Bab XXVII Dunia Fantasi

Romellia layak menyebut dirinya mayat hidup setelah tiga hari berturut-turut berusaha keras untuk tidak tertidur. Dia takut. Cemas. Gelisah. Mimpi-mimpi buruk itu menerornya dengan tajam. Dan buruknya, ketika dia terjaga, hanya rasa kesepian yang mencekam yang menyapanya. Bukan ... Romellia tidak ingin mengingatnya, apalagi menyebut namanya.

Pria sinting dan terkutuk itu, bukan hanya mengusirnya dari istana Zarzuq, tapi mengurungnya dalam istana Ratu. Konyolnya, seluruh pelayan, termasuk Leine si Pengkhianat, berada di sisi Gideon. Mereka benar-benar tidak memberinya waktu untuk keluar. Setelah makan di ruang makan, dia akan diseret ke dalam kamar. Ini lebih buruk dari penjara—tidak, ini memang penjara yang mengerikan!

Tidak butuh waktu lama bagi beberapa pelayan yang perkasa untuk memindahkannya dari ruang makan ke kamar.  Seperti kali ini, Leine hanya berpaling darinya dengan muram, dan membiarkan pelayan menyeramkan itu mengurungnya.  Apakah Leine tidak mengkhawatirkannya?  Setidaknya, pelayan setianya itu harus bertanya tentang dua lingkaran hitam di bawah matanya, atau wajahnya yang kuyu, atau energi tubuhnya yang tiba-tiba menyusut?  Atau tidakkah mereka takut bahwa semakin dia dikurung, semakin dia akan kehilangan kewarasannya?

Apakah mereka tidak peduli?

Atau, itu merupakan cara mereka peduli?

Romellia memiliki banyak alasan untuk tidak merasa bahwa mereka salah.  Mereka hanya bertugas.  Tapi ... tapi tiga hari yang telah berlalu benar-benar menakutkan.  Baik itu tubuh atau jiwanya, dia menyerah.  Dia memilih kematian.  Mati.  Tapi dengan cara yang terhormat.  Tidak dibunuh oleh ... brengsek!  Dia merasa merinding sekarang.

Bukankah dia sudah siap mati? Tapi kenapa setiap kali memikirkan tentang cara mati dari seorang Romellia, dia tetap takut.

Romellia bersandar di kusen jendela, menatap langit biru tak berawan.  Terkadang ia lupa, bahwa dunia ini hanyalah sebuah novel.  Itu ... setiap kali dia bersama Gideon.  Mungkin, dia sengaja menyangkalnya, takut akan takdir alias plot novel benar-benar terjadi.

Namun saat-saat dia menyendiri seperti ini, dia menjadi sadar. Apa yang dilewatinya selama ini, hampir sedikit mirip dengan tubuh boneka ini di novel. Entahlah. Dia rasa, sedikit demi sedikit dia kehilangan alasan rasional untuk berpikir logis. Terutama kepribadiannya. Romellia tahu, jiwa asli dari tubuh bonekanya adalah manusia paling egois dan kejam sepanjang masa—maksudnya, novel—yang dia ketahui. Dan rasanya, mereka menyatu. Sedikit demi sedikit ... dia kehilangan sisinya sendiri.

Tubuh tegak yang malas-malasan di halaman dekat kamar Romellia, membuat perempuan itu menyipit. Sialan! Saat dia dikurung, pengawalnya bisa malas-malasan di luar sana. Tidak adil. Ini sangat tidak adil.

“Carlos!” panggil Romellia, yang telah teralihkan dari pikirannya dengan rasa iri dengki pada pengawalnya itu. “Carlos!”

Pengawal itu sebenarnya tahu dia sedang dipanggil, bahunya menenggang takut. Oh, bahkan sewaktu dia tanpa sengaja melangkah ke sana, dia sudah tahu ada mata beruang buas yang siap menerkamnya. Dan benar! Beruang itu sedang dikurung di lantai dua, tempatnya selalu berjaga. Tapi siapa yang mengira, bahwa dia yang bosan dan berjalan-jalan menangkap kumbang tanduk di halaman akan menarik perhatian si Beruang Buas.

“Carlos!” Romellia memegang besi penyangga yang menutupi jendelanya sambil menggertakkan giginya dengan jengkel. Pengawalnya yang satu itu, adalah orang pertama yang akan melarikan diri dan meninggalkannya jika mereka dalam bahaya. Mungkin pria itu akan menyerahkannya pada bahaya agar selamat. “Carlos! Jangan berpura-pura tidak dengar!”

Carlos memanglah Carlos. Dia bukan Gerald, yang meski membencinya sampai ke pori-pori kulitnya akan tetap patuh padanya. Carlos berbeda sendiri. Romellia bahkan meragukan jiwa ksatrianya! Kualifikasinya hanya ada pada tubuh besar dan wajah menyeramkan. Di dalam jiwanya, hanya bajingan tengik sampah! Dia lebih cocok menjadi bandit dibanding ksatria.

“Carlos!” Romellia tetap berusaha, badannya sudah menempel di kusen untuk meluruh, menyatu dengan sela yang ada, agar tubuhnya berubah menjadi jelly yang meloloskan dirinya dari sana. Ya, dunia ini memang bukan kartun, tapi bukankah ini novel? Bisa saja dia bisa berubah menjadi jelly, lalu keluar untuk memukul kepala belakang Carlos. Uh, dia sangat mengharapkan itu!

Carlos tak bergeming. Anggap saja angin lalu, ya meski angin di punggungnya terasa terlalu dingin. Aura majikannya memang mengerikan. Dibanding dia, sang Nona lebih pantas menjadi petarung. Jika mereka berkelahi, nonanya pasti akan menang telak.

“Ibumu adalah jalang,” suara mendesis yang dingin membuat Carlos menengok ke arah belakang, di mana Romellia telah berdiri dengan menempel di besi penyangga jendelanya. “Heeh, tidak tuli ternyata?”

Carlos menelan saliva susah payah. Kenapa juga dia menengok!

“Keluarkan aku.”

Carlos menggeleng, layaknya balita yang takut berbuat jahat. Dia berdiri dengan wajah pahit di halaman sambil menunduk. Jujur. Itu menyakitkan mata Romellia. Pria perkasa bertingkah seperti balita ... ugh, dia mual.

“Sebotol Vodka Utara,” tawar Romellia.

Mata Carlos sedikit bersinar, lalu kembali redup. “Saya suka Rum.”

“Hmm, dua drum, masing-masing.”

“Perintah adalah perintah, Yang Mulia.”

Romellia menarik napas kesal. “Sekantong perak?”

Carlos diam untuk berpikir. Lupakan penampilan balita menjijikkan yang coba dia tunjukkan tadi. Yang ada, penampilannya seperti  bandar gelap dalam pertukaran barang haram. Sudah Romellia katakan bukan, pria ini sangat diragukan jiwa kesatrianya.

Romellia tidaklah salah, Carlos adalah musuh dalam selimutnya selama ini. Bandar gelap yang selalu dicari kelompok Markus.  Carlos yang menjadi informan Peter ataupun Leon dalam menyelidiki setiap aktifitas Romellia di bawah perintah Markus. Namun harga yang mereka tawarkan jauh lebih murah dari Romellia. Cukup untuk merayunya bergabung dalam bar, beri sebotol penuh alkohol dan ... Voila! Semua rahasia mengalir dengan sempurna.

Jika saja Romellia tahu ... menelan pengawal sialannya itu hidup-hidup saja tidak akan cukup! Tidak akan pernah!

“Sebatang emas—“

“Akan saya bukakan, Yang Mulia!” Carlos dengan penampilan ksatria gagah berani yang menyelamatkan seorang sandera dari musuh terlihat. Romellia hanya memutar mata sambil mendengus. Dia tidak akan tertipu!

***

Sekali lagi, Carlos mengkhianatinya. Romellia tidak akan pernah tahu, bagaimana pengawal sialannya itu bisa membukakan pintu dengan mudah tanpa beban.

Carlos menjual cerita sampah yang menyedihkan pada kelompok Markus. Mengatakan bahwa dia sangat sedih melihat majikannya, terkurung dan terpuruk dengan wajah kuyu. Jadi dia memiliki ide untuk mengajaknya jalan-jalan sebentar. Dengan itu dia membual untuk meminta kunci pintu kamar Romellia.

Apakah semudah itu? Hah! Jika hanya Peter dan Leon targetnya, dia berhasil. Tapi Markus, pria itu tajam dan cerdas. Dari wajah Carlos yang semringah, mana ada jejak simpati yang menyedihkan? Dia malah terlihat seperti baru saja mandi emas. Namun ide untuk mengajak jalan-jalan itu terdengar bagus.

Romellia dengan tudung hitam kebesaran milik Carlos berjalan membelah pasar ramai. Gaun putihnya yang berkilau karena permata tertutupi sempurna. Penampilannya benar-benar tertutup sekaligus misterius, dan ... mencolok.

“Carlos, sialan!” Romellia mendengus kesal. Apa-apaan ide menyamar, yang ada semua mata memandangnya sekarang, karena tudung Carlos yang terlalu kebesaran dan juga, keberadaan pria besar dan menakutkan itu yang menempelinya, sudah cukup membuat mata memandang mereka.

Carlos hanya memutar mata malas sebagai jawaban, dan itu berhasil menyulut emosi Romellia untuk mengomelinya. Alhasil, keduanya semakin mencuri perhatian semua orang.

Di sisi seberang, para pengawal pribadi Gideon dan Mata kuning yang sedang bersembunyi, memandang keduanya dari kejauhan. Keberadaan mereka sudah pasti tidak diketahui Romellia. Hanya Carlos semata yang tahu. Ya, karena dia yang mengundang semuanya datang.

“Yang Mulia Putri Mahkota terlihat menyedihkan.” Peter menghela napas sedih, pandangannya simpati ke arah Romellia berdiri.

“Ini demi kebaikannya, bukan?” sahut Borgon, dengan pandangan tajam ke arah yang sama.

“Tapi ... kenapa tidak kita beritahu saja?” Peter berbalik memandang temannya itu. “Lebih baik Yang Mulia tahu bahwa apa yang dilakukan selama ini demi—“

“Kau lupa aturan seorang ksatria?”

“Ya ... tapi—“

“Kita hanya bisa diam.”

Peter mendengus lagi. Dia cemberut. Sangat tidak setuju dengan pandangan semua orang. Keduanya kembali tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Markus yang keberadaannya ada di sana juga, dan memilih menganggap dirinya tidak ada, juga larut dalam pikirannya sendiri. Dia tidak salah menyarankan Putra Mahkota untuk setidaknya memberi izin Carlos untuk membawa Putri Mahkota ke luar meski tidak lama.

Ketiganya dan para rombongan rahasia di belakang mereka, menyaksikan dari jauh setiap pertikaian antara Putri Mahkota dan Pengawal Pribadi miliknya.

“Ck!” Romellia mendesis di akhir pertarungan kata-kata mereka. Sudahlah. Malas dia jika terus menerus menyuruh Carlos menjauh darinya dan pengawalnya itu malah menatapnya dengan ekspresi yang minta digilas. Mereka hanya akan terus mengulang lingkaran setan dimana dia akan mengomeli Carlos, dan Carlos yang menatapnya dengan—ah, sudahlah. “Aku ingin ke sana.” Romellia menunjuk alun-alun kota dengan dagunya. “Kau berjaga di sini.”

Carlos melihat sekilas ke tempat yang ditunjuk perempuan itu.  Sambil menggaruk dagunya yang tidak gatal, dia bermaksud memprotes.  "Apa gunanya tempat seperti itu?" Hanya ada pohon-pohon besar yang sudah tua dan menyeramkan.  Sama sekali tidak memiliki hiburan bagi seseorang yang telah dikurung selama beberapa hari.

Romellia memutar matanya dengan malas. Satu-satunya alasan dia ingin ke halaman luas yang kosong itu adalah agar Carlos si Brengsek Sialan di sampingnya itu menjauh, memberinya ruang untuk bernapas. “Siapa majikannya di sini?”

“... Anda, Yang Mulia,” jawab Carlos bingung. Iyakan, sudah jelas dia, tapi kenapa masih bertanya?

“Lalu, siapa pengawalnya?”

Semakin bingung, Carlos menatap Romellia seperti melihat orang gila. “Saya, tentunya.”

“Bagus.” Romellia mengangguk puas, mengabaikan penampilan Carlos yang membuatnya ingin mencabik-cabik pengawalnya.  "Jadi patuhi saja perintahku."  Menepuk bahu Carlos, Romellia berjalan menuju alun-alun yang tidak lagi jauh darinya.

***

Perasaan akrab itu merayap lebih jauh saat langkah Romellia semakin jauh ke alun-alun yang sepi.  Faktanya, ini adalah pertama kalinya dia di sana.  Dia melihat sekeliling, mencatat setiap sudut alun-alun, benda apa yang ada di sana, pepohonan, binatang liar, bahkan tentara yang sedang berjaga.  Sampai tatapannya tertuju pada Carlos yang berdiri jauh darinya yang menatapnya dengan bingung, Romellia masih tidak menemukan jejak ingatan Romellia asli atau mungkin ingatannya tentang alun-alun kota.

Ada yang salah namun entah apa itu. Dia tidak menemukannya.

Tapi sepertinya perasaan yang akrab itu hanya kamuflase, Romellia merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya.  Uh, maksudnya tubuh bonekanya.

Jantungnya berdebar-debar, yang bahkan suara dentumannya menghalangi suara-suara lain.  Kemudian perlahan, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya.  Hanya sesaat, lalu tiba-tiba menghilang bersamaan dengan matanya yang menjadi kabur.

Semuanya menjadi sunyi dalam sekejap. Tapi Romellia sadar sepenuhnya, dia sepertinya terjebak di dalam ruangan entah bagaimana.  Tidak ada yang bisa dia lihat, dia juga tidak bisa mendengar apa pun.  Sama seperti keheningan yang datang sesaat, itu juga menghilang secepatnya.  Tiba-tiba, Romellia sudah melihat keramaian yang ... aneh.

Keramaian itu memisahkan diri darinya. Dia tampak tidak kelihatan di sana. Semua orang di sana sepertinya berteriak, tetapi suara sekecil apa pun dari mereka tidak mencapai telinga Romellia, bahkan seseorang yang sepertinya menyambar bahunya, benar-benar melewatinya seolah-olah dia hanya asap tipis.

Romelia tidak tahu, tapi langkah kakinya membawanya ke pusat perhatian semua orang.  Dan di sanalah mereka.

"Mustahil."  Romellia menutup mulutnya dengan cepat seolah takut mereka akan melihat kehadirannya.  Dia mengencangkan tudung Carlos yang dia pinjam sebelumnya, lalu memusatkan perhatian pada dua orang yang tampak begitu tidak nyata.

Gideon dan dirinya ... yang tampak menyedihkan.

Melihat pemandangan menakutkan di hadapannya membuat Romelia sadar akan suasana di sekitarnya.  Itu terlihat sama dengan mimpinya terakhir kali.  Lalu, apakah dia sedang bermimpi sekarang?

Semuanya tampak terlalu tidak nyata, dia seolah melintasi dunia fantasi lain di dunia fantasinya saat ini.  Atau apakah dia hanya kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dan kenyataan?

Romellia baru tahu setelah itu bahwa dia malah melihat Gideon berdiri di depannya.  Ia tidak lagi melihat Gideon dan dirinya sendiri dari bawah panggung.  Tapi dia sebenarnya telah bertukar posisi dengan dirinya yang lain.

***

Tbc, 04/04/21

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top