Trisatya
Ada sebuah cerita lama, tentang dewa kematian dan Tiga Janji Setia.
Cring~ Gemerincing lonceng tanda kehadiran pengunjung
"Selamat datang di Karma cafe."
Anak itu di buang oleh keluarganya sendiri di sebuah panti asuhan. Seorang bayi laki-laki dengan sebuah luka kecil di kening kirinya.
"Genta, tolong belikan garam di warung. Uangnya ada di atas lemari es." Seorang wanita paruh baya tengah memotong beberapa bahan makanan untuk makanan anak-anak panti.
Genta, begitulah nama yang diberikan oleh seorang wanita yang dipanggil dengan sebutan Bunda. Genta memiliki sebuah kalung bertuliskan 'Lohia', maka dari itu, ia dinamai Genta Lohia.
Genta tumbuh menjadi anak yang cukup tampan, tetapi ia sangat pendiam dan jarang berbicara. Bahkan, tak ada seorang pun yang pernah melihat Genta tersenyum.
Bocah itu memberikan garam yang ia beli dengan cara mencolek Bunda, sehingga Bunda menoleh. "Terimakasih, Genta. Genta anak yang baik." Bunda menyematkan senyum pada Genta sambil membelai lembut rambut bocah itu.
Pada suatu malam, Bunda terdengar sedang membicarakan sesuatu dengan seorang pria asing. Genta memang sering mengendap untuk keluar di malam hari. Ia gemar memandang bulan di atas rumah pohon yang diam-diam ia bangun bersama teman-temannya di hutan sebelah panti asuhan.
"Ini uangnya." Genta tak sengaja melihat pria itu memberikan aplop pada Bunda. "Siapkan anak berikutnya dalam waktu satu bulan." Ia segera beranjak dan pergi begitu saja.
Genta tak mengerti arti dari percakapan itu, dan ia juga tak begitu peduli. Bocah itu memutuskan untuk pergi ke rumah pohon dan bermalam di sana. Biasanya, Genta akan pulang sebelum matahari terbit.
Satu bulan berlalu ....
Seorang wanita yang lebih tua dari Genta kini berdiri menunggu orang tua asuhnya menjemput.
"Selamat ya, Adis." Wanita itu bernama Adis. Kira-kira ia baru menginjak usia tujuh belas tahun beberapa bulan lalu. "Adis tersenyum dan masuk ke dalam mobil yang menjemputnya."
Genta menatap pria yang sebulan lalu datang di malam hari untuk menemui Bunda. Ia masih kecil, tentu saja Genta penasaran dengan pria itu. Ia menghampiri Bunda. "Bunda, siapa orang itu?"
Mendengar Genta berbicara, Bunda tersenyum. Jarang-jarang anak itu bersuara, apa lagi hanya untuk sekadar bertanya.
"Dia adalah Ayah baru Kak Adis," ucap Bunda sambil tersenyum.
"Apa uang yang diberikan paman itu adalah harga untuk Kak Adis?" Genta memang masih kecil, tetapi jika menyangkut uang. Ia sudah cukup paham prinsip perdagangan, karena sering membeli sesuatu di warung.
Tatapan Bunda berubah, ia menatap Genta dengan tatapan yang dingin. "Dasar anak nakal." Setelah kejadian Genta yang menanyakan hal tersebut, kini anak itu diisolasi di sebuah ruangan.
Entah sudah berapa hari ia dikurung di sana, samar-sama terdengar suara bisik di depan kamar Genta. "Kita bunuh saja anak itu? Bisa bahaya jika ia mengetahui rahasia panti asuhan ini ...." Itu adalah suara Bunda.
"Aku sudah menyiapkan rencana agar ia dianggap mati kecelakaan ...," balas seorang pria.
Pintu kamar isolasi terbuka. Genta di bawa ke taman bermain ketika malam hari. Ada sebuah kabel yang terputus dari tiang listrik.
"Genta, coba kamu pegang benda itu. Kita akan bermain tarzan," tutur Bunda.
Genta hanyalah anak kecil, ia mengaguk dan kemudian berjalan mendekati kabel itu. Tanpa pikir panjang, bocah itu hendak bergelayutan, tetapi listrik dengan tegangan tinggi menyetrumnya.
"Tinggalkan saja dia, nanti pasti akan terjadi mati lampu. Saat itu, kita baru memainkan peran." Bunda dan pria itu berjalan pergi meninggalkan Genta yang tersengat listrik.
Genta menatap punggung wanita yang ia anggap sebagai Ibunya selama ini. Ia mengeluarkan air mata sambil menatap wanita itu. Namun, tiba-tiba waktu seakan melambat untuk Genta.
"Mau ku bantu?" Sebuah bisikan terdengar jelas di telinga Genta. Seorang pria berpakaian hitam sedang beridiri di sampingnya. "Orang itu menjual organ dalam manusia. Ia menggunakan anak-anak di sini untuk mendapatkan kekayaan. Kau masih terlalu kecil untuk diambil jeroannya, makanya mereka membunuhmu dengan cara begini."
Pandangan Genta mulai kabur. Bau hangus menyelubungi dirinya. "Aku adalah malaikat maut yang bertugas memberikan karma pada manusia. Seru dan pujalah namaku--Yama."
"Ya-ma." Tubuh Genta tak kuat lagi menahan sengatan listrik.
"Jika kau orang bisa, kau sudah pasti akan mati, tapi berhubung kau ini memiliki darah Lohia--aku akan membantumu menjadi diri sendiri." Yama menjulurkan tangannya pada Genta. "Berjanjilah setia padaku. Aku akan memberikanmu sebuah keabadian."
Tak lama setelah itu, ledakan terjadi diiringi mati listrik. Malam itu tampak begitu gelap. Polisi dan pemadam datang ke lokasi panti asuhan yang terbakar. Seluruh anak panti berada di luar, sementara Bunda dan pria yang bersamanya hangus bersama bangunan panti asuhan.
"Ada yang terjadi?" tanya seorang polisi.
"Anak itu memiliki rambut berwarna putih. Dia membunuh Bunda dan paman dengan tangannya yang mengeluarkan listrik. Kemudian listrik itu membuat percikan api dan membakar panti," ujar seorang anak yang paling tua. Ia tampak ketakutan, jelas terlihat bahwa tubuhnya gemetar. "Anak itu--dia tersenyum."
Polisi itu justru menyeringai. "Darah dibayar darah, gigi dibayar gigi, telinga dibayar telinga, nyawa dibayar nyawa. Itulah karma, pembunuh yang dibunuh oleh hantu anak yang dia bunuh."
"Dan begitulah kau menjadi pengikut pertama Tuan Yama?" Smooky mendengarkan cerita itu dengan sangat fokus. Selama mendengar cerita, bahkan ia lupa merokok.
Kiddy menunjuk Smooky sambil menyeringai. "Kau mati karena kamarmu terkunci. Kau lupa meletakkan kunci kamarmu dan saat itu terjadi kebakaran besar di kos-kosanmu, kan? Suro? Kau mati karena kehabisan oksigen."
"Oi, jangan panggil nama itu di sini, Kiddy!" Smooky memutar-mutar batang rokoknya di sela-sela jari telunjuk dan jari tengahnya. "Kita sepakat, kan? Membuang nama kita semua dan--menggunakan nama baru? Panggil aku Smooky! Suro itu nama saat aku berada di dunia manusia saja."
"Menyedihkan. Itulah mengapa orang ini berakhir di sini, bukan? Kid." Smiley menertawai Smooky. "Karma dari seorang pemalas."
"Kau orang terakhir yang diangkat oleh Tuan Yama, Smiley. Jangan tertawa, kisahmu lebih menyedihkan dari Smooky." Kiddy menatap datar ke arah Smiley.
"Nah, cepat ceritakan, bagaimana dia mati, Kiddy!" Smooky membakar ujung rokoknya. Kali ini asap rokoknya beraroma melati.
"Dia mati saat bercinta." Smiley melesat ke arah Kiddy dan menutup mulut bocah itu. "Hentikan, Kid!" Smiley berusaha menutup mulut Kiddy.
"Dasar bodoh, aku ini orang kedua yang berada di sisi Tuan Yama. Bahkan tanpa Kiddy beritahu, aku sudah tahu sebenarnya." Smooky tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak? Smiley, atau pria yang memiliki nama asli Rian Rawindra itu memanglah pria yang tampan, tetapi ia kerap mempermainkan wanita, hingga satu hari ia membayar seorang wanita bayaran yang sebenarnya adalah pembunuh bayaran yang ditargetkan untuk membunuh Rian.
"Orang ini ahirnya mati ketika sedang bercinta." Smooky tertawa terbahak-bahak. "Dasar rubah cabul!"
"Hah?! Berisik Om jomblo!"
"Sepertinya kau perlu diajari sopan santun, Smiley." Smooky memandang Smiley dengan tatapan membunuhnya.
"Cobalah ajari aku sopan santun, Om guru." Smiley malah memprovokasi Smooky dengan wajah menyebalkannya.
Kiddy menutup mulut Smooky dan Smiley yang bertengkar. "Tetapi aku heran, mengapa di antara kita bertiga--hanya aku yang memiliki karma baik? Kalian itu, kan--korban karma."
Waktu seakan melambat untuk mereka bertiga. Yama muncul dari pintu depan. "Aku hanya iseng memilih orang di waktu sembarang. Dan tak ku sangka, kalian akan setia padaku selama beberapa abad ini." Yama bertepuk tangan pada mereka bertiga. "Jangan terlalu percaya diri, Kiddy. Aku hanya suka besenang-senang, tidak ada alasan khusus."
Kiddy memberi hormat pada Yama. "Biarpun begitu, kami berterimakasih karena, Tuan telah mengangkat kami dan mengajari kami berbagai macam hal. Anda juga mempekerjakan kami di tempat ini. Tidak ada alasan lain bagi kami untuk mengkianati anda, Tuan. Di sinilah rumah kami sekarang."
"Kalau begitu--bekerjalah yang giat! Sebentar lagi kafeku ini--ramai, loh." Yama menoleh ke arah pintu.
Cring~ Gemerincing lonceng tanda kehadiran pengunjung
"Selamat datang di Karma cafe."
Kiddy, Smooky, dan Smiley menatap pintu depan dan mulai bekerja kembali. Smooky berjalan ke dapur diikuti Kiddy, sementara Smiley mengambil daftar menu dan berjalan ke arah pelanggan yang baru saja tiba.
"Apakah ada penyesalan yang tertinggal di dunia?" Smiley tersenyum pada pelanggan itu. "Silakan dipilih menunya, Tuan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top