sedikit permasalahannya melewati babak penyisihan, sejujurnya membuat Karin agak khawatir temannya tidak mengerti terkait tuntutan yang sejauh 3 semester ini ia rasakan. Melebihi itu, bagi Karin urusan tersebut tidaklah perlu dibincangkan. Tingkat urgensinya nol besar. Namun, di luar dugaan, bukannya meremehkan kewajiban siapa yang menduduki juara pertama, Rania dan Namira malah bersikap suportif ikut bersimpati atas beban yang terletak di pundak Karin.

Selama ini, Rania dan Namira tidak mengerti kenapa Karin ambisius sekali mengejar peringkat. Tetapi, melalui pemaparan singkat sebelumnya, kini mereka jadi memaklumi kadar iri hati Karin terhadap Alfa yang dahulu sering dibicarakan. Di samping itu, Namira secara khusus meminta maaf kepada Karin lantaran telah menuduhnya tidak peduli di saat Rania sedang kesusahan. Kenyataannya, padahal Karin pun tengah mengalami kesulitan yang serupa.

Tentu, Karin menerima pemohonan itu turut berbalasan tak memungkiri ia pula berlaku mengabaikan—walau sebenarnya tidak disengaja. Demikian, mereka bertiga lantas saling berpelukan mengasihi perkara yang muncul di kehidupan masing-masing.

Topik percakapan banyak berputar di kisaran Rania dan Namira yang mengomentari bahwa permintaan mamah Karin sejatinya bernilai memaksakan. Adapun, Karin membantah halus menjelaskan mamahnya itu bermaksud peduli.

Namira yang juga diberi hukuman berupa penyitaan barang apabila tidak mencapai target per semester kemudian menyorot perbandingan kental mana dorongan yang masih berkategori sehat dan sebaliknya bersifat meracuni. Sayangnya, mau seheboh apa pun Namira mengutarakan pendapat, pola pikir Karin yang sepanjang waktu sudah terbentuk dari kecil tak semudah itu untuk dipengaruhi.

"Gue dan Nyokap selalu buat target berdasarkan kesepakatan bersama, Rin. Kira-kira gue sanggup naik berapa ranking? Achievable nggak? Andai belum tergapai di satu kesempatan itu, ya, nggak apa-apa. Kartu atm yang diambil juga bukan sumber kebutuhan pokok gue melainkan hadiah tambahan yang sebetulnya Nyokap kasih semisal gue berhasil sesuai ekspektasi, sih. Jadi, kalau gagal gue nggak merasa dirugikan mengenai apa pun. Di sisi lain, gue sadar diri untuk berterima kasih ke Nyokap dengan memenuhi permintaan itu. Lo paham, 'kan? Timbal baliknya bagaimana?"

Merespons tanggapan, Karin menghela napas lelah. Sesungguhnya, ia tidak ingin membahas percakapan ini sama sekali. Menurut Karin, ia tidak berhak mengoreksi strategi mamahnya perihal mendidik kemampuan. "Ya, tapi semua orang tua punya caranya masing-masing, 'kan? Dan Nyokap sukses, kok, bikin gue melampaui potensi maksimal gue. Barangkali, kerasnya tuntutan Nyokap adalah kunci kenapa gue terus termotivasi untuk berkembang sampai sekarang."

"Well, if you say so." Namira mengedikkan bahu. Ia tak mengomentari lagi jika Karin memang menilainya seperti itu. Mungkin, ia terlalu mencampuri.

"Anyway, Ra. Udah ada kabar dari Zaki tentang proses hukumannya?" Beralih ke seorang teman yang memiliki masalah paling besar di ruangan ini, Karin penasaran kasus Rania telah ditindak sejauh mana.

Mengangguk pelan—kini terlihat lebih tenang, Rania menunjukkan sekian pesan Zaki yang sebagian menyuruhnya tak perlu merasa khawatir.

Usai Alfa menyerahkan seluruh bukti yang ia dapat kepada Zaki, pacar Rania tersebut segera membawanya ke pihak yang berwenang melindungi kemaslahatan siswa-siswi. Sehubungan itu, Rania banyak bercerita tentang aksi heroik Zaki yang langsung mengatasi konflik dengan cekatan dan dewasa. Ternyata, keberadaan Zaki yang tak ditemukan di area sekolah saat Alfa menciptakan keributan, adalah karena ia masih menemani Rania di rumah sebelum berangkat ke lingkup terkait.

Berdasarkan itu, Karin pikir wajarlah Rania amat menyayangi Zaki. Dangkalnya implementasi cinta remaja yang sempat Karin utarakan waktu lalu, mungkin tak seburuk yang ia kira.

"Untungnya, dia cuma ambil foto daily activites lo aja, Ra. Nggak yang aneh-aneh."

"Sumpah! Itu yang bikin gue paling was-was seharian ini, Nam! Gue bersyukur banget stalker-nya nggak se-creepy itu."

"Lo berdua nggak ajak gue main, sih, pas kemarin. Kalau gue ada di sana, bakal gue kejar sampai ketangkap, tuh! Semuanya kelar di tkp. Bukannya malah lari," ujar Karin menyeletuk.

Awal kenapa isu ini pada akhirnya bisa muncul ke permukaan, sejatinya berpangkal dari kepulangan agenda menongkrong Rania dan Namira di sebuah kedai kopi yang populer dikunjungi kalangan remaja. Di perjalanan—tak jauh meninggalkan titik lokasi, Namira merasa ada yang membuntuti sebab beberapa kali mendengar suara jepretan kamera mengikuti setiap langkahnya. Namun, kurang yakin benar atau tidak lantaran suasana yang melingkupi sekitar terbilang cukup ramai, Namira kesulitan mendapat petunjuk selain intuisinya yang berkata ia harus segera pergi bersama Rania. Jadilah, menggandeng tangan teman dekatnya, Namira buru-buru kabur mencari taksi di persimpangan lalu lintas utama.

Nahas, sehari setelahnya, dugaan Namira yang tak terkonfirmasi itu malah berwujud nyata menimbang Rania memperoleh berita menyeramkan dari teman SMP-nya dahulu yang bernama Ratu, bahwa ada seorang laki-laki di SMA Aksara yang diam-diam menyimpan setumpuk gambar dirinya. Mengusut peristiwa bersangkutan, potret tersebut ironisnya malah diambil oleh siswa Bina Bangsa yang rusak adabnya sanggup dibayar uang.

"Hey, don't blame us? It's not that we don't want to invite you. Lo aja yang sibuk lomba di kota sebelah," sahut Namira menyindir sembari terkekeh kecil. Seketika, matanya membulat lebar mengingat topik yang semula ingin sekali ia bicarakan. "Tapi, ngomong-ngomong lo, kok, bisa tenangin Alfa, sih, Rin? Padahal kelas si culprit diamuk parah, 'kan, sama dia?"

"Hah? Alfa? Dia habis apa memang?"

"What? You didn't know, Ra?" Namira menjengitkan alis. "Zaki nggak cerita ke lo, ya? Pagi tadi, Alfa pakai cara super ekstrem buat sudutin, tuh, anak kurang ajar! Kabarnya, semua junior di ruangan itu langsung tegang gila sampai selesai jam pelajaran pertama."

"Shoot! That's a mess!" seru Rania menghebohkan suasana. "But I guess, I'd still need to thank him for his help, right?"

"Of course, you do! Dan ke Karin juga karena dia yang berhasil menghentikan kekacauan itu," ucap Namira melingak ke kanan. "So, Karin, tell us the story. Gue penasaran, deh, sejak kapan lo punya pengaruh besar terhadap Alfa?"

Mendapati dua pasang mata tengah melucuti keterkejutannya, Karin menghela napas panjang tak tahu ingin menjelaskannya bagaimana. Berkat perdebatan singkat setelah Karin lugas memarahi laki-laki itu, jaraknya dengan Alfa sedikit merenggang berjudul 'Alfa mendiamkan Karin secara sepihak'.

Sejujurnya, Karin tidak berniat melukai laki-laki itu lewat kalimatnya yang mungkin berkesan tajam menyakiti. Sebaliknya, Karin hanya kebingungan mencerna rumitnya personalisasi seorang Keith Farez Alfansa yang sulit untuk dipahami. Pikiran Karin sesungguhnya sedang tidak jernih mengevaluasi tanggapan. Buktinya, sekarang Karin masih tidak mengetahui spesifiknya kata apa yang mengakibatkan Alfa seolah-olah sangat kecewa kepadanya. Di luar itu, Alfa bahkan enggan membalas pesan Karin yang biasanya direspons cepat per hitungan menit. Karin dilema.

"What I'm going to say is something that literally I haven't told anyone about. So, when it comes out, I want you guys to promise me to keep this a secret, okay?"

Mendengar intonasi bernada serius tersebut, Namira dan Rania sontak saling bertukar pandang mengangguk pasti kemudian merapatkan posisinya menghampiri Karin.

Walau kamar Rania notabenenya berhawa sejuk dan tenang, anehnya Karin tetap merasa deg-degan hendak membuka rahasia seputar kisah percintaannya. Membayangkan macam-macam reaksi yang mungkin keluar dari mulut atau gestur kedua temannya itu, mendadak wajah Karin memerah padam malu mengungkapkan bahwa ia terpikat oleh seorang laki-laki yang dahulu begitu dibencinya. Namun—tanpa dipungkiri, seluruh rangkaian perlombaan ini memang banyak memercik resonansi janggal ketika Karin berada di dekat Alfa.

Sehingga rampung membohongi diri, Karin pun mengakui demikian adanya, "God, how can i say this? Back then in competition, a lot of things happened between us. Seperti yang lo berdua tahu, gue udah nggak bermusuhan lagi sama dia. The truth isthe more i got to know him, the more I realize that he's not just an irritating boy rather he's actually kinda cute but sensitive in person. Gue tau ini tiba-tiba banget. Tapi, gue suka sama Alfansa, Ra, Nam. Dia memperhatikan gue lebih dari yang gue butuhkan."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top