FOTOSINTESIS ASA - 3/5
BAB III "Awal mula pohon itu muncul"
Belum tentu yang kita lihat itu semua kebenarannya, nak. Bisa jadi yang kita anggap benar belum tentu benar di mata orang lain. Mungkin saja pohon-pohon itu hanya halusinasi kamu saja. Pohon-pohon itu sebenarnya tidak ada, nak.
***
[Surabaya, Masa SD Abidzar]
"Abi, ayo cepat. Nanti kita nggak kebagian shaf depan loh ya," teriak Salman ketika melihat temannya itu berjalan dengan lambat.
"Iya bentar, ini sandalku mau copot," Abi menjawab dengan berusaha memakai kembali sandalnya yang lepas secara cepat.
Abi heran dengan temannya itu, sukanya berjajar di shaf terdepan. Padahal mereka datang sendiri tanpa pantauan ayah mereka. Berbeda dengan Abi yang sebenarnya menginginkan berada di shaf belakang bersama anak-anak yang lain. Tapi nanti Salman ngambek kalau nggak dituruti keinginannya. Abi juga yang repot.
Sebenarnya kalau boleh jujur Abi sudah merasa bosan jika harus shalat tarawih terus. Mana sholatnya nggak berhenti-berhenti lagi. Dia kalau berada di belakang kan bisa nggak ikut sholat sekali dua kali, lah ini harus di depan. Meskipun dia masih kecil, tapi melihat Salman yang sholat terus dia jadi terpaksa ikutan sholat terus tanpa berhenti.
Salman terobsesi dengan hadiah yang akan diberikan bu Nadya, wali kelas mereka, apabila ada yang sholat tarawihnya full, minimal sudah ikut 15 hari. Selain hadiah, Salman juga takut dengan hukuman yang diberikan bu Nadya, yakni menghafalkan juz 30.
Selama pondok ramadhan, Nadya memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk meminta tanda tangan imam shalat tarawih minimal 15 hari tarawih. Ada hukuman dan hadiahnya sehingga tugas itu hukumnya menjadi wajib.
Salman tergiur dengan hadiahnya dan dia paling benci jika harus disuruh hafalan. Otaknya terlalu kecil untuk menampung berbagai macam hafalan. Maka dari itu dia menyeret Abi untuk ikut terawih dengannya. Abi sendiri sebenarnya tidak masalah jika nantinya harus dihukum ataupun tidak mendapatkan hadiah. Karena dia sudah terbiasa menghafalkan juz 30. Itu semua karena Salman, mau tidak mau Abu harus mengikuti apapun yang dilakukan olehnya.
"Terimakasih, pak Ustadz," Abi berkata sembari menerima bukunya yang selesai ditandatangani salah satu imam shalat pada hari itu.
"Sama-sama, nak. Belajar yang rajin ya," Jawab pak ustadz itu sembari mengusap kepala Abi.
Waktu itu, selesai minta tanda tangan, Salman pulang terlebih dahulu dengan meninggalkan Abi di belakangnya. Katanya dia ingin ke kamar mandi. Jadilah Abi nanti pulang sendirian.
Sebenarnya Ustadz itu bernama Zaki dan sudah menjadi salah satu imam shalat favorit Abi. Karena hanya beliaulah yang bacaan surah dalam tarawihnya yang paling pendek. Jadi dia tidak perlu capek berdiri.
"Yaudah kalau gitu Abi pulang dulu ya, tadz," Abi langsung pamit dan mencium punggung tangan dari ustadz itu.
"Hati-hati ya, nak," jawab Zaki sembari menyerahkan punggung tangannya untuk dicium Abi.
Di sini tercium semerbak wangi di seluruh penjuru ruangan. Wanginya tidak begitu menyengat, justru termasuk wangi yang menimbulkan rasa nyaman ketika menciumnya. Banyak sekali pohon rindang yang nyaman sebagai tempat berteduh. Udaranya pun terasa sejuk tanpa ada sinar matahari yang menyengat.
Indah sekali tempat ini.
Lain kali Abi mau mengajak ayah bundanya untuk datang berwisata ke tempat ini lagi, ah. Sepertinya tempat ini sangat berbeda dengan kebun bibit yang pernah dia jumpai bersama ayah bunda deh.
"Nak, kamu kenapa?" Ucap Zaki sembari menepuk pelan pundak Abi.
Seketika pandangannya berubah menjadi di masjid terakhir kali Abi bertemu dengan Zaki. Kenapa dia di sini lagi? Bukannya tadi sedang di kebun bibit yang wangi ya?
"Lagi nyari apa, nak?" Zaki bertanya setelah melihat Abi seperti mencari sesuatu.
"Bukannya di sini tadi ada banyak pohon yang wangi ya, tadz?," Abi menjawab dengan pertanyaan yang penasaran.
Jangan-jangan, pohon-pohon itu semua disembunyikan oleh Zaki dengan remote kontrol, sehingga menghilang bagaikan sulap.
"Hah?" Zaki hanya bisa melongo mendengar ucapan Abi.
"Ustadz sembunyikan dimana pohon-pohon itu? Abi kan mau moto dulu terus nunjukin ke ayah bunda," Abi bersikeras membujuk Zaki agar menunjukkan kembali pohon-pohon itu.
"Nak, di sini ndak ada pohon. Pohon kan di tanam di luar ruangan, di dalam masjid ndak mungkin ada pohon," Zaki mencoba memberi pengertian kepada Abi dengan santun.
"Nggak, pak ustadz. Tadi Abi lihat ada pohon-pohon yang baunya wangi. Abi mau lihat lagi sekarang," Abi masih kokoh dengan argumennya.
"Sepertinya Abi udah ngantuk deh. Pulang gih, nak. Cuci tangan dan kaki, jangan lupa juga gosok gigi baru tidur," Jawab Zaki mengakhiri ocehan ngelantur dari Abi.
Ini aneh.
Kenapa Zaki tidak bisa melihat pohon-pohon yang dilihat Abi? Padahalkan pohon-pohon itu wangi dan sejuk kalau dibuat berteduh.
Sesampainya di rumah, Abi bercerita kepada ayah bundanya. Meminta afirmasi agar mereka percaya dengan apa yang dia lihat tadi.
"Pohon yang baunya harum? Cendana? Gaharu? Atau pohon kayu manis?" Sinta bertanya kepada Abi.
Karena jujur, Sinta masih abstrak dengan apa yang dikatakan Abi. Lebih baik dia mengetahui terlebih dahulu namanya agar sepemahaman dengan anaknya itu.
"Abi nggak tahu namanya. Pokoknya pohon itu wangi dan nyaman kalau berteduh di sana," Jawab Abi.
"Coba kamu tanya mbah google dulu. Nanti kalau udah tau namanya, kita pergi sama-sama," Sinta berujar memberikan solusi.
Abi langsung menuju kamarnya mengambil ponselnya untuk berselancar mencari nama dari pohon-pohon yang baru saja dia lihat tadi.
Tapi, kenapa tidak ada yang mirip dengan pohon-pohon yang barusan dia lihat ya? Bentuk daun dan akarnya yang unik, sehingga membuat Abi mudah mengingatnya. Berbeda dengan hasil penelusuran yang baru dia cari.
"Bunda, kok di google nggak ada pohonnya. Kayak beda gitu sama yang Abi lihat," Adu Abi sambil berkaca-kaca matanya.
"Yaudah nanti bunda bantu cari. Sekarang Abi tidur dulu ya. Biar besok bisa bangun sahur," jawab Sinta sembari mengelus kepala anaknya sayang.
Abi menurut dan langsung menuju kamarnya setelah selesai dengan urusan kamar mandinya. Sebenarnya di dalam kamar mandi pun dia masih kepikiran tentang pohon-pohon yang tadi dia lihat. Dia ingin menunjukkan kepada ayah bundanya salah satu bukti kekuasaan Allah.
Waktu sahur berjalan seperti biasa. Abi masih saja merasa mengantuk meskipun kemarin malam sudah mengawali tidurnya. Selesainya, mereka salat subuh berjamaah. Kali ini Rio dan Abi memilih shalat subuh di rumah saja, karena besok Rio sudah harus pergi ke luar kota. Selepas shalat, seperti biasa, ada tradisi cium tangan Rio dan Sinta bagi Abi, dan sebagai balasan mereka akan mengusap kepala Abi dengan sayang.
Kali ini cahayanya seperti selesai shalat maghrib, tidak terlalu terang dan juga tidak terlalu gelap. Banyak sekali pohon yang sudah tua, bahkan ada yang mau tumbang. Namun, ada yang aneh. Daun yang dimiliki pohon-pohon itu menjulur, seperti daun pandan yang dimiliki oleh Sinta. Hanya daun-daunnya lah yang masih segar dan bisa diselamatkan.
"Nak, kamu kenapa? Masih ngantuk ya?," Rio bertanya sambil menepuk pundak Abi pelan.
Abi sepertinya tertidur sambil mencium punggung tangan Rio. Apa perlu Rio gotong anak itu ke kamarnya? Sepertinya memang Abi masih ngantuk.
"Nak, bangun. Sudah nyiapin bukunya buat nanti ponrom belum?," Sinta berujar sembari membangunkan anaknya dengan mengelus kepala Abi.
Sebelum benar-benar Abi akan digendong ke kamarnya, dia sudah mengangkat kepalanya. Dia terlihat sedang mencari sesuatu, seolah pandangannya sedang memperhatikan seluruh penjuru rumah.
Kenapa pohonnya menghilang kembali? Sekarang pohon berdaun pandan. Apa Abi tadi salah lihat ya? Tapi enggak kok, semua kelihatan nyata bagi Abi.
"Bunda sama ayah tadi lihat pohon berdaun pandan?," Abi bertanya untuk memastikan yang dia lihat tadi benar atau hanya khayalan dia semata.
"Hah?"
Lagi.
Lagi dan lagi tidak ada yang percaya dengan ceritanya. Semua orang terdekatnya sudah dia ceritakan tapi tidak ada yang percaya. Semua mengira bahwa Abi kebanyakan nonton kartun, dan lagian omongan anak SD kadang suka ngelantur. Sehingga untuk apa percaya kepada ucapannya jika tidak ada bukti yang empirisnya?
Abi pun tidak peduli dengan cemoohan orang lain. Dia akan terus menceritakan kisah supranaturalnya dan berusaha membuktikannya secara nyata. Tetap saja tidak ada yang percaya dengan bualannya. Namun, lama kelamaan, Abi seperti orang gila. Merancau hal-hal yang tak masuk di logika manusia. Berbagai macam pohon yang sangat aneh-aneh yang tak pernah ada di dunia, tentunya semua orang mengira bahwa itu hanya buatan Abi semata.
Sebenarnya Rio dan Sinta khawatir bahwa anaknya sudah gila dan butuh diruqyah, mungkin saja Abi ketempelan makhluk halus saat perjalanan menuju masjid yang ada kuburannya.
"Abi, belum tentu yang kita lihat itu semua kebenarannya, nak. Bisa jadi yang kita anggap benar belum tentu benar di mata orang lain. Mungkin saja pohon-pohon itu hanya halusinasi kamu saja. Pohon-pohon itu sebenarnya tidak ada, nak," Sinta berujar dengan hati-hati kepada anaknya itu.
Sinta berusaha untuk meyakinkan Abi bahwa yang dilihatnya adalah sebuah halusinasi. Sinta menanamkan ke pikiran Abi bahwa pohon-pohon yang dia lihat itu tidak ada di dunia ini.
Tentunya Abi masih kokoh pendiriannya. Hingga Sinta lelah menasihatinya, akhirnya muncullah sebuah ancaman jika Abi masih terus membicarakan pohon-pohon tak kasat mata itu lagi, Abi akan dimasukkan ke pesantren milik adiknya Sinta setelah lulus dari bangku sekolah dasar. Tentunya ancaman itu tidak main-main.
Abi yang tidak bisa jauh dari ayah dan bundanya, menjadi takut jika ancaman itu menjadi kenyataan. Dari situ, Abi menjadi anak yang pendiam. Karena percuma. Setiap omongan yang keluar dari mulutnya, pasti dianggap dusta dan halusinasi semata, serta dia takut jika harus masuk ke dalam pesantren omnya. Tapi apakah benar jika memang pohon-pohon itu hanya halusinasi Abi semata?
***
Catatan penulis : di episode depan kita akan bertemu lagi dengan Bimo, si pemilik pohon terseram di dunia. Bagaimana ya cara Abi menanganinya?
Hallo, aku Novika, mahasiswi yang sukanya ngerjain tugas mepet deadline. Aku bakalan nemenin 5 hari kalian bersama Abi, Bimo, dan Khanza. So, kalau kami berbuat salah, mohon hujatan yang membangunnya.
Sekian, terima gaji. Menerima segala macam pembayaran.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top