Bab XXIII Terlalu semangat
Penutupan di hari kamis, jadi bacanya yang manis-manis
BTW, Thanks banget buat kalian yang nge-vote cerita ini, karena per tgl 1 Februari berhasil menyentuh 1k ❤❤❤
Sooo ... enjoy the story!
Eh, tapi jangan lupa tugas kalian setelah baca, yah!
VOTE VOTE VOTEEE 🤣🤣
***
“Jadi, apakah kau masih akan beralasan sibuk?”
Romellia melipat tangan di depan dada, memelototi Gideon yang masih sibuk dengan berkas di ruang kerjanya. Oh, ayolah. Dia tidak mati rasa, dia sadar bahwa pria itu masih mencari alasan untuk menghindarinya.
Sudah tiga hari dia bermalam di istana Zarzuq, dan tidak pernah sekalipun ada yang terjadi di antara mereka. Padahal Romellia sudah tidak sabar untuk melakukan itu. Ya, ‘itu’. Mereka harus sesegera mungkin bersatu.
Rencananya—rencana Romellia, maksudnya. Malam ini mereka harus segera menyatu sebagai pasangan suami istri yang lazim. Dia tidak punya banyak waktu lagi. Dan mereka belum benar-benar menghabiskan waktu sebagai pengantin baru yang sedang panas-panasnya.
“Sedikit lagi. Aku—“
“Ayo lekas tidur. Aku mengantuk.”
“Kau bisa lebih dulu—“
“Ada apa denganmu?!” Romellia membentak. Pria ini, apakah perlu dia perkosa?!
“Jika aku hanya akan dipajang di kamarmu, maka jangan nikahi aku sejak awal!”
Romellia membanting pintu kerja Gideon ketika dia pada akhirnya menyerah. Benar-benar putus asa. Masa bodohlah dengan—seseorang menarik lengannya dengan cepat. Siapa lagi jika bukan Gideon.
“Baiklah.” Gideon menghela napas, wajahnya pasrah bercampur linglung. “Tinggal satu berkas lagi.”
“Um, baik, aku menunggu di kamarmu,” jawab Romellia acuh tak acuh, “dan jika kau tak berniat datang. Aku akan pulang ke rumah ayahku dan tinggal di sana selama sebulan penuh!”
“Tidak. Aku pasti datang. Yakinlah.”
Romellia memutar mata dengan sengaja. Uh, dia juga tidak ingin pulang ke sana. Misi untuk melakukan itu lebih penting. Tapi dia perlu untuk bermain tarik ulur dengan si pecundang Gideon ini agar pria itu bergerak.
***
Romellia terburu-buru menyuruh Leine membakar dupa wangi yang membuat tubuh rileks. Selama ini dia tidak memiliki persiapan tempur yang baik di kamar pribadi Gideon, tapi malam ini, sesuai janji mereka pasti akan menyatu. Jadi mau tak mau persiapan itu akan dibuat meski tidak seberapa.
Leine baru saja selesai menyemprotkan parfum wangi kenanga ke arah tubuh Romellia. “Yang Mulia apa saya perlu menyiapkan itu?” bisiknya. Di antara mereka berdua memang terjalin rencana picik nan licik.
“Kau sudah membelinya?” Romellia balas berbisik, sebisa mungkin suara mereka hanya terdengar oleh masing-masing. Tidak bocor ke telinga pelayan lain yang masih membereskan kamar.
“Sudah lama,” sahut Leine cepat.
Romellia mengangguk senang. Leine memang sangat bisa diandalkan. Tapi ... “Gideon tidak pernah minum teh di tengah malam. Bagaimana caranya dia ...”
“Yang Mulia,” seorang pelayan menjeda percakapan mereka, “Yang Mulia Putra Mahkota telah berada di depan pintu.”
Baik Leine maupun Romellia saling menatap dengan panik. “Jadi bagaimana Yang Mulia?”
“Jangan hari ini kalau begitu,” putus Romellia. “Anggap saja permulaan, jadi tidak perlu terlalu panas.”
Leine mengangguk setuju. Benar. Putra Mahkota pasti bisa meski tanpa bantuan ramuan penambah stamina yang mereka beli.
Para pelayan akhirnya undur diri, menyisakan Romellia dengan piama tidur tipisnya lagi. Pantulan cermin besar di kamar Gideon mencuri perhatian Romellia. Bagaimana bisa pria itu tidak menyentuhnya selama tiga hari dengan dia berpenampilan menggoda seperti itu? Dan oh, lihat, bongkahan dada sebesar melon itu! Uh, sangat cantik. Benar-benar menggoda. Gideon buta jika dia tidak pernah terangsang karena ini!
Langkah kaki Gideon menarik perhatian Romellia dari acara kagum-mengagumi dirinya sendiri. Demi Tuhan, pria itu sangat tampan meski rambutnya berantakan. Sepertinya, efek pengantin pria masih melekat pada tampilan Gideon.
Romellia menyambutnya, membantu Gideon melepas jas seragamnya, menggantungkan pakaian lalu melempar diri dalam pelukan pria itu dan tanpa malu langsung mencuri kecupan kilat.
Gideon menatapnya geli. Perempuan ini ... bagaimana bisa dia mencintainya meski tahu dia selalu bertindak di luar nalarnya?
“Malam ini, sesuai janji, bukan?”
Gideon membeku mendengar pertanyaannya. Sekelebat penolakan malam itu menghantuinya kembali. Tidak menjawab pertanyaan itu, Gideon hanya memeluk Romellia. Menjatuhkan kepalanya di antara ceruk leher Romellia dan menghirup setiap wangi dari tubuhnya.
Selalu manis dan penuh candu. Lagi dan lagi, dia tidak akan puas dengan hanya menghirupnya. Tapi ... bagaimana jika Romellia hanya ingin mempermainkannya lagi? Mengolok-olok gairahnya?
“Romellia?” panggilnya serak.
“Hm?”
“Romellia?”
“... Ya, suamiku.”
Gideon sekali lagi menghirup banyak-banyak aroma kenanga yang melekat di tubuh Romellia. “Jika kita melakukan itu, bisakah kau tidak mendorongku lagi untuk pergi?” Wangi tubuh Romellia memabukkan. Benar-benar berhasil menaikkan gairah yang susah payah ditekannya selama tiga hari belakangan itu. “... Aku trauma,” tambahnya.
“... Tidak lagi. Tidak akan.” Mata Romellia berkaca-kaca. Mengelus lembut punggung tegap Gideon, dia kembali berujar, lebih kepada dirinya sendiri. “Itu tidak akan.”
***
Tubuh molek itu tertidur di sisi kanan ranjang. Napasnya teratur, dan wajahnya penuh kedamaian. Gideon menatap ke sisi itu dengan pandangan termangu. Siapa yang akan menyangka bahwa perilaku pemilik wajah damai itu beberapa jam yang lalu benar-benar membuatnya hampir gila. Perempuan itu tidak bisa diam, terlalu atraktif dan bahkan menyulitkannya untuk berpikir.
Romellia jelas bukan perempuan bangsawan yang bisa dikategorikan anggun dalam kesehariannya, tapi tetap saja, cara perempuan itu menjadi liar nyaris membuat Gideon kewalahan.
Sepanjang permainan mereka, Romellia mendesah dengan heboh. Perempuan itu secara aktif membalas setiap gerakannya untuk meraba, menjilat atau bahkan menggigit tubuh perkasanya. Lihat saja, Gideon bahkan memiliki jejak merah lebih banyak dibanding milik Romellia. Perempuan itu benar-benar berhasil menyulut sisi terliar dalam tubuh Gideon. Pria itu menjadi tidak bisa mengendalikan diri dalam kegiatan memasuki tubuh Romellia semalam. Tidak heran bagaimana setelah permainan itu, Romellia tertidur pulas.
Gideon masih berniat mengamati wajah istrinya lebih lama meski tahu dia memiliki waktu yang sibuk hari itu. Dia seharusnya segera beranjak dari ranjang, bersiap untuk menghadiri pertemuan rapat pengadilan di Kementerian Keamanan lagi. Namun sulit baginya untuk bergeser dari sana ketika wajah damai Romellia membuatnya benar-benar bahagia.
Bulu mata Romellia lentik dan cantik, melekuk seperti tubuhnya, dan tertutup rapat dengan damai. Bulu-bulu itu bergetar hanya ketika Romellia menarik napas. Di garis lain, ada hidung mancung perempuan itu dan bibir seksi cerinya. Gideon memperhatikan dengan lekat bagian itu, semalam betapa hebatnya bibir kenyal itu mengecap setiap sudut tubuhnya, mempermainkan gairahnya dan menggoda untuk di taklukan. Tak lama sudut bibir Romellia naik sedikit ke atas, tersenyum licik seolah mengejek pikiran Gideon yang berlarian ke mana-mana.
Gideon terkekeh melihatnya. Setiap sudut wajah perempuan itu direkam baik-baik oleh Gideon, disimpan rapat dalam memori, juga hatinya. Setiap tarikan napas Romellia tidak pernah lepas dari pengamatannya, bahkan ketika tarikan napas itu mulai tersendat, dan alis Romellia bergerak tidak nyaman, juga bagaimana bulu-bulu lentik itu bergerak berlarian. Gideon dengan khawatir menepuk pipi perempuan itu dengan lembut. Sekali lagi, Romellia sepertinya bermimpi buruk.
Tepukan halus itu tidak berdampak, dan dahi Romellia mulai dibanjiri keringat. Secara tidak sadar, perempuan itu mengepal tangan; meremas seprai dengan kuat hingga urat-urat nadi di lengannya yang tipis terlihat menegang.
“Romellia!” panggil Gideon sambil membuka remasan tangan Romellia dan memberikan tangannya yang lain sebagai ganti seprai. “Romellia!” Dia terus menepuk wajah Romellia, tidak terlalu kuat tapi cukup memberi guncangan pada wajah perempuan itu.
Tarikan napas Romellia semakin berat, mungkin sesak. Cengkeraman tangannya kuat, dan Gideon menjadi bingung dengan rasa sakit yang dirasakannya. Seberapa buruk mimpi itu hingga membuat Romellia mencengkeram dengan kekuatan penuh?
“Romellia!” Tidak menyerah, dia terus menepuk wajah Romellia. Merasa itu tidak terlalu berguna, dia berganti dengan mengguncang bahu atau lengan Romellia. Dan bahkan meskipun tubuh perempuan itu sudah sedemikian kuat diguncangnya, Romellia tidak terbangun.
“Rome—“ suara panggilan Gideon berhenti ketika dada Romellia tidak lagi terlihat naik dan turun. Napasnya berhenti. Panik, pria itu segera membuka paksa mulut Romellia dan memberinya napas buatan dengan embusan kuat.
“... hhh ... hhh ...” Romellia membuka matanya dengan lebar dan mulutnya tampak terbuka untuk menjerit, tetapi sesuatu seolah menghalangi suara itu dan menggantinya dengan bunyi deru napas.
Gideon ikut ngos-ngosan setelah memberi napas buatan dengan tergesa-gesa. “Ada apa, Sayang?”
Romellia masih mengatur napasnya, wajahnya linglung dan matanya menatap dengan aneh pada Gideon.
“Gideon?”
“Ya, Romellia. Aku di sini.”
“Gideon?”
“Ya, Sayang. Ada apa?”
“Gideon?”
“Katakan. Ada apa?”
Gideon menarik perempuan itu dalam pelukan, mengelus lembut punggung telanjang Romellia. Napas perempuan itu belum teratur, masih putus-putus dan berat tapi setidaknya tidak berhenti seperti tadi.
“Aku akan memanggil dokter kediaman Amour,” ujar Gideon, “mungkin dia punya ramuan untuk menghilangkan mimpi burukmu.”
Romellia tidak menjawab. Dia masih merasa takut. Matanya menjadi memerah dan berkaca-kaca. Dia sangat takut sekarang. Mimpi itu terlalu buruk. Sangat buruk.
***
Wajah Arnold perlahan menurun ke warna hitam: gelap dan suram. Menurut surat Romellia, ya, menurut surat yang jelas ditulis langsung oleh Romellia, adiknya itu sedang merasa kesepian. Katanya, tinggal di istana tidak semenyenangkan yang dia kira. Perempuan itu dengan jelas menulis bahwa dia membutuhkan hiburannya dan meminta sang kakak untuk datang melihat dan berbincang dengannya. Tapi penampilan Romellia tidak seperti surat yang dikirimkan untuknya.
Apa-apaan dengan wajah berbunga-bunga penuh kesombongan itu? Arnold bersumpah, Romellia tampak sangat bahagia, dan menyebalkan di suatu waktu bersamaan. Jika begitu, apa gunanya dia datang sekarang? Melihat adiknya begitu bahagia dengan pernikahan barunya membuat hati Arnold terbakar. Setelah ayahnya, sekarang ada Gideon yang merampas perhatian Romellia. Pikiran itu membuat Arnold cemberut.
“Aku merasa tertipu,” katanya, merajuk. “Kau bilang kau merindukan kakakmu. Kau membutuhkan kakakmu. Kau kesepian tinggal di istana yang luas ini.”
Romellia tersenyum. “Ah, itu sekitar empat hari yang lalu. Sekarang, tidak.”
“Lalu apa kedatanganku sudah tidak berguna?” Arnold akan benar-benar angkat kaki jika Romellia mengangguk.
“Tidak. Tentu saja, tidak,” kekeh Romellia. “Ah, kakakku sayang. Kau tidak paham apa-apa tentang situasi dan suasana hati pengantin baru yang suka berganti-ganti. Ini karena kau belum pernah bergaul dengan perempuan.”
“Hei, apa aku dipanggil ke sini untuk mendengar ceramahmu?” gerutu Arnold. “Dan tidak perlu pamer kepadaku mengenai status barumu itu!”
Romellia tidak bisa menahan tawanya lagi. Mengejek Arnold ternyata sangat menyenangkan. Ah, kakaknya ini terlihat sangat menggemaskan sekarang.
“Yang Mulia, Sir Fraun telah tiba,” suara Leine memberi tahu dari balik pintu jamuan mereka.
“Sir Fraun?” Arnold mengerutkan kening, untuk apa dokter keluarga mereka datang ke sini?
Tidak lama pintu jamuan teh mereka terbuka, Sir Fraun dalam gendongan Leon memasang wajah masam. Cukup sudah. Dia benar-benar sudah tidak memiliki harga diri lagi. Pria perkasa dan besar yang menggendongnya itu benar-benar keterlaluan!
Bagaimana bisa kelompok ksatria itu menjemputnya di pasar saat dia tengah berbelanja kebutuhan, dan lalu menggendongnya di tengah orang banyak? Secara bergiliran, dari satu ke satu, seperti barang yang di oper! Dia punya kaki, hei!
Arnold pulih dari keterkejutannya setelah melihat kehebohan dari dokter tua dan rombongannya yang muncul ketika dia mulai sadar bahwa Romellia kelihatan sangat lelah.
“Kau sakit?” cerca Arnold. “Lalu kenapa membuang-buang waktu untuk bertemu denganku?!”
Romellia menjawab dengan penuh kemalasan. “Gideon terlalu berlebihan.”
“Berlebihan? Romellia, aku yakin jika Sir Fraun muncul maka itu pasti menandakan sesuatu yang buruk pada tubuhmu terjadi.”
Itu benar, sekaligus salah. Dia memang kelelahan tapi bukan karena mimpi buruknya subuh tadi. Itu karena semalam mereka terlalu semangat.
Melihat bahwa kemarahannya sia-sia saja, Arnold memilih mempersilahkan Sir Fraun untuk segera mengobati Romellia, sedangkan dia akan menunggu di luar bersama para ksatria.
Romellia menatap Sir Fraun dengan kesal. Apa pria tua ini tidak berniat melarikan diri lagi? Selama dia berada di sekitarnya, selama itu juga Gideon akan memaksanya minum ramuan pahit mirip racun tikus. Mempan, tidak. Menyiksa, iya!
Lagian, kenapa juga Gideon begitu panik saat dia bermimpi buruk?! Tidak ada yang terjadi, kok! Tubuhnya masih baik-baik. Adapun mentalnya ... yah, itu sebenarnya yang perlu diobati.
Gara-gara mimpi itu dia terguncang hebat. Bagaimana bisa mimpi yang sama kembali terulang? Bahkan jauh lebih intens. Sentuhan dan rasa sakit yang dirasakannya, seolah-olah mengatakan bahwa dia benar-benar secara nyata berada di sana.
Padahal empat hari yang lalu dia berusaha sekuat mungkin untuk lupa. Dia menekan dengan keras segala prediksi dan kekalutan hatinya. Tapi jika mimpi itu terulang kembali, besar kemungkinan apa yang ditakutkan Romellia terjadi.
Masa depan tidak pernah berubah. Gideon pada akhirnya akan mengeksekusinya. Baik itu karena Anivirella atau bahkan tanpa Anivirella. Sekarang pertanyaanya, apa yang membuat Gideon membunuhnya nanti ketika mereka saat ini terlihat seperti pasangan yang saling mencintai satu sama lain?
“Yang Mulia, sa-saya akan me—resepkan obat.” Sir Fraun bergegas membereskan peralatan medisnya setelah dia selesai. Jika bisa dalam sedetik dia ingin segera menghilang dari hadapan beruang buas yang pemalas ini.
“Yang Mulia, apakah Anda yakin tidak memiliki keluhan?” Leine tidak mengharapkan bahwa Romellia akan tetap bersikap tenang.
Arnold telah masuk ketika pelayan lain membukakan pintu ruangan. “Bagaimana?”
“Tidak ada yang salah dengan Yang Mulia Putri Mahkota, Tuan Muda,” tutur Sir Fraun hati-hati.
“Maksudnya?” Arnold mengerut keheranan. “Wajah Romellia sangat kelelahan sepertinya.“
“Itu karena Yang Mulia Putri Mahkota terlalu bersemangat.”
Arnold masih tidak paham. Apa maksudnya itu?
“Tuan Muda, itu ... maksudnya adalah Yang Mulia kelelahan karena terlalu bersemangat menghabiskan waktu bersama Yang Mulia Putra Mahkota.”
“Apakah Gideon melakukan sesuatu yang salah saat kalian bersama?! Kenapa kau jadi kelelahan seperti ini? Aku akan menuntutnya!”
“Tuan Muda, itu—“
“Tidak ada yang salah kakak,” sahut Romellia dengan girang. “Kakak benar, Gideon tahu apa yang aku butuhkan.”
Huh? Apa itu? “Aku ... tidak paham.”
“Huft ... itulah sebabnya sering-seringlah bergaul dengan perempuan. Jadi Kakak akan mengerti apa arti dari kelelahan karena terlalu semangat.”
***
Tbc, 04/02/21
Jangan lupa, yah, Vote ❤❤❤
Thanks for reading, guys!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top