Bab XXIV Dia dalam bahaya
Jika kamu merasa kurang nyaman dengan bahasa yang kasar/vulgar dalam cerita ini, mohon untuk memberi tahu saya di kolom komentar.
❤
***
Apa arti dari sebuah pernikahan?
Jika seseorang menanyakan itu kepada Romellia dalam situasi anehnya sekarang, dia akan menjawab dengan dua versi. Versi pertama, jawaban secara harfiah. Pernikahan adalah sebuah titik penyatuan dua insan kekasih yang saling mencintai. Lalu pertanyaan baru akan muncul, seperti: apakah dia dan Gideon sepasang kekasih yang saling mencintai?
Jawaban dari pertanyaan itu juga memiliki dua versi. Pertama, iya mereka sepasang kekasih. Bukankah mereka pasangan yang bertunangan? Kedua, tidak, mereka bukan sepasang kekasih. Romellia tahu betul kekasih sejati Gideon seharusnya Anivirella. Lalu, apakah pernikahan mereka adalah sebuah penyatuan yang buruk?
Ah, rasanya sakit kepala. Romellia merasa kepalanya akan pecah karena terlalu banyak berpikir.
Lalu jawaban versi kedua kemudian muncul. Versi pernikahan—dari sudut pandang tragis hidup bonekanya—adalah penyimpangan plot terbesar yang telah dia ciptakan. Bukan, yang Gideon ciptakan tepatnya! Lalu satu lagi dari pertanyaan berdatangan, apakah pernikahan ini memiliki efek? Apakah itu akan baik atau buruk? Apakah itu akan menguntungkannya atau akan merugikannya?
Argh! Romellia merasa kepalanya akan benar-benar pecah. Benar-benar sudah melewati kemampuan berpikirnya.
Akhir kesimpulan dari semua itu adalah, yang mana tepatnya posisi pernikahan mereka? Apakah yang pertama atau yang kedua?
Romellia berdecak, inilah kenapa dia sangat malas berpikir. Satu pertanyaan akan berakar seribu pertanyaan. Satu saja sulit terjawab dengan seribu masalah baru yang selalu muncul, dan tentu saja itu sudah lebih dari cukup untuk membumi hanguskan pikirannya. Itu sangat melelahkan. Dan tentu saja, ribuan tanya dari anak akar pertanyaan itu tidak akan pernah terjawab seperti yang sudah-sudah.
Menghela napas berat, perempuan itu mengeratkan pelukannya di pinggang baja Gideon yang masih belum mengenakan pakaian selepas mereka bercinta pagi itu. Yes, morning sex, guys!
Mereka melakukannya, tepatnya, Romellia yang memancing pertama dan disambut Gideon. Meski awalnya pria itu sedikit linglung dengan tingkah istrinya yang pagi-pagi sudah membara.
Aroma tubuh bercampur keringat milik pria itu membuat pikiran kusut Romellia segera terbuai. Rasanya seperti menghirup narkoba, melayang dan kehilangan kekalutan dan euforia bahagia dari hormon dopamin akan semakin bereaksi dalam tubuhnya. Inilah mengapa dia selalu ingin, ingin dan ingin terus bercinta, nyatanya, hanya memeluk pria itu dia bisa melupakan segalanya.
“Romellia, lepaskan.” Gideon mencoba melonggarkan belitan lengan gurita Romellia, yang melekat dan semakin mengetat.
Romellia hanya menjawabnya dengan gelengan kuat dan pelukannya yang semakin menjadi.
Gideon mencoba lagi untuk melepaskan belitan itu. Dia tidak bisa berlama-lama dalam pelukan istrinya. Ada banyak tugas dan jadwal yang tidak bisa dia lewatkan hari ini. “Romellia, ini sudah fajar.”
“Em, ya, lalu?”
Gideon menatap wajah Romellia yang polos menatapnya. Perempuan itu sepertinya tidak berpikir bahwa apa yang sedang dilakukannya membawa bahaya bagi Gideon. Ya, karena sesuatu di bawah sana kembali panas, dan jika pria itu tidak mencegah sesuatu itu bangkit, mereka mungkin tidak akan bisa turun dari ranjang sampai fajar esok tiba.
Itu akan merepotkan, meski enak.
“Aku memiliki banyak jadwal hari ini.”
Bukannya melepaskan, Romellia malah menggesek wajah lembutnya di dada bidang Gideon. Pria itu tanpa sadar menelan saliva dan menahan napas. Romellia ini, apakah dia sengaja?
Tiba-tiba belitan itu lepas, dan perasaan geli yang nikmat itu menghilang seketika. Gideon berdecak dengan wajah masam. Benarkan, Romellia sengaja menggodanya lalu melemparnya begitu saja, dan meninggalkannya dalam masalah yang hanya dia sendiri yang tahu. Pria itu mendengus saat turun dari ranjang menuju ruang mandinya.
Romellia mengerutkan kening ketika melihat pria itu menatap sinis padanya. Ngomong-ngomong, selama dia berada di istana Zarzuq, selama itu juga dia mengamati bahwa tidak ada satu pun pelayan yang melayani Gideon untuk bersiap. Berbeda dengan dirinya yang setelah ini akan bertingkah seperti bayi yang patuh pada ibunya, Leine, untuk mengurus dirinya. Ugh, dia benar-benar kelelahan setelah bercinta dengan Gideon.
Pria itu juga sepertinya tangkas dalam menyiapkan diri. Sebenarnya Romellia ingin membantunya, menjadi istri yang mempersiapkan suaminya sebelum bekerja seperti dalam pengetahuan di kehidupannya sebagai Ellia, tapi bukankah dia sudah bilang, dia terlalu lelah. Jadilah dia hanya mengamati betapa luar biasanya Gideon bersiap seorang diri.
Pria itu harus diberikan lencana sebagai bangsawan mandiri yang luar biasa. Tanpa diberi tahu, dia sudah tahu dimana pakaian yang diperlukannya. Dia juga tahu cara berdandan rapi. Dia juga tahu agenda hariannya bahkan sebelum asistennya datang. Dia juga terlihat tenang dan biasa-biasa saja bahkan setelah mereka bertempur. Pria itu luar biasa, dan pria luar biasa itu suaminya. Betapa beruntungnya Romellia bisa berada dalam posisi sebagai istrinya.
Menggantikan Anivirella.
Hey, apakah dia baru saja berpikir bahwa posisi sebagai istri Gideon adalah milik orang lain yang dirampasnya? Ini miliknya. Bukan milik orang lain, apa lagi Anivirella!
Tanpa sadar Romellia mencengkeram seprai dengan kuat, tangannya menenggang dan kepalan tangannya memutih. Dia melampiaskan seluruh rasa kesalnya di sana.
“Berhenti lakukan itu, atau tanganmu akan terluka karena kuku-kukumu sendiri.” Gideon melepas genggaman kuat itu, mengurutnya dengan pelan, dan bahkan meniupnya beberapa kali—yang entah bertujuan untuk apa, tapi Romellia tahu, setelah pria itu menggenggam tangannya, terbesit rasa tidak senang membayangkan ada berapa banyak perempuan yang memimpikan Gideon dalam tidur malam mereka? Ada berapa banyak perempuan yang bebas melihat wajahnya? Ada berapa banyak perempuan yang menyusun taktik untuk mendapatkannya? Ada berapa banyak perempuan yang menginginkan posisi sebagai patnernya, pasangannya, atau istrinya? Ada banyak. Dan Romellia benar-benar merasa ingin mencekik seseorang sekarang.
Pria di depannya adalah tokoh utama pria yang berjodoh dengan tokoh utama wanita, itu takdirnya. Tapi Romellia merebutnya, atau mungkin tidak? Apakah benar bahwa dia benar-benar telah merebutnya? Romellia rasanya ingin tertawa. Bahkan pikiran mengenai apakah pernikahan mereka adalah penyimpangan besar atau tidak, belum terselesaikan. Sekarang dia mulai mempertanyakan seberapa lama posisi sebagai istrinya akan bertahan?
Gideon telah rapi dengan seragam ksatria hitamnya. Rambutnya bahkan telah rapi dengan sisiran khas pria itu, belah samping kanan. Dia menatap Romellia dengan kerutan dahi ketika menyadari tatapan perempuan itu sedikit marah.
“Ada apa?” tanyanya linglung. Romellia melepas tangannya dengan kasar dan mendengus, menarik selimut dan memunggungi Gideon. “Apa aku melakukan kesalahan?”
Romellia menyadari dia telah melupakan begitu banyak detail kecil dalam cerita. Salah satunya mungkin tentang karakter Gideon sebagai suami Anivirella.
“Atau aku membuatmu sedikit tidak nyaman?” tambahnya sambil mengguncang bahu Romellia yang malah menyingkirkan tangannya dengan sikap dingin bahkan tanpa menatap wajahnya. Uh, ada apa sebenarnya ini?
Bisa saja pria di depannya itu tidak sama seperti karakter novel lagi. Ah, soal ketampanan dan keseksian, dia tetap juara. Tapi persoalan yang lain, sepertinya tidak. Apakah Gideon akan tetap setia tanpa selir seperti apa yang dia lakukan pada Anivirella?
“Romellia? Katakan sesuatu dan jangan menghindariku,” keluh Gideon. Mengusap wajah frustrasinya, pria itu menghela napas berat berkali-kali. Dia sama sekali tidak melakukan sesuatu yang salah dari tadi, lalu kenapa perempuan itu langsung bersikap menyebalkan seperti ini?
Tapi dia bukan Anivirella. Gideon bisakah ... tetap setia pada satu istri saja? Kepadanya?
“Romellia, aku harus pergi,” kata Gideon pasrah. Jika dia tidak memiliki rapat penting, dia akan tinggal di sana sampai benar-benar tahu apa masalah yang terjadi di antara mereka.
Romellia langsung bangkit menatap wajah pria itu dengan buas. Hah, bahkan dia tidak berniat merayu istrinya yang jelas-jelas marah padanya?! Sikapnya berbeda! Ya, sangat berbeda. Dalam novel sialan itu, Gideon selalu memperlakukan Anivirella dengan lembut bahkan meski perempuan itu hanya diam dan tidak berbicara dengannya, Gideon akan selalu sabar padanya. Lalu sekarang?
“Ada apa?” Gideon merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.
Lihat, bahkan ekspresinya seperti dia menahan kesal padanya?! Bajingan! Kenapa sikapnya berbeda ketika bersama Anivirella?! Romellia mendengus dengan terang-terangan pada Gideon, ketika dia ingat satu chapter khusus tentang kemesraan mereka dimana Gideon mangkir dari tugasnya hanya demi Anivirella. Demi merayu perempuan itu untuk tidak marah. Demi perempuan itu!
“Rome—“
“Pergi,” ujar Romellia datar. “Ada banyak perempuan yang akan tercekik jika kau terlambat. Oh, atau kau akan merasa sesak jika tidak segera melihat mereka? Atau, siapa yang akan kau temui setelah menghabiskan malam denganku?”
Gideon melongo. Apa yang ada dalam pikiran Romellia?
“Tidak bisa menjawab??” Romellia terkekeh dengan dongkol. “Jadi aku benar?”
Gideon menelan saliva dengan berat. Kepalanya terasa sakit seperti ditusuk ribuan jarum tak kasat mata. Sambil menggaruk pelipisnya karena bingung, dia hanya bisa melihat istrinya dengan tatapan tidak bersalah.
Romellia malang, Gideon-nya itu tidak pernah menerima pelajaran cara merayu istri cemburuan yang tidak jelas di pagi buta. Tentu saja. Pria itu bahkan pergi dengan sikap tegar tanpa bertanya lebih lanjut lagi.
***
Bukan hanya Gideon yang menyebut Romellia bersikap tidak jelas seperti itu. Kini Leine, yang merasa bahwa perempuan itu memiliki suasana hati yang buruk. Dia dapat menjelaskan seperti apa wajah suram nan menakutkan milik Romellia sejak dari tadi pagi dia menyiapkannya.
Leine agak heran sebenarnya. Berdasarkan jejak-jejak ambigu di tubuh Romellia yang sepertinya baru dicap di atas cap yang lainnya, perempuan itu seharusnya dalam suasana hati yang bahagia seperti hari-hari yang lalu. Tapi hari ini, majikannya itu sepertinya mengalami pergolakan batin yang berat seorang diri.
“Apa jadwalku, Leine?” Romellia bersiap memulai aktivitas barunya. Setelah lebih dari seminggu pernikahan, normal bagi seorang Putri Mahkota sepertinya mulai menjalankan tugas.
Mari berfokus pada tugas dan lupakan pikiran sialan itu!
“Beberapa berkas kebutuhan rumah tangga dan data-data pelayan yang perlu Yang Mulia baca telah saya sediakan di meja.”
“Selain itu, apa ada kegiatan pertemuan?”
“Tradisi jamuan teh Kerajaan perlu diadakan setiap dua kali atau sekali dalam sebulan. Yang Mulia perlu mengatur beberapa nama Nona dan Nyonya bangsawan berpengaruh—“
“Kecualikan Lily Redant dari undangan.”
“Yang Mulia ...”
“Tapi jika dia bersedia datang dengan Marquis Horison, dia bisa datang.” Romellia terkekeh, mencoba membangun suasana hatinya agar ceria, dengan membayangkan tampang Lily yang akan kalah telak saat Marquis Horison menolak ikut dengannya—jika benar Lily akan bersikeras mengikuti jamuannya.
Oh, ayolah, Romellia. Jangan berpikiran buruk! Jangan lagi. Apa lagi sampai memikirkan—tapi, apa benar Gideon tidak akan memiliki selir?
“Sialan!” Romellia tiba-tiba mengumpat.
Leine tersentak kaget. “Ada apa, Yang Mulia?”
Romellia melarikan pandangannya. Dia butuh waktu sejenak sepertinya. “Tidak. Aku akan memanggil jika sudah butuh,” jawabnya gelisah. Leine harus segera menyingkir. Dia benar-benar butuh berpikir jernih.
“... Sungguh?”
“I-iya.”
“...”
“...”
“Baiklah. Saya ada di ruangan sebelah, Yang Mulia. Bunyikan lonceng dan saya akan muncul setelahnya.”
“Leine?” Romellia terdengar ragu-ragu memanggil pelayannya.
Leine menarik napas berat, wajah semrawut Romellia benar-benar tidak sedap dipandang. “Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Anda?”
“Apa ada yang bisa saya bantu?” tambah Leine.
“...”
“... Yang Mulia?”
“Ada!”
Leine merasa sedikit kelegaan. “Apa itu, Yang Mulia?”
“Bawakan semua berkas nama perempuan yang pernah mencoba mendekati Gideon.” Romellia terdengar penuh keyakinan, matanya teguh penuh rencana ... atau amarah?
Leine tidak yakin emosi mana yang lebih menguasai majikannya. Dia hanya mencoba menduga-duga. Apakah itu yang membuat Romellia tampak berpikir keras dari tadi pagi? Mengenai persoalan perempuan-perempuan yang pernah mereka selidiki? Tapi untuk apa?
“... Baiklah, Yang Mulia.” Leine kebingungan.
“Aku harus melindungi gelarku, Leine.” Romellia mengedikkan bahu dengan ekspresi serius yang mencoba santai. “Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan Gideon hanya memiliki satu pasangan, kan? Lihat, ayahnya. Maksudku, Yang Mulia Raja. Dia memiliki lebih dari tiga untuk melanjutkan keturunan. Aku pikir Gideon juga demikian. Untuk berjaga-jaga, ada baiknya aku melangkah lebih cepat. Iya, kan?”
***
“Yang Mulia?” suara berat pria di depannya berhasil mengembalikan pikiran Romellia yang kalut tidak keruan.
Berdeham sejenak, Romellia kemudian berbicara. “Tuan August, apakah hanya sisa ini kabar yang bisa Anda bawakan kepada saya?”
Simon menatap penuh selidik pada ekspresi Putri Mahkota dari balik topeng wajahnya. Hanya dia yang tahu betapa dia sangat ingin bertanya, kenapa pasangan pengantin Kerajaan ini sangat terobsesi dengan perempuan bernama Anivirella. Untung saja topeng hitamnya menghalangi Romellia mengetahui niatnya. “Ya, Yang Mulia.”
Baiklah. Romellia menutup laporan itu dengan wajah penuh arti. Kabar tentang Anivirella memang selalu tidak jelas, dan tidak mengherankan jika dia kembali menerima laporan yang sama tidak jelasnya. Anivirella seolah-olah tidak pernah ada di dunia ini.
Semoga saja perempuan itu benar-benar tidak ada.
Atau jika dia ada, bisakah Romellia menemukannya dan ... melenyapkannya?
“Yang Mulia?” Simon kembali berbicara hanya demi menyadarkan perempuan itu dari lamunannya. Tampang Romellia yang seperti itu benar-benar mengerikan. Menakutkan. Pria itu sadar, dia sedang merinding sekarang.
“Tuan August,” kata Romellia setelah pulih dari lamunannya. “Jika kau benar-benar menemukan perempuan ini, bisakah kau membunuhnya?”
Simon menelan saliva dengan susah payah. Bulir keringat gugup sedikit bermunculan di dahinya.
“Aku bisa memberimu bayaran lebih.”
Simon tidak tahu harus menanggapi apa. Bukankah tidak sulit untuk mengatakan iya? Bukankah ini tidak berat, Putra Mahkota juga memberi perintah untuk menyingkirkan perempuan itu? Tapi kenapa dia merasa bahwa, niat membunuh Romellia seolah-olah diniatkan untuk membunuhnya? Oh, oke, dia mungkin berlebihan dalam berpikir. Tapi rasanya benar-benar menakutkan untuk menghadapi perempuan ini sendirian sekarang.
“Tuan August?”
“... Yang Mulia, pertemuan kita hari ini hanyalah senyum sapa kesopanan dari Serigala Merah. Bukan—“
“Tapi kau memberiku laporan, bukan?”
Ya, benar! Tapi ... “Saya tidak bisa menerima pesanan lagi yang berkaitan dengan Anivirella.”
“Kenapa?”
“Perempuan itu sudah jelas-jelas tidak ada. Untuk apa—“
“Apa aku menanyakan pendapatmu?”
“Uh, iya, maafkan kelancangan saya, Yang Mulia.” Simon dengan gugup membungkuk pada Romellia.
“Bagus,” gumam Romellia dingin. “Tugasmu sekarang, menemukannya dan melenyapkannya ... dan ini rahasia, bukan?”
“... Ya, Yang Mulia.”
Simon menarik punggungnya agak tegak berdiri, dan tersedak, kala mendapati wajah mengerikan Romellia yang sedang tersenyum padanya. Siapa pun perempuan bernama Anivirella itu, Simon berdoa agar dia selamat di mana pun dia berada, karena kini dua orang paling gila di Kerajaan ini menginginkan kematiannya. Dia dalam bahaya!
***
Tbc, 07/02/21
Saya lagi malas membuat cerita ini. Enggak tahu kenapa, sih. Jadi, saya enggak tahu kapan saya bisa memberi update terbaru.
Saya type penulis yang menumpuk draft, dan ini draft terakhir milik saya.
Semoga kita bisa ketemu minggu depan, yah ❤❤❤
Thanks for reading, guys!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top