Permintaan yang berbeda
Cring~ Gemerincing lonceng tanda kehadiran pengunjung
"Selamat datang di Karma cafe."
Hari ini Yama, sebagai owner Karma Cafe, sedang tak memiliki banyak pekerjaan di luar. Ia berada di kafe seharian. Kafe ini tak hanya berisi para arwah yang menginginkan pembalasan, tetapi juga diisi oleh beberapa arwah bebas, dan juga jin yang telah mati.
Arwah bebas adalah arwah yang tak berada di dunia, tetapi juga tak berada di Nirvana. Ia mengambang di Alam Suratma. Biasanya arwah-arwah ini berkunjung ke Karma untuk melepas kebosanan.
Alam Suratma sendiri merupakan alam kematian yang berada di tengah-tengah alam dunia dan juga alam para jin. Kullu nafsin dzaiqotul maut, setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, termasuk jin. Dan di sinilah tempat mereka yang telah mati.
Cring~ Gemerincing lonceng tanda kehadiran pengunjung. Seorang pria tua masuk ke dalam Karma sambil celingak-celinguk. Yama menuntun pria tua itu dan memberikan segelas teh hangat padanya.
Setelah pria tua itu minum dan menenangkan diri, Yama menyentuh keningnya menggunakan jari telunjuknya dan memperlihatkan adegan kematian yang baru saja ia alami beberapa hari lalu.
"Jadi--aku benar-benar sudah mati, ya?" tanya pria itu.
"Smiley, layani pria ini dengan baik," tutur Yama pada Smiley. Ia beranjak tanpa menjawab pertanyaan pria tua. Kini Smiley mengambil alih pelanggan tersebut, ia meyodorkan menu kosong pada pelanggannya.
"Menu ini kosong?" Pria tua itu mengerutkan dahinya.
"Selama di dunia, apa ada karma yang ingin kau berikan pada seseorang?"
Pria tua itu menggeleng diiringi senyum puasnya.
Lah, terus lu ngapain di sini Bambank?! batin Smiley dengan wajah datar.
"Namun, jika itu karma baik, aku ingin kau memberikannya pada putriku." Smiley sontak merubah ekspresinya. Sudah lama tak ada pelanggan yang meminta karma baik. Sekilas data-data targetnya muncul di daftar menu milik Smiley. Ia menyematkan senyum pada pria tua. "Saya akan sampaikan karma baik pada putri anda, Tuan." Ia beranjak dan berjalan keluar kafe.
Sepanjang jalan menuju gerbang dunia, Smiley menatap terus masa lalu pria tua itu. Ia merupakan seorang pengusaha makanan. Karena ia gigih dalam berusaha, akhirnya pria tua itu menemukan sebuah resep rahasia, dan pada akhirnya ia sukses besar-besaran.
Pria tua itu bernama Handoko. Handoko membuat sebuah restoran dan dapat menghidupi keluarganya dari masakannya. Namun, beberapa bulan terakhir, ada hal janggal yang terjadi.
Salah satunya, makanan Handoko tiba-tiba saja terasa tidak enak dan terkadang di dalam makanannya terdapat belatung. Restoran Handoko memiliki aroma yang sangat tak sedap dan kerap membuat pelanggannya muntah-muntah. Lambat laun, restoran miliknya menjadi sepi pengunjung dan berdampak pada perekonomian keluarganya.
Handoko meninggal karena terpeleset di kamar mandi. Sejujurnya, ia pergi tanpa dendam pada siapa pun. Namun, ia tak tega jika membayangkan harus meninggalkan putrinya yang tengah remaja itu menjadi susah. Apa lagi, putrinya sering dihina akibat restoran milik Handoko yang tidak higienis belakangan ini. Maka dari itu, handoko ingin putrinya mendapat karma baik atas pengorbanannya selama ini yang selalu membantu Handoko dalam mempersiapkan kebutuhan restoran.
Smiley menyudahi kegiatan dengan daftar menunya, ia kini menyebrang ke dunia manusia dan segera menuju restoran Handoko yang hampir bangkrut.
Seorang pria tampan masuk ke dalam restoran yang menjual soto mie bogor sebagai menu utamanya. Ia duduk di kursi belakang dan memesan semangkuk soto mie lengkap dengan nasi putih dan teh manis hangat.
Seorang gadis membawakannya seluruh menu yang ia pesan. Gadis itu terlihat tak enak badan. Setelah mengantarkan menu, ia kembali duduk di kursi kasir.
"Nona, kau tampak tak sehat?" ucap pria itu.
Gadis itu hanya menyematkan senyum tanpa membalas pertanyaan pria itu.
"Aku sangat menyukai makanan di sini. Aku salah satu pelanggan Pak Handoko."
"Sungguh?!" Gadis itu tampak antusias ketika pria itu menyebutkan nama almarhum Ayahnya.
Pria itu mengangguk sambil tersenyum manis, menampilkan gigi taringnya yang terlihat manis. "Panggil saja Rian," tuturnya pada gadis itu.
"Aku belum pernah lihat, Mas Rian." Gadis itu tak pernah mengingat wajah pelanggan yang satu ini, yang artinya, mungkin ini merupakan pertemuan perdana mereka.
"Ini baru pertama kalinya aku dateng ke sini. Aku temen Pak Handoko di kantor lama. Dia sempet bawain soto mie bikinannya, sebelum terkenal kayak sekarang."
Gadis itu menatap getir kakinya. Seandainya pelanggan yang satu ini tahu, bahwa restoran milik Ayahnya ini sudah habis masanya. Kini toko itu tak memiliki pelanggan barang seorang pun, kecuali Rian. Bahkan beberapa hari terakhir ini.
"Soto mie ini agak hambar ketimbang yang terakhir aku makan." Rian beranjak dan berjalan menuju tempat meracik makanan. Ia membuat semangkuk lagi tanpa izin dari gadis pemilik toko ini.
"Masnya ngapain?" Gadis itu tampak bingung dan takut, karena Rian sembarangan masuk dan membuat semangkuk lagi.
"Cobain deh." Rian memberikan semangkuk soto mie buatanya pada gadis itu. Sejujurnya, Gadis itu tak mengerti, memang belakangan ini rasa soto mie di tokonya berubah, padahal resepnya sama. Jujur, ia tak menyukai rasa dari soto mie yang sekarang. Namun, ia mencoba untuk mencicipi soto mie buatan Rian. "Enak." Ia menatap Rian bingung. Rasa dari soto mie ini persis seperti buatan Handoko dulu, sebelum semua hal aneh ini terjadi.
Rian tersenyum dan langsung segera kembali ke mejanya untuk menghabiskan sisa makanannya. Setelah itu, ia membayar menggunakan uang seratus ribuan.
"Tunggu ya, Mas. Saya tukerin kembalian dulu." Gadis itu pergi meninggalkan restorannya untuk menukarkan uang.
Setelah gadis itu pergi. Rian menatap ke pojok belakang ruangan dan berjalan ke arahnya. "Siapa yang mengirimu ke tempat ini?" tuturnya pada makhluk tak kasat mata yang memberikan kutukan pada restoran milik Handoko. Makhluk itu bungkam, ia hanya menatap Rian dengan mata melotot.
"Halah, mbuh." Rian menebas kepala makhluk itu hingga terputus dari lehernya. Tangan Rian berubah menjadi tangan rubah, dengan cakarnya yang tajam setajam pisau. "Kelamaan, males."
Rian berjalan keluar restoran, ia tak menunggu gadis itu kembali membawa uang kembaliannya. Sebelum ia pergi, Rian memungut sebuah gumpalan aneh yang tertanam di depan toko milik Handoko. Sebuah gumpalan yang digulung menggunakan kain kafan.
Sekembalinya gadis itu ke restoran. Rian sudah menghilang. Gadis itu mencari keberadaan Rian, hingga ia mengendus sesuatu yang rasanya familiar. Ia tak mencium aroma tak sedap yang belakangan ini mengisi setiap sudut ruang toko. Aroma toko kali ini--harum.
"Mbak, dibungkus, tiga porsi ya sama nasi." Suara pelanggan membuat gadis itu menoleh sambil menyematkan senyum. Ia melayani beberapa pelanggan yang datang setelah kutukan di toko ini tercabut.
Sementara itu, Rian berdiri di depan sebuah restoran lain yang menjual soto mie seperti milik Handoko. Tempat itu tak jauh dari restoran milik Handoko. Rian menyeringai sambil berjalan masuk ke dalam toko. "Waktunya membereskan sampah."
"Soto mie satu porsi," ucap Rian sambil meletakkan ponselnya di ujung tongkat eksis, alias tongsis.
Tak lama setelah memesan, akhirnya pesanan Rian datang. Sebelum makan ia melakuka live instagram. "Hay gayung! Aku lagi makan di restoran soto mie yang katanya paling enak di dunia nih. Bener enggak sih? Yuk, langsung aja kita coba." Rian menyendok makanannya dan mencicipinya. "Hm ... lumayan. Bolehlah."
Rian mengambil suapan kedua, ketiga, dan seterusnya. Tiba-tiba ia terdiam sambil batuk secara tak wajar. Ia memuntahkan seluruh makanan yang telah ia makan hari ini. Matanya terkejut menatap muntahnya.
"Gayung! Lihat deh, bukannya aku mau jorok ya, tapi ini tuh--ini tuh--ih gila! Masa belatung, hoek!" Gelombang dua muncul, Rian kembali memuntahkan isi perutnya karena merasa jijik menatap belatung di muntahnya. Ia juga menatap mangkuk soto mienya yang dipenuhi belatung. Belatung-belatung ini berasal dari soto mie yang ia makan di toko Pak Handoko. Sekarang ia mengembalikan semua ini pada pengirimnya.
"Sumpah! Ini tuh pake ludah pocong, gayung! Ada belatungnya! Najong." Semua orang yang menatap Rian sontak menatap mangkuk milik mereka dan ikut memuntahkan makanan mereka.
"Fitnah!" Pemilik warung makan itu memprotes Rian yang dituduh telah berbohong dan merusak citra warung makannya.
"Fitnes kali ah! Lihat teman-teman, pemilik warung makan ini marah! Padahal yang harusnya marah itu tuh, aku. Ya, kan?" Komentar pedas dari netijen memenuhi live instagram Rian. Mereka membantai warung makan itu dan beberapa di antara mereka memang merasakan ada yang janggal karena toko milik Handoko yang tadinya ramai, kini menjadi sepi secara mendadak, dan seluruh pelanggannya pindah ke toko baru itu.
Rian dan pemilik toko sempat berseteru, tetapi tiba-tiba saja Rian memuntahkan darah dari mulutnya. Matanya menangis akibat sakit yang ia rasa dari tenggorokannya.
"Hay gayung! Lihat! Gara-gara aku enggak sengaja bongkar rahasia warung ini, aku disantet!" Rian mengeluarkan darah dari matanya. Ia seperti orang yang kerasukan, tubuhnya seperti tak bisa dikendalikan. Beberapa tulangnya patah akibat gerakan ekstrim dari hantu yang merasukinya. Ujungnya, kepala Rian berputar hingga rambut belakangnya kini berada tepat di atas jakun, sementara wajahnya sejajar lurus dengan punggungnya. Ia mati ketika sedang melangsungkan siaran langsung.
Sejak kematian seorang selebgram bernama Rian Rawindra, toko itu ditutup dan pemiliknya dipidana selama tiga tahun penjara sebagaimana yang tertuang dalam UU RKUHP Pasal 252 perihal hukum santet dan perdukunan.
Kini toko milik anak Pak Handoko tak memiliki pesaing lagi, ditambah rasa dan aura di toko yang telah kembali menjadi positif, sehingga cepat menemukan pelanggannya kembali.
"Ah Smiley, kau bekerja keras hari ini. Ini bonus untukmu." Yama melempar sebuah koin bergambar tengkorak pada Smiley yang baru saja pulang dari tugasnya.
"Ini terlalu berlebihan, kan?" Smiley merasa tak melakukan banyak hal sehingga mendapatkan bonus dari Bosnya.
"Kau hanya mendapat permintaan karma baik, kan? Tapi kau juga memberikan karma buruk pada orang yang sepatutnya menerima itu semua. Bahkan kau membunuh dirimu sendiri menggunakan racun."
Smiley hanya menyeringai. "Aku hanya melakukan apa yang menurutku menarik, Tuan. Jangan berlebihan." Ia melempar kembali koin pemberian Yama. "Berikan saja pada Kiddy. Aku lelah, aku ingin istirahat sebentar."
Yama mengambil kembali koin miliknya, lalu berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kafe. Seorang wanita cantik berdiri di depan pintu menatap Yama sambil tersenyum. Mencium aroma wanita, Smiley yang tengah memejamkan matanya, kini membuka matanya kembali. Harumnya tubuh gadis itu menusuk penciuman Smiley.
"Selama beberapa hari ini, dia akan magang di sini. Jaga dia baik-baik ya." Yama menatap Smiley yang tengah duduk sambil menatap gadis itu. "Oh, Smiley. Khusus untukmu--jangan jatuh cinta, ya." Yama terkekeh.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top