Dua

AKU ingat apa yang dikatakan Russel tentang mengubah gaya hidup kalau tidak mau berakhir seperti dirinya. Tentu saja aku tidak mau mati muda dalam keadaan mengenaskan, dengan tubuh kurus kering karena tidak kuat melawan berbagai macam infeksi sehingga kehilangan ketampanan dan daya tarik sebagai laki-laki perkasa. Tapi mengubah gaya hidup bukanlah sesuatu yang mudah. Tidak bisa instan layaknya memanaskan makanan dalam microwave yang hanya butuh waktu beberapa detik. Yang terpenting, kurasa aku belum siap melakukannya. Atau mungkin aku tidak akan pernah siap karena tidak punya keinginan untuk mengubah gaya hidup.

Aku laki-laki dewasa yang sehat. Tidak masuk akal saja aku bisa langsung berubah dari seorang playboy laknat yang terbiasa menggilir perempuan cantik menjadi seorang petapa dalam waktu semalam. No waaay...!

Aku punya kebutuhan biolugis, dan aku bukan lagi remaja tanggung yang bisa puas hanya dengan "bermain" sendiri. Kasihan para perempuan cantik yang butuh belaian dan perlu dipuaskan oleh laki-laki yang berpengalaman seperti aku. Keterampilanku akan menjadi sia-sia.

Aku juga tidak bisa membayangkan diriku terjebak dengan satu orang perempuan atas nama seks aman. Man, perempuan itu gila. Sepertinya mereka semua diciptakan dengan patron kondisi mental yang tidak stabil. Perempuan adalah makhluk paling labil dan tidak percaya diri yang pernah ada di muka bumi. Jangankan menerima kekurangan orang lain, mereka bahkan tidak pernah puas dengan diri mereka sendiri.

Aku tidak pernah bertemu perempuan yang bisa menerima diri mereka sendiri apa adanya, seberapa pun cantiknya dia. Mereka akan selalu menemukan celah untuk mengkritik dirinya sendiri. Ya, perempuan adalah spesies yang sangat keras pada diri sendiri.

Kalau tidak labil, disebut apa perempuan yang mencukur alis lalu repot dan menghabiskan banyak waktu untuk melukis alis sesuai model yang diinginkannya? Kalau punya rasa syukur pada diri sendiri, kenapa mereka harus bercocok tanam bulu mata palsu supaya bulu mata mereka terlihat rimbun dan lentik? Aku juga pernah menemukan perempuan yang busa branya lebih besar daripada payudara aslinya. Atau yang sekalian melakukan operasi untuk mendapatkan ukuran ideal. Semua tentang ketidakpuasan dan tipuan.

Kalau perempuan itu percaya diri, mereka tidak perlu memakai dempul sedemikian tebal untuk mengoreksi kekurangan (menurut mereka itu kekurangan, padahal orang lain belum tentu berpikir demikian) wajahnya. Perempuan tidak hanya mendempul semata, mereka bahkan punya istilah untuk merekonstruksi bentuk wajah supaya tampak sempurna saat makeup. Kalau tidak salah namanya contouring. Aku pernah mendengar istilah itu dibahas di kantor, oleh staf perempuan yang tergila-gila pada makeup.

Jangan salah, aku suka perempuan cantik. Menurutku, merawat diri dan berdandan itu adalah keharusan. Cara mereka menghargai diri karena kami laki-laki pun menjaga penampilan supaya selalu enak dilihat. Tapi tidak perlu berlebihan sehingga struktur asli tulang wajah tampak berubah total setelah ditimpa oleh beberapa lapis makeup berat. Wajah aslinya tidak akan kita kenali setelah semua lukisan warna-warni itu dihapus. Wajah seorang perempuan bisa sangat berbeda saat dilihat di luar rumah dengan dandanan maksimal dibandingkan saat baru bangun pagi hari.

Kesimpulannya: perempuan itu palsu. Dan, aku tidak bisa membayangkan diriku menghabiskan sisa hidup dalam kepalsuan yang dibangun oleh perempuan. Bukankah mengerikan hidup bersama perempuan yang berkeliaran dengan alis gundul di depanku, tapi akan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menciptakan versi sempurna dari wajahnya saat akan keluar rumah, karena dia butuh menunjukkan betapa cantik dirinya pada dunia?

Perempuan tidak pernah menghargai hasil kerja kerasnya sendiri. Saat tertarik pada seseorang, mereka akan menampilkan semua sisi terbaik yang mereka punya. Kecantikan yang akan diusahakan maksimal dengan melukis wajah, sifat lembut layaknya seorang biksuni, bijaksana nan solutif seperti seorang psikolug yang juga berprofesi sebagai motivator, dan memberi perhatian tanpa batas laiknya dedikasi seorang ibu pada bayi yang baru dilahirkannya.

Tapi apa yang terjadi setelah perempuan mendapatkan lelaki incarannya? Mereka tidak peduli lagi pada alis gundul dan bibir yang pucat. Dari seorang biksuni, psikolug dan motivator, mereka berubah menjadi penjajah yang harus disembah dan diberi laporan detail tentang segala aktivitas harian kita.

Kebalikan dari saat pendekatan, ketika sudah terlibat komitmen, kitalah yang harus berdedikasi dan harus memberi perhatian selama 24/7 kalau tidak mau bidadari itu berubah menjadi Mak Lampir atau Mbak Kunti yang menakutkan.

Nada notifikasi membuatku mengalihkan perhatian pada ponsel yang tergeletak di atas meja. Pesan dari grup.

Tanto: Lo semua harus kosongin jadwal pada tanggal 25 Maret karena gue akan nikah di waktu itu.

Dyas: Congrats, man.

Risyad: Masih lama. Dikasih tahu sekarang, nanti malah lupa.

Tanto: Gue kabarin dari jauh-jauh hari gini karena lo semua orang sibuk. Private wedding gue diadain di Sulawesi, tempat gue pertama kali ketemu Renjana, jadi lo semua memang harus ngatur jadwal dari sekarang karena gue nggak terima alasan ada yang nggak bisa datang karena ada kerjaan yang nggak bisa ditinggal."

Yudis: Sip. Gue bawa istri, anak-anak gue dan nanny-nya. Sekalian liburan.

Aku menggabungkan diri dalam percakapan: Risyad bener, masih lama. Belum telat untuk berubah pikiran, man. Pernikahan akan jadi penyesalan terbesar dalam hidup lo. Percaya sama gue. Nikah itu adalah cara paling ampuh untuk menyunat umur lo.

Tanto menjawab pesanku: Lo satu-satu orang yang nggak jadi admin di grup ini, jadi lo bisa gue kick kalau omongan lo bikin jengkel.

Risyad: ada dress code? Terutama untuk perempuan biar Kie bisa nyiapin gaun.

Tanto: Nanti gue tanyain sama Renjana ya. Gue nggak ngerti soal gituan.

Aku masih ingin menggoda Tanto, jadi kembali mengetik pesan provokasi: Renjana beneran bukan calun istri yang tepat untuk elo, man. Iya, dia cantik, tapi terlalu muda untuk lo. Peluang dia untuk selingkuh saat performa lo di atas tempat tidur udah turun sangat besar. Dan lo nggak bisa bujuk dia dengan duit untuk tinggal karena duit dia sendiri nggak bakal habis sampai sepuluh generasi. Ketika waktu itu tiba, lo yang akan jadi penyesalan terbesar Renjana karena nikah sama om-om. Aku tersenyum membayangkan raut Tanto yang kesal.

Tanto: Dasar Iblis. Gue kick beneran lu!

Aku meninggalkan percakapan di grup saat mendengar pintu ruanganku diketuk. Galih, partner-ku membangun e-commerce yang menjadi usaha kami sejak beberapa tahun lalu masuk dan duduk di depan mejaku. Dari wajahnya yang semringah, aku tahu Galih membawa kabar bagus.

"Gue berhasil bikin janji sama Pak Rawikara untuk penjajakan investasi," kata Galih sambil tertawa. "Kita ketemu dia lusa."

"Pak Jenderal beneran tertarik untuk investasi?" Tawa Galih menulariku. Itu kabar paling bagus yang kudengar selama satu tahun terakhir, saat kami butuh investor besar. Jenderal Rawikara adalah salah satu solusi selain beberapa investor luar yang sedang kami usahakan.

Aku dan Galih menjalankan bisnis e-commerce yang hanya menjual luxury brand. Walaupun dimulai agak tertatih-tatih karena target pasar yang sempit, pelan tapi pasti, usaha kami berkembang pesat.

Media sosial dengan para influencer-nya yang menjual gaya hidup dan barang-barang branded di setiap unggahan mereka, menjadikan usaha kami semakin mendapat tempat. Orang-orang yang belanja di tempat kami tidak perlu ragu tentang keaslian barang karena mitra kami adalah toko-toko yang merupakan perpanjangan tangan dari brand yang mereka jual. Mitra kami tidak hanya berbasis di dalam negeri, tetapi ada yang berasal dari luar negeri juga. Zaman digital memudahkan semuanya. Dengan internet, semua hal yang tadinya mustahil bisa terwujud.

"Kita harus bisa memanfaatkan kesempatan ini karena nggak mudah mendekati ring satu Pak Jenderal." Galih menunjuk mukaku. "Lo harus fokus."

"Kapan sih gue nggak fokus kalau soal kerjaan?" Kalau ada satu hal yang aku seriusi dalam hidup, itu adalah pekerjaan. Aku tidak akan teralihkan oleh apa pun. "Nggak kayak lu, gue nggak punya istri dan anak yang bisa bikin gue terdistraksi dari kerjaan."

"Anak dan istri itu motivasi, bukan hambatan, bro." Galih mengibas. "Setan kayak elu mana ngerti soal komitmen sih. Cewek-cewek lo yang jumlahnya tak terhingga itu malah bisa bikin lo nggak fokus. Sampai urusan dengan Pak Jenderal beres, sebaiknya lo nggak minum apa pun yang ada alkoholnya dan pastikan ritsleting celana lo nggak turun selain karena panggilan alam untuk buang air. Maksud gue, air kencing, bukan mani!"

Aku tergelak. "Lo bikin gue teringat Russel yang nyuruh gue mulai memikirkan seks aman sama satu partner aja."

Galih berdecak. "Lo sama satu orang saja? Russel pasti nggak kenal lo dengan baik. Gue bahkan nggak yakin doa ibu lo supaya anaknya kembali ke jalan yang benar akan dikabulkan saking rusaknya moral lu. Padahal doa ibu itu ampuh banget."

Aku meringis. "Padahal gue yakin doa ibu gue akan gampang terkabul karena dia berdoa dengan akses ke semua agama yang sudah dia pelajari."

"Dasar anak durhaka!" Galih berdiri dan menunjuk celanaku. "Gue serius, jangan main-main dengan ritsleting sebelum selesai meeting sama Pak Jenderal. Gue nggak mau dengar kabar lo masuk rumah sakit karena disunat paksa perempuan yang tidur sama lo karena permainan lo nggak seimbang dengan tampang bule lo itu."

"Hei, gue nggak pernah dapat keluhan soal performa," protesku. "Teknik, gaya, keterampilan, durasi, ukuran, sebut aja, gue punya semua yang dibutuhkan perempuan."

Galih menggeleng-geleng. "Tapi lo nggak punya apa yang sebenarnya lo butuhkan saat lo menua nanti. Rumah yang nyaman dengan istri sambil lihatin anak-cucu lo yang datang berkunjung. Tapi lupain aja, umur lo juga mungkin nggak akan sampai tua. Besar kemungkinan lo akan nyusul Russel kalau beneran nggak berniat mengubah gaya hidup."

Kalimat itu sebenarnya bukan kalimat baru. Bukan hanya Galih dan Russel yang mengatakannya padaku. Tanto juga sering mengulangnya. Tapi mau gimana lagi, aku nggak sesuai dan nggak berminat mengambil langkah yang sama dengan teman-temanku. Monogami dan berkomitmen bukan gaya dan prinsipku.

**

Di Karyakarsa udah lama tamat ya. Jadi yang pengin baca cepat, bisa ke sana. Tengkiuuu....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top