KEKHAWATIRAN BENAR TERJADI

Setelah kejadian makan malam itu, Ali kembali menempati rumah joglo dan bekerja seperti biasa. Sudah 2 hari orangtuanya menghubunginya, namun ia tidak pernah mengangkatnya.

"Li, kamu hari ini ada pertemuan dengan klien bisnis di restoran Sri Rejeki. Pak Reza ada meeting di luar kota. Jadi kamu yang menggantikannya menemui klien itu," kata Kevin yang kini duduk di kursi depan meja kerja Ali.

"Iya Kev, kamu hari ini jadi mengecek gudang yang ada di Solo?" tanya Ali mengalihkan pandangannya, yang tadinya dia fokus ke komputer, kini dia memandang Kevin.

"Jadi Li, aku sama Mila berangkat sianganlah. Kamu kenapa sih Li, dari pulang makan malam itu jadi lesu dan nggak bersemangat?" tanya Kevin yang memang beberapa hari ini memperhatikan Ali.

"Kev, yang aku khawatirkan selama ini benar terjadi. Keluargaku tidak bisa menerima Prilly. Mereka masih kukuh ingin aku menikahi impalku."
Ali memijit pelipisnya pelan, kepalanya terasa pening.

"Sabar Li, mungkin mereka masih shock, apalagi kan kamu juga pertama kali memperkenalkan Prilly pada mereka."

"Iya Kev,makasih ya?"

Saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba pintu ruang kerja Ali terketuk.

Tok tok tok

"Iya, masuk Riky!"

Riky adalah sekretaris sekaligus asisten Ali. Ali sengaja meminta pihak kantor untuk memilihkan sekretaris lelaki. Alasannya, pertama dia tidak mau direpotkan dengan kegenitan dan godaan wanita selain gadisnya. Kedua dia tidak mau gadisnya curiga dan cemburu. Karena dia sangat tahu sifat gadisnya itu yang pencemburu dan tidak mau jika wanita-wanita lain melihat senyumnya. Jika Ali tersenyum wanita-wanita di sekelilingnya akan tertarik mendekatinya, karena senyum Ali bagaikan magnet.

Kata gadisnya cukup wanita-wanita itu menikmati wajah tampannya saja. Mungkin terdengar egois gadis Ali itu. Tapi bagi Ali tidak masalah karena memang dasarnya Ali orang yang cuek, dingin dan tak pandai mengeluarkan kata-kata indah.

Pintu ruangan Ali terbuka. Riky terlihat membawa map merah dan ia berikan pada Ali.

"Ini Pak ada yang perlu Bapak tandatangani," ujar Riky dengan bahasa formal dan sikap hormatnya kepada Ali sebagai atasannya.

Kevin terkekeh mendengar kata Riky yang formal itu. Ali hanya melotot dengan wajah herannya kepada Riky. Sekian dekitnya tawa mereka pun pecah. Riky adalah salah satu teman satu kampus Ali dan Kevin, yang lulus berasaan dengan mereka.

"Yaelah Rik, aku geli mendengar kata-katamu tadi," ujar Kevin sambil menepuk bahu Riky agar duduk di kursi sampingnya.

"Ya kan Mas Ali atasan aku, Jadi harus begitu, seperti sekretaris yang lainnya," jawab Riky dengan wajah polosnya.

"Biasa saja kalau kita sedang tidak di depan klien," jelas Ali sambil menandatangani berkas yang Riky bawa tadi.

"Mas Ali nanti kita meeting sama pengusaha ukir dari Jepara. Kalo nggak salah namanya, Raka Cicio Rendra Permana. Di restoran calon mertuanya Mas Kevin," ujar Riky sambil menerima berkas yang baru saja Ali tandatangani.

"Iya, kamu siapkan berkas-berkasnya, setelah semua siap kita berangkat."

"Iya Mas. Kalau begitu aku kembali ke ruanganku dulu," pamit Riky dan berlalu meninggalkan Kevin dan Ali.

"Aku juga pamit ya Li, mau berangkat ke Solo. Jemput Mila dulu ke rumah," pamit Kevin beranjak dari duduknya.

"Hati-hati," pesan Ali.

"Sipp!" jawab Kevin sambil mengacungkan kedua jempol di depan dadanya.

***

"Pertemuannya dengan klien kan masih 30 menit lagi, kenapa kita sudah di sini Mas?" tanya Riky saat mereka turun dari mobil dan berjalan menuju ke Restoran Sri Rejeki.

"Aku mau nemuin bidadariku dulu," jawab Ali sambil mempercepat langkahnya dan masuk ke dalam restoran.

Riky duduk di meja yang sudah di riserv. Saat Ali ingin melangkah ke suatu ruang di restoran itu, Riky kembali bertanya, "Mas Ali mau ke mana?"

"Hadeeeehhh ... kamu tunggu saja di sini. Nggak usah bawel. Lama-lama kamu itu kaya cewek, tahu nggak? Kalau kliennya sudah datang, kamu cari aku di ruangannya Mbak Prilly. Aku di sana. Oke?" Wajah Ali tampak kesal karena Riky selalu saja bertanya.

"Ohhhh ... bilang dong Mas, kalau ke sini awal buat ketemuan sama Mbak Prilly. Aku kan jadi mengerti. Ya Mas, aku tunggu klien di sini, tapi boleh ya pesen makanan sekarang? Aku sudah laper Mas?" ujar Riky menampakan wajah polosnya dan menyengir kuda.

"Iya!" sergah Ali sedikit kesal dan segera menuju ke ruangan Prilly.

"Assalamualaikum," salam Ali saat memasuki ruang kerja Prilly dan Azkia.

Memang ruangan ini cukup luas dan menjadi satu ruang kerja untuk Azkia dan Prilly. Ruang ini juga dapat menerima tamu dan pelanggan untuk catering atau WO.

"Waalaikumsalam," jawab Prilly dan Azkia bersamaan dan mereka menoleh ke arah pintu.

Ali menuju ke meja Azkia yang menghadap tepat di depan pintu. Sedangkan meja Prilly di sebelah kiri meja Azkia. Di seberang meja Prilly ada satu set sofa untuk tamu. Ali mencium tangan Azkia dan beralih ke meja Prilly.

"Jadi ketemuan sama kliennya Li?" tanya Azkia saat Ali sudah duduk di kursi yang dapat berputar di depan meja Prilly.

"Jadi Tan, ini juga sedang menunggu. Daripada di luar, nunggu di sini nggak apa-apa kan Tan? Ganggu kerjaannya Prilly nggak, Tan?" tanya Ali dan memutar kursi yang sedang ia duduki menghadap Azkia.

"Nggak Li, semua laporan sudah dia selesaikan," jawab Azkia dengan senyum tulusnya.

"Abang ke sini sama siapa?" tanya Prilly. Ali memutar kursinya untuk menghadap Prilly

"Sama pacar kedua aku, Sayang?" jawab Ali dengan senyum jailnya.

Mata Prilly melotot seakan bola matanya ingin keluar dari tempatnya. Membuat Azkia terkekeh.

"APA? Abang selingkuh?" Mata Prilly mulai memancarkan amarah dan menatap Ali dengan tatapan tajam. Ali terkekeh sudah berhasil membuat gadisnya ini terlihat cemburu.

"Ya nggaklah Sayang. Kamu itu curigaan banget sih sama aku? Tuh sama si Riky. Dia di luar nunggu kliennya," jelas Ali santai. Prilly mengerucutkan bibirnya.

"Udahlah Pril, kamu itu nggak usah curiga dan cemburuan begitu. Udah dewasa masih aja seperti anak ABG, pacarannya. Ali kan kerja, wajarlah dia punya banyak teman. Semakin banyak teman pekerjaan dia juga semakin luas untuk kerjasama dengan usaha Papa, Sayang," nasehat Azkia kepada Prilly.

"Iya Ma, tapi aku nggak suka lihat karyawan wanita dan klien wanita Papa lihat Ali tak berkedip matanya! Awas aja ya ... kalau kamu tebar pesona!" ancam Prilly sambil menunjuk ke arah Ali menatapnya tajam. "Seolah-olah mereka itu singa kelaparan yang melihat daging segar. Yang maunya langsung disantap!" imbuh Prilly dengan menahan amarah dan bibir masih mengerucut.

"Yaelah Sayang, ya wajarlah mereka terpesona. Lihatlah calon mantu Mama ini, kan ganteng, pinter, mandiri, udah punya penghasilan yang jelas, lulusan UGM lagi. Siapa wanita yang nhgak mau sama dia, coba?" goda Azkia membuat suasana hati Prilly semakin marah.

Azkia dan Ali hanya tertawa kecil, melihat Prilly dengan wajah memerah menahan emosinya.

"MAMA! Aaaaaahhhhh ...," teriak hingga suaranya melengking memekakkan telinga Ali dam Azkia. Prilly menatap Azkia dengan mata berkaca-kaca.

Azkia masih santai dan semakin ingin menggoda putrinya itu. Prilly mulai mengeluarkan air matanya. Ali yang tadinya terkekeh langsung berdiri menghadap Prilly yang masih duduk tegap melihat Azkia. Ali segera menarik kepala Prilly untuk bersandar di perutnya. Prilly memeluk pinggang Ali erat dan menumpahkan tangisnya di perut sixpack itu. Ali mengusap lembut rambutnya dan punggung Prilly memberikan ketenangan.

"Cup cup cup, udah dong Sayang. Mama kamu cuma menggoda. Semakin kamu begini, Mama semakin suka godain kamu loh? Aku nggak mungkin tertarik dengan wanita lain di luar sana. Kan aku sudah punya bidadari, buat apa aku cari lagi. Aku kan sayang sama kamu. Percaya ya sama aku? Aku maunya kamu dukung aku biar giat bekerja, jadi bisa nabung dan bisa melamarmu," ujar Ali tulus menenangkan Prilly yang terisak.

Prilly menengadahkan wajahnya, menatap Ali yang menunduk memandanginya dengan senyuman manis.

"Kamu mau lamar aku Bang?" tanya Prilly memastikan pendengarannya yang tadi Ali ucapkan tak salah.

"Iya. Aku serius Sayang. Tapi kamu sabar ya? Tunggu aku biar nabung dulu dan cukup buat melamar dan nikahin kamu. Kamu nggak mau kan aku pinang dengan bismilah saja? Seperti lagunya Ungu dan Rosa itu?" Ali terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Prilly memukul pelan dada Ali dan tersenyum malu-malu kucing. Hati Prilly merasa tenang dan sementara mereka melupakan masalah yang saat ini sedang dihadapi.

"Tuh dengerin ucapan Ali! Kamu itu harus memupuk lagi kepercayaanmu kepada Ali. Bukan malah membuat dia merasa nggak nyaman untuk bekerja, karena rasa curiga dan cemburuanmu yang berlebihan itu. Belajar dewasa dan bijak untuk menghadapi masalah Sayang," petuah Azkia dan menghampiri Prilly yang masih duduk sambil memeluk pinggang Ali yang berdiri di sampingnya.

"Iya Ma, Prilly akan berusaha positif thinking sama Bang Ali, tapi tetep posesif. Maafin aku ya Bang, masih sering curiga sama kamu dan cemburu buta," ucap Prilly menengadahkan wajahnya.

"Iya Abang bisa mengerti. Cemburu kan tandanya sayang. Tapi jangan berlebihan juga ya?" Ali mengelus hidung Prilly dengan jari telunjuknya.

Azkia yang melihat mereka hanya tersenyum dan mengusap rambut Prilly.

Tok tok tok

Terdengar pintu ruangan terketok dari luar.

"Iya masuk!" suara Azkia lantang terdengar sampai luar.

Pintu terbuka dan terlihat Riky menyembulkan kepalanya ke depan pintu.

"Maaf Bu, kliennya sudah datang, mau manggil Mas Ali," ucap Riky sambil membungkukan sedikit badannya.

"Oh ya Rik, kamu duluan ya, nanti aku susul," sahut Ali.

Riky keluar dari ruangan dan lebih dulu kembali menemui kliennya.

"Tan, Ali ke luar dulu ya? Tante sama Prilly masih ada kerjaan nggak?" tanya Ali sebelum ke luar.

"Masih mau ngecek stok bahan Li," jawab Azkia.

"Ya nanti pulangnya bareng Ali saja Tan. Biar Pak Min nhgak usah jemput."

Pak Min adalah supir pribadi keluarga. Reza tidak pernah mengijinkan istri dan anak-anaknya menyetir sendiri, walaupun mereka sebenarnya dapat mengemudikan mobil. Reza hanya mengizinkan mereka menyetir untuk jarak dekat saja, seperti ke kampus dan ke supermarket terdekat.

"Iya sudah, kamu temuin dulu kliennya. Kalau sudah selesai, kamu temui Tante sama Prilly di gudang penyimpanan aja ya Li?"

"Iya Tan," jawab Ali sopan.

"Aku kerja dulu ya Sayang? Jangan cemberut lagi. Cantiknya ilang loh?" goda Ali mengelus pipi chubby prilly dengan punggung tangannya.

"Iya, hati-hati ya? Konsen ya cari uangnya, biar cepet lamar aku?"

Ali terkekeh mendengar ucapan Prilly yang terdengar manja tapi serius.

"Cie ... cie ... yang nggak sabar mau cepet-cepet dilamar," seloroh Azkia sambil mencolek pipi Prilly.

Pipi Prilly terlihat memerah karena godaan mamanya. Ali dan Azkia semakin tidak bisa menahan tawanya. Mereka tertawa bersama sedangkan Prilly menutup wajahnya dengan kedua tangan karena malu. Ali segera keluar dari ruangan itu.

Di meja makan restoran itu, sudah terlihat tiga orang laki-laki sedang berbicara serius dan dua diantara mereka memandang laptopnya. Ali menghampiri meja itu.

"Maaf sudah menunggu lama." Semua orang di meja itu menoleh ke arah belakang, melihat Ali yang baru saja datang, lalu mereka berdiri.

Salah satu lelaki dengan tubuh jangkung, hidung mancung, kulit putih dengan setelan jas hitam, Keren! Menjabat tangan Ali untuk memperkenalkan diri.

"Selamat siang Pak Ali. Saya Raka Cicio Rendra Permana dari CV. Permana Furnitur dari Jepara. Dan ini asisten saya Andika Pratama," seseorang itu memperkenalkan dirinya dan asistennya.

"Saya Ali, silakan duduk." Ali mempersilakan duduk dan mulai membicarakan kerjasama antara Sudradjat Furnitur dan Permana Furnitur.

***

Sore itu jalanan Jogja sudah terlihat ramai. Kini mobil Ali melaju di jalanan, menuju pulang ke rumah. Riky yang mengemudikan mobil Ali, sedangkan di sebelah kursi kemudi ada Azkia. Ali dan Prilly duduk di kursi belakang.

Terdengar nada dering handphone Ali, yang tersimpan di saku celana. Ali merogoh sakunya untuk melihat, siapa yang menghubunginya. Ali tampak lesu dan enggan untuk mengangkatnya. Prilly yang berada di samping Ali melihat nama yang tertera di layar.

"Kenapa Abang nggak angkat?" tanya Prilly sambil mengelus lembut lengan Ali.

"Abang lagi capek. Lagi nggak mau berdebat dulu, Sayang. Abang tahu apa maunya mereka." Ali memberi alasan, namun dering handphone-nya tak berhenti.

"Kamu nggak boleh begitu Ali. Apa pun yang terjadi, mereka tetap keluarga kamu. Ayo angkat! Siapa tahu penting," bujuk Azkia menengahi pembicaraan Ali dan Prilly. Akhirnya Ali pun mengangkatnya.

"Assalamulaikum Kak," sapa Ali dari ujung telepon.

"Waalaikumsalam. Kamu lama sekali angkat teleponnya?" sahut Alya dari seberang terdengar kesal.

"Iya. Maaf, ada apa Kak?" tanya Ali lesu tidak bersemangat.

"Kamu harus pulang Ali. Mama sakit. Kamu kenapa keras kepala begini sih, Li?" perintah Alya terdengar memaksa.

"Kak, Ali di sini kerja. Nggak bisa seenaknya saja libur atau ambil cuti begitu," alasan Ali sengaja menghindari keluarganya.

"Pokoknya kamu harus pulang! Mama sakit juga karena ulahmu. Besok kamu harus sudah sampai di sini!" perintah Alya tak terbantahkan dan menutup teleponnya sepihak.

Ali terdengar menghembuskan napasnya berat, dia menyandarkan badan dan kepalanya di jok dan menutup mata. Lengan kanannya menutup wajahnya yang terlihat lelah dan sedang berpikir.

Azkia dan Prilly yang sedari tadi memperhatikan Ali, memandang dengan wajah seakan bertanya 'ada apa?'

Prilly dan Azkia saling pandang dan Prilly mengedikan bahunya dan menggeleng tanda menjawab tatapan mata mamanya itu.

Mereks memilih untuk diam, daripada membangunkan singa yang sedang tidur itu. Berbahaya!

##########

Makin rumit aja ya Li? Duh, kira-kira, apa benar yang dikatakan Alya?

Terima kasih vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top