INI SANGAT RUMIT

Prilly melingkarkan tangannya di lengan lelaki itu sangat kuat. Menahan emosi dan air matanya agar tidak terjatuh di hadapan Ali. Dia ingin terlihat tegar dan kuat di hadapan Ali. Lelaki itu merasakan perubahan pada diri Prilly, ia memandang wajah Prilly bingung.

"Hey Angel, kamu kenapa?" tanya lekaki itu khawatir.

Wajah Prilly berubah merah, ingin rasanya marah, menangis dan memberontak kepada Ali. Tapi, egonya saat ini lebih tinggi daripada suara hatinya.

"Aku nggak apa-apa Bang," jawab Prilly masih menahan sesak di dadanya.

"Oke, sepertinya kamu ada tamu. Abang pulang dulu ya? Lain kali saja Abang ajak kamu jalan-jalan. Oke?" Lelaki itu mencoba menghibur Prilly.

Dia juga tampak memanjakan Prilly, bahkan dia juga mengacak rambut Prilly memperlihatkan kepedulian dan kasih sayangnya.

"Oke Bang! Makasih ya sudah jemput aku?" ucap Prilly sendu dan dia juga sengaja bergelayut di lengan lelaki itu, tanpa mempedulikan tatapan tak suka dan api cemburu dari sepasang mata yang duduk di sofa. Siapa lagi, kalau bukan Ali.

Prilly sengaja memanfaatkan keadaan untuk membuat hati Ali panas. Dia rela melukai hatinya sendiri, bahkan Prilly juga tega melukai hati Ali. Sungguh keadaan ini sulit baginya.

"Mil, langsung pulang ya? Salam aja buat Bu Lek Azkia sama Om Azka ya?" pamit laki-laki itu kepada Mila dan tak lupa dia juga memberikan senyum ramah untuk menyapa yang lainnya.

Ali tak melepas pandangan tajamnya kepada Prilly. Hingga lelaki itu memberikannya senyuman ramah, Ali pun tetap tak mempedulikannya.

"Ya Bang, hati-hati ya?" balas Mila dengan senyum termanisnya.

Orang yang dipanggil 'Bang' oleh Mila itu langsung berlalu pergi. Selepas kepergian orang tadi, Prilly berjalan, ingin langsung ke kamarnya. Namun langkahnya terhenti karena Ali.

"Tunggu!" cegah Ali yang masih duduk dengan tatapan amarah.

Prilly membalikkan badannya dan memberanikan diri, menatap tepat di manik mata Ali yang terlihat merah menahan amarah. Rahangnya sudah mengeras, hatinya pun bergemuruh panas.

"Apa?!" sungut Prilly sinis meninggikan suaranya tanpa ada rasa takut lagi kepada tatapan Ali.

Semua tercengang melihat perubahan sikap Prilly. Apalagi Mila dan Kevin, Prilly tak pernah seperti itu kepada Ali sebelumnya. Ada apa dengannya?

"Siapa dia?" tanya Ali penuh selidik dan curiga.

Prilly berusaha menghindari tatapan mata Ali, dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Semua terdiam, memperhatikan Ali dan Prilly yang sepertinya, mereka sedang mengalami cemburu buta dan saling curiga.

"Oh, masih mau tahu urusan aku, ternyata?" Bukannya menjawab, namun justru Prilly memancing emosi Ali.

Ali ingin bangkit dari duduknya, namun dicegah oleh Miciel. Aura di ruang tamu itu semakin panas dan tak nyaman lagi. Dengan lembut Miciel mengelus punggung Ali, agar Ali menahan emosinya. Hati Prilly terasa semakin sakit, melihat perhatian Miciel pada kekasihnya itu.

"Apa maksud kamu bicara seperti itu?" sergah Ali yang sudah mulai tenang.

Prilly menghela napasnya dalam, sebelum menjawab. Dia tak mungkin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padanya saat ini. Dia sudah terlalu kecewa dan marah kepada Ali.

"Tanyakan saja kepada kakak perempuanmu itu," tukas Prilly ketus dan berlalu begitu saja dari ruang tamu. Ali mengerutkan dahinya. Mencerna ucapan Prilly tadi.

Flashback

Kala itu, Prilly selesai mandi sore, saat ia sedang menyisir rambutnya di depan kaca rias, tiba-tiba handphone-nya bunyi tanda panggilan masuk. Ketika Prilly melihat nama yang tertera di layar flat-nya, dengan senyuman lebar dan hati yang bahagia, ia bergegas menggeser tombol hijau.

"Hallo Abang? Apa kabar? Aku sudah merindukanmu? Kapan akan balik ke Jogja?" tanya Prilly antusias, bertanya bertubi-tubi sebelum orang yang di sebrang berbicara.

"Maaf saya hanya ingin memberi tahumu, agar jangan lagi mengganggu dan berharap lebih pada adikku. Dia akan segera menikah. Lupakan dia dan jahui dia." Suara wanita di seberang sana tanpa basa-basi dengan seketika menghempaskan hati Prilly di dasar jurang, saat dia merasa dirinya telah terbang kelangit ketujuh.

"Kamu tega jika seorang ibu sakit melihat anak lelaki satu-satunya dan pewaris terbesar di keluarga menjadi seorang pembangkang dan menjadi keras kepala karena tertutup cinta buta kalian itu," tambah wanita itu tanpa memikirkan perasaan Prilly. Air bening menetes di pipi Prilly. Dia tidak bisa berkata-kata lagi. Tubuhnya lunglai tak bertenaga. Dia tersungkur di lantai menutup mulutnya agar suara isakannya tidak terdengar di seberang sana.

"Tolong, lepaskan King keluarga Sembiring. Dia yang nanti akan menggantikan Papa. Perusahaan dan keluarga sangat mengharapkannya. Relakan dia menikah dengan Miciel."

Telepon pun terputus sepihak.

Prilly memeluk lutut dan menenggelamkan wajahnya. Dia menangis tersendu, hingga terisak, dadanya pun sesak. Tangisan yang memilukan hati dan menyayat hati bagi siapa pun yang mendengarkannya. Seisi kamar Prilly terpenuhi suara isakan tangisannya.

Flasback off

Prilly berlari masuk ke dalam kamarnya. Ia metutup pintunya rapat, saat pintu sudah tertutup dan terkunci, tubuhnya bersandar di daun pintu. Dengan pelan tubuhnya merosot ke bawah. Tangis yang sedari tadi ia tahan pun, sangat cepat ia keluarkan agar hatinya yang sudah sesak dapat lega.

"Kenapa kamu kembali jika hanya ingin membuatku sakit?" pekik Prilly di sela tangisnya.

Sedangkan suasana di ruang tamu menjadi hening, hingga Reza datang.

"Assalamualaikum," salam Reza ketika ia masuk ke dalam rumah.

Dia menjinjing tas kerjanya, wajahnya terlihat lelah, namun Reza tetap memamerkan senyum ramahnya, saat menyadari ada tamu di rumahnya.

"Waalaikumsalam," balas semua yang sedang duduk di ruang tamu itu.

Reza menghampiri mereka yang duduk di sofa. Satu per satu dia menyalami tamunya itu.

"Datang kapan kamu, Li?" tanya Reza bahagia melihat Ali ada di sini, Reza duduk di sofa single berseberangan dengan Ali.

"Tadi siang Pak," jawab Ali sopan setelah menetralkan perasaannya.

Walaupun saat ini di dalam hatinya sangat mengkhawatirkan Prilly. Namun Ali harus dapat memperlihatkan senyum terbaiknya saat menghadapi Reza.

"Oh! Ini Miciel ya?" tebak Reza bada-basi saat melihat Miciel yang duduk di sebelah Ali.

Reza melempar senyum ramah, menyapa gadis yang Reza ketahui sebagai impal atau gadis yang sudah dijodohkan dengan Ali, pria yang saat ini menjalin kasih dengan putrinya. Padahal, Reza dulu pernah berkenalan dengannya secara tak langsung saat wisuda Ali saat itu.

"I ... iya Pak." Ali menjawab ragu dan rasa sungkan menyeruak di dadanya.

"Apa kalian datang untuk membicarakan bisnis?" Ali dan Miciel saling berpandangan, bingung dengan arah pembicaraan Reza.

Ali menatap Reza bingung dan menuntut penjelasan. Ternyata papanya tak begitu mudah melepaskan dan mempercayainya begitu saja.

"Tadi papamu telepon saya. Dia berkata, jika kalian akan datang untuk membicarakan pasokan kayu untuk perusahaan saya. Ini sedang banyak pesanan dari luar negeri juga. Saya sampai kualahan. Untung saja kita dulu bekerja sama dengan perusahaan CV. Permana Furniture. Jadi saya tidak begitu kualahan menerima orderan dari manca negara," jelas Reza panjang lebar menjawab kebingungan Ali.

Tapi, Ali masih bingung, papanya tadi tak mengatakan apa pun saat dia berpamitan. Kenapa tiba-tiba papanya seperti itu? Ada yang aneh dan mencurigakan bagi Ali. Sedangkan Miciel justru terbelalak mendengar Reza menyebut CV. Permana Furniture. Ada rasa rindu yang mendalam di hatinya dan rasa tak sabar menggebu di hatinya.

"Oh begitu ya Pak, tapi maaf, saya datang ke sini juga bermaksud ingin pengajuan rigsain dari kantor Bapak," jelas Ali sopan dan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Reza.

"Soal itu kamu tenang saja. Kemaren sudah saya bicarakan dengan papa kamu. Saya bisa memahaminya, sebaiknya jalankan dulu perusahaan papa kamu itu. Kita akan bekerja sama Li. Tapi ingat ya, kamu sudah tahu saya lama, saya hanya ingin kerjasama kita murni bisnis, jangan kamu campur adukan dengan urusan pribadi. Bisnis tetaplah bisnis, tidak ada sangkut pautnya dengan urusan yang lain," peringatan Reza kepada Ali.

Pernah menjadi orang kepercayaan Reza beberapa tahun, yang pasti Ali sudah dapat mengenal bagaimana cara Reza berbisnis.

"Baiklah Pak Reza, saya tahu. Dan semoga kerjasama perusahaan kita nanti dapat berjalan beriringan," jawab Ali tegas tanpa menimbulkan kecurigaan jika ada yang mengganjal dengan diadakannya kerja sama ini.

Ali masih kurang yakin dengan keputusan Wibowo melakukan kerja sama dengan Reza. Bagi Ali, itu sangat aneh.

"Baiklah, saya masuk dulu ya?" pamit Reza, "oh ya ... Mila kamu sudah tahu jika Danu pulang?" tanya Reza saat ingin beranjak dari duduknya.

"Iya Pa, tadi dia yang menjeput Prilly dari kampus. Bang Danu tadi juga mengantar Prilly ke sini," jawab Mila diiringi senyuman manisnya.

"Dia nanti yang akan menggantikan posisi Ali," jelas Reza sembari beranjak dari duduknya, dan berlalu dari ruang tamu.

'Hah!! Gantiin posisi aku? Nggak apa-apa kalau hanya posisi dalam pekerjaan. Bukan posisi di hati my Angel. Aku nggak akan pernah rela jika dia menggeserku dari hati my Angel.' Batin Ali saat mendengar ucapan Reza tadi

"Heh Bang!" Panggilan Miciel menyadarkan Ali dari lamunannya.

"Ehhh, iya! Kenapa?" sahut Ali gelagapan menoleh Miciel.

"Kita harus cari penginapan. Ini sudah sore," ajak Miciel mengingatkan Ali.

"Oh iya. Maaf Abang lupa Dek." Ali memukul keningnya, sibuk memikirkan keadaan saat ini, sampai dia melupakan tempat tinggal untuk Miciel selama berada di sini.

"Issshh! giliran Abang udah ya? Gantian Abang bantu aku sekarang," ujar Miciel membuat Ali bingung
"Abang tinggal antar aku aja, apa susahnya sih?" tambah Miciel melihat kebingungan dari wajah Ali.

"Ya!" tukas Ali singkat membuat bibir Miciel tersenyum lebar.

"Kev, kunci mobil aku ada di kamu kan?" tanya Ali pada Kevin.

Memang kemarin sebelum Ali pulang ke Karo, dia menitipkan kunci mobilnya kepada Kevin. Karena dia waktu itu yakin, akan mudah kembali ke Jogja. Namun kenyataannya, tak sesuai dengan apa yang sudah dia rencanakan sebelumnya.

"Ada kok Li. Aku taruh di tempat biasa. Kamu ambil saja" jelas Kevin dibalas anggukan kepala oleh Ali.

Ali merasa jika situasinya bersama Prilly saat ini sedang tidak baik. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Perubahan sikap Prilly hingga bisnis yang tiba-tiba terjalin begitu saja antara papanya dan Reza. Ini sangat aneh buat Ali.

"Kev, besok bantu aku cari kontraan ya? Nggak mungkin kan aku tinggal di rumah joglo. Sedangkan aku sudah tidak bekerja diperusahaan Sudradjat Furniture lagi," pinta Ali berat hati, karena sebenarnya dia sudah merasa nyaman tinggal di rumah itu.

Kenangannya bersama Prilly tertinggal di sana. Rumah joglo adalah salah satu saksi perjalanan cinta mereka.

"Iya. Kamu tenang saja. Besok aku bantu. Sekarang kamu antar Miciel cari penginapan dulu. Semalam ini aja kamu nginep di sini dulu, juga nggak apa-apa kan? Nanti malam kita makan di angkringan milik Prilly," tawar Kevin.

Perasaan bangga di hati Ali mendengar satu impian kekasihnya dapat terwujud.

"Baiklah, aku bangga dengan gadisku. Aku tinggal dia dua minggu, sudah bisa membuat usaha sendiri. Makin tambah cinta aku," seru Ali yang terdengar membanggakan dan memuji Prilly.

Semuanya tertawa, tak dapat dipungkiri oleh Ali, jika Prilly adalah gadis yang brilian dan bahkan dia juga ambisius dalam mencapai impiannya. Ini tak lepas dari dukungannya.

"Ya sudah, sekarang aku ambil dulu mobilnya," pamit Ali beranjak dari duduknya dan pergi ke rumah joglo.

Yang lain menunggu Ali di pelayaran rumah utama. Mila terlihat mulai akrab dengan Miciel. Ternyata setelah banyak mengobrol, tak ada yang perlu dikhawatirkan dari Miciel. Karena Miciel selalu meyakinkan Mila dan Kevin, jika dia tidak akan menjadi penghalang hubungan Ali dan Prilly. Dia juga mengatakan, jika Ali sangat mengharapkan Prilly untuk menjadi pendamping hidupnya.

"Miciel, makasih ya, kamu sudah membantu Ali kembali ke sini. Soal Prilly, mungkin dia cemburu melihat kamu dan Ali. Nanti aku akan bicara dengannya," ujar Mila menjawab kekhawatiran Miciel yang takut jika Prilly marah kepada Ali.

Apalagi tadi Prilly tampak kesal dan marah pada Ali.

"Iya Kak, makasih," ucap Miciel tulus.

Mobil Ali sudah terlihat keluar dari samping rumah utama. Dia menghentikan mobilnya di depan mereka yang berdiri menunggunya. Ali membukakan pintu dari dalam, agar Miciel masuk.

"Kak, aku pergi dulu ya? Salam buat Prilly. Maaf, sudah membuatnya salah paham," pamit Miciel seiring tubuhnya masuk ke dalam mobil.

Mila dan Kevin tersenyum dan mengangguk. "Jangan pikirkan itu. Nanti aku yang membujuknya," sahut Mila menenangkan perasaan Miciel.

"Kev, Mil, aku carikan dia penginapan dulu ya? Nanti aku kembali ke sini," seru Ali berpamitan dari dalam mobil.

"Sip, santai aja Bro." Kevin mengacungkan ibu jarinya di depan dada menyetujui ucapan Ali.

Akhirnya, Ali pun keluar dari pekarangan rumah Reza. Mila dan Kevin melihat, hingga mobil sedan berwarna hitam milik Ali keluar dari gerbang rumah itu.

"Masuk yuk?" ajak Kevin merangkul Mila.

Mereka masuk ke dalam rumah, Mila langsung berjalan ke kamar Prilly, berusaha membujuk, agar adiknya mau keluar dan mendengarkannya berbicara. Mila akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara Ali dan Miciel, agar tidak ada kecurigaan darinya. Namun, sebenarnya bukan hanya itu yang membuat Prilly saat ini menjadi mengunci diri di kamar. Ucapan Alya, kakaknya Ali lah, yang membuatnya merasa bimbang.

#########

Entahlah, apa kah feel-nya sampai? Memperbaiki cerita itu, memang lebih sulit. Enak kalau bikin cerita baru. Hehehehe
Sekali berpikir, tapi kalau merevisi, berpikir dan mengingat alurnya lagi.

Makasih ya, yang sudah bersedia membaca cerita ini. Semoga saja masih dapat menghibur kalian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top