Bab XXI Malam yang panas

Perayaan telah usai. Setelah ini apa? Romellia agak penasaran dengan perjalanan rollercoaster hidupnya dalam detik-detik berikutnya.

Raja Salorei telah undur diri dari perayaan. Ia hanya ada di sana untuk memberi satu set tiara tradisi penerimaan anggota Kerajaan baru. Tanda Romellia telah diterima dan resmi menjadi Putri Mahkota. Perhiasan itu dinamai ruby rose, terdiri dari mahkota, kalung dan anting-anting dengan tiara kemerahan merah delima berbentuk mawar.

Romellia mengingat nama perhiasan itu, yang dalam novelnya digambarkan sebagai doa dan harapan agar pemakainya membawa kemuliaan dan kemakmuran bagi Kerajaan. Dan perhiasan itu seharusnya diberikan kepada Anivirella di hari pernikahannya dengan Gideon.

Beberapa bangsawan telah pamit, dan perayaan sepertinya benar-benar usai. Romellia melirik sekali lagi pada pajangan hadiah pernikahannya. Selain set perhiasan dari Raja, ada juga dari Arnold, dan suaminya, Gideon. Ah, memberi julukan suami pada Gideon menimbulkan debaran halus di jantungnya.

Arnold memberinya set perhiasan berupa bros berlian dengan rumbai pita emas. Sebagai tradisi kakak laki-laki, dia diwajibkan memberi bekal perhiasan untuk sang adik, sebagai simbol doa dan keberkahannya agar kelak pernikahan seorang perempuan dari kediamannya membawa kebahagiaan. Ketika Romellia bertanya mengapa harus bros yang diberikan, Arnold hanya menjawab dengan santai, "Keluarga barumu pasti akan memberi mahkota, kalung, atau mungkin anting-anting, gelang tangan. Agar unik, aku memberi bros dan pitanya." Ternyata, perhitungannya benar-benar terjadi.

Romellia kemudian melarikan pandangan pada satu set perhiasan dari Gideon. Paling terpaku pada mahkota di susunan teratas. Mahkota itu dihiasi butir-butir permata dan tiga bros berbentuk bunga thistle. Ya, bentuknya mirip dengan bentuk rajutan bunga di brokat gaunnya. Romellia tertegun, kapan tepatnya Gideon menyiapkan mahkota itu? Bentuknya yang rumit namun indah akan membutuhkan waktu lama untuk dibuat. Jika bukan pesanan khusus, Romellia yakin dengan pernikahan tergesa-gesa mereka bisa saja Gideon memberinya mahkota yang diwarisi oleh ratu sebelumnya.

Mengamati mahkota itu, Romellia penasaran apa artinya?

***

Romellia berhenti ketika rombongan pelayan istana berhenti. Sebuah ruangan besar dengan dekorasi mewah menyambutnya saat pintu dibuka lebar-lebar oleh pelayan. Romellia terpukau, kediaman Amour bisa saja dijuluki bangsawan terkaya tetapi kamar di kediaman itu masih terlihat miskin dibanding kamar barunya ini.

"Yang Mulia," Leine menghampirinya, berbicara tentang sesuatu, "Yang Mulia Putra Mahkota akan bermalam di kamar ini sebentar."

Eh? Romellia terkejut. Di novel tidak seperti itu. Setelah Gideon dan Anivirella menikah mereka tidak diizinkan berbagi kamar. Tradisi mereka belum selesai. Gideon mungkin suaminya secara hukum, tapi adat istiadat Kerajaan belum selesai. Itu tandanya mereka belum resmi sebagai pasangan Kerajaan yang sah.

"Ba—bagaimana bisa?"

"Yang Mulia Putra Mahkota sendiri yang mengusulkan pengaturan ini, Yang Mulia."

Setelah penjelasan Leine berakhir, para pelayan segera bergerombol membantu Romellia melepas gaun perayaan dan perhiasan perayaan di tubuhnya. Segera, mereka mempersiapkannya untuk malam yang panas bersama Putra Mahkota.

Semuanya berjalan terlalu cepat. Tahu-tahu Romellia telah berganti gaun malam dengan kain sutra yang tipis, dia bahkan bisa tahu bahwa kemolekan dibalik gaun itu terpampang jelas. Suatu kebanggaan untuk bisa memamerkan hasil jerih payahnya selama ini, tapi tetap saja itu agak memalukan di waktu yang bersamaan. Memikirkan itu membuat Romellia tersipu. Apa ... yang akan dipikirkan Gideon tentang tubuhnya?

Langkah berat terdengar mendekat. Romellia tidak tahu sejak kapan pria itu berjalan ke arahnya. Romellia hanya tahu setelah dia menunggu beberapa waktu, Gideon baru menyelesaikan lima belas langkah dari pintu kamar, dan dia belum sampai pada Romellia. Astaga, seberapa luas kamar baru ini sehingga Gideon rasanya masih terlalu jauh untuk sampai.

Romellia mencoba membuka mulutnya untuk berbicara tetapi gambaran tubuh telanjang Gideon mengganggu pikirannya. Warna wajahnya semakin tak terkendali, dia mengalihkan pandangan ke mana saja. Sialnya kata-kata Arnold tentang 'jika kalian tinggal berdua saja, Gideon pasti tahu yang kau butuhkan' menghantam pikirannya lagi. Imajinasi tentang malam ini, mau tidak mau membuatnya terkikik. Apa yang kira-kira Gideon tahu soal yang dia butuhkan?

Sorot mata hitam Gideon malam itu berbeda dari biasanya. Tidak hanya terlihat lebih tajam dan lapar seperti hyena, sorot itu berbeda dan memberikan tampilan dua ribu kali lebih seksi. Sorotan itu membuat Romellia semakin kewalahan mengendalikan imajinasinya yang sedang berlari.

Wajah Gideon sedikit dingin, tapi ada sedikit semburat di antara ekspresinya. Apa pria itu sama gugupnya dengan dia? Ataukah pria itu mengharapkan sesuatu yang intens dapat segera terjadi? Atau, mungkinkah dia sudah tidak sabar dengan penyatuan mereka?

Keduanya tahu saat mereka saling beradu pandangan akan ada sebuah percikan listrik mengalir melalui seluruh rongga tubuh untuk segera dipuaskan. Disatukan. Romellia menjadi orang pertama yang memutus adegan kontak mata dan menyerang. Bibir merah muda yang kenyal dan lembut segera menabrak bibir Gideon dengan agresif.

Gideon tersipu setelah pulih untuk beberapa waktu, dan bingung, dia kemudian bergerak, membalas dengan pagutan yang tak kalah posesifnya. Adu cecap antara keduanya hanya berjeda ketika mereka menarik napas.

Romellia mendapati wajahnya akan segera berubah menjadi kepiting rebus ketika mencoba menebak seperti apa bentuk perut dibalik kemeja Gideon. Six-pack? Eight-pack? Eleven-pack? Takkotak-kotak, tunjukan cepat padanya. Dia ingin meraba, menyentuh, menjilat—pagutan Gideon kembali menghantam bibir Romellia. Giliran pria itu yang memulai menyerang.

Romellia tersedak. Keduanya sangat membara dan terburu-buru. Tidak ada yang ingin mengalah. Gideon semakin mencondongkan diri, mendesak Romellia menuju ranjang mereka. Permainan utama akan dimulai di sana.

Tujuan keduanya sama. Mereka bersiap bertempur segera. Tangan besar dan kasar penuh kapalan karena sering memegang pedang, meraba, menyentuh, dan meremas apa saja yang ditemukannya. Tidak mau kalah, jari-jemari Romellia menelusuri tubuh atas Gideon, meremas rambutnya dulu, lalu membuka kancing-kancing kemejanya dengan tangan gemetar.

Gaun Romellia terbuka lebar di bahunya, kulit dadanya mengintip malu-malu dari bawah gaun itu, begitu pula kemeja Gideon yang tidak kalah terbuka; semua kancing di kemeja pria itu sudah lepas semua.

Masih dengan pagutan yang kuat, mereka akan segera beradu di atas kasur, sebelum Romellia merasakan ada yang salah dengan dirinya.

Tidak. Tidak sekarang. Romellia benar-benar memohon, tapi jantungnya yang berdebar terlalu kencang, membuatnya tercekik. Sialan! Bisa-bisanya dia mengalami peralihan ke efek penghancur ketika mereka sedang panas-panasnya untuk menyatu.

Romellia menghentikan pagutannya dengan terpaksa, mendorong tubuh Gideon—meski tidak keras, tapi mampu membuat pria itu mengerutkan kening.

Gideon meraih tubuhnya lagi, dan wajah Romellia kembali tertutupi wajahnya. Tapi perempuan itu kembali mendorongnya dengan sikap penolakan. Bukankah tadi dia yang memulai permainan panas ini?

Gideon mencoba menekan pergerakan Romellia di antara ciuman mereka, tapi sekali lagi, bahunya didorong agar menjauh. Samar-samar dia menyadari ada yang tidak beres pada Romellia. Napasnya memburu bukan karena ciuman panas mereka, itu mirip seperti seseorang yang akan kehabisan napas karena sesak.

"Romellia? Ada apa?"

Romellia melepaskan diri dari Gideon. Dia menjauh, melangkah mundur dengan dada naik turun. Sebisa mungkin dia harus menghirup udara sebanyak-banyaknya. Namun perasaan tertikam tiba-tiba di perut bagian kirinya membuat perempuan itu nyaris berteriak. Ini ... sakit sekali! Dia tidak mampu menahannya.

"Apa yang terjadi?" Gideon meraih tubuhnya, menatap wajah merah Romellia yang perlahan kehilangan warna dan menuju warna pucat seolah menahan sakit. "Kau tak ap—"

'Plak!'

Tamparan itu mendarat di pipi Gideon, bahkan sedikit mengenai bibirnya.

"Kena—"

'Plak!'

Satu tamparan lagi, kali ini mengenai hidung dan bibir Gideon.

Pria itu belum mau mundur dan masih maju. Romellia terdesak ke belakang, terburu-buru dia mengangkat tangannya lagi tapi sebelum itu Gideon telah berhasil menangkapnya.

"Ada apa denganmu?!" Sorot mata Gideon telah berganti menjadi amarah. Kenapa perempuan itu kembali berulah di saat dia yang memulai? Bukankah—

"Keluar," suara dingin Romellia menjelaskan segalanya. Gideon tertawa, perempuan itu mempermainkannya lagi. Bagus. Dia berhasil. Setelah membuat Gideon tidak terkendali dalam gairah, dia juga memantik amarah Gideon dengan sukses besar.

Gideon meninggalkan kamar pengantin mereka dengan napas memburu, bukan karena gairahnya yang masih kuat tapi lebih kepada rasa marah karena sekali lagi, dia ditolak. Malam yang di pikirnya akan indah hancur berantakan.

Romellia menghela napas, rasa sakit itu telah menghilang, tetapi dia segera merasa sepi. Di malam pertamanya dia harus tidur sendirian. Bagaimana dia bisa lupa dengan perannya? Tubuh boneka itu tidak pernah merasa cukup untuk menyiksanya. Dia selalu mengingatkannya bahwa sampai kapan pun dia tidak akan pernah aman.

Suasana hati Romellia memburuk. Takkotak-kotak yang dipujanya tidak akan dia lihat malam ini. Sisi tempat tidurnya akan dingin. Memikirkan itu membuat Romellia kembali menghela napas dengan kesal. Dia sudah menikah sekarang. Rasa antusiasnya dari pagi sudah membumbung tinggi, dan ekspektasi indah itu hancur karena—argh! Dia benci dunia ini!

***

Raja Salorei tidak menyangka akan menemukan dua wajah lain di meja makan paginya. Terlebih dengan raut suram dan kelam. Bukankah keduanya menghabiskan malam bersama?

Sir Odery, asisten Raja, berbisik dan menjelaskan secara ringkas. Semalam, Putra Mahkota kembali ke istana Zarzuq, mereka tidak menghabiskan malam di istana Ratu milik Romellia.

Raja Salorei tersenyum saat mendengarnya. Rupanya mereka bertengkar sebelum bisa menghabiskan waktu bersama. Padahal Gideon telah susah payah menyusun pengaturan itu. Haruskah dia menggoda keduanya?

"Raja Abore Bartolome Ruzaac memasuki ruangan," suara ajudan memberi tahu dengan lantang sebelum penguasa itu memasuki ruang makan istana utama.

Kedua orang yang telah tiba dalam ruangan itu berdiri dan memberi salam etiket bangsawan. Mereka berupaya bersikap sewajarnya, tidak menunjukkan bahwa telah terjadi tragedi semalam.

"Aku pikir, aku akan sarapan sendiri pagi ini." Raja Salorei bisa melihat wajah keduanya bertambah suram. "Jika begini apakah aku akan segera menimang cucu?" Dia terkekeh.

Wajah Romellia segera menunjukkan penyesalan, sedangkan Gideon semakin suram. Melihat itu, Raja Salorei merasa lucu sudah berhasil mempermainkan perasaan mereka.

Hidangan sarapan itu berakhir dengan wajah kaku di kedua pengantin baru, karena Raja Salorei terus menggoda mereka sepanjang makan. Setelah orang tua itu meninggalkan keduanya, suasana di sekitar langsung berubah suram.

Romellia mengamati wajah Gideon yang terlihat kelelahan. Pria itu seolah tengah mengalami pikiran berat. Mereka berjalan berdampingan menuju halaman latihan kstaria untuk menerima sumpah setia ksatria pada Romellia, yang telah resmi menyandang status sebagai Putri Mahkota.

Seusai sumpah setia itu diterima, keduanya menuju ke tempat lain lagi, dan selama itu pula, keduanya saling diam tanpa basa-basi normal sepasang kekasih. Romellia tahu seharusnya dialah yang berinisiatif memulai, karena dialah pengacaunya semalam. Tapi, wajah dingin Gideon membuatnya takut.

Namun niat untuk segera berdamai itu akhirnya berhasil Romellia pupuk selepas mereka menyelesaikan kunjungan di kementerian pangan, yang merupakan jadwal terakhir di hari itu.

"Gideon." Romellia menghentikannya dengan menarik sedikit seragam militer Gideon. Pria itu berhenti tapi tidak segera berbalik menatapnya. "Kami ingin bicara sendiri." Seluruh pelayan yang dipimpin Leine segera mundur lima belas langkah ke belakang setelah mendengar ucapan Romellia.

Romellia melepaskan tarikannya pada lengan seragam Gideon. "Aku minta maaf."

Gideon tidak serta merta menjawab, tapi hatinya bergetar. Untuk pertama kalinya kalimat seperti itu keluar dari bibir Romellia.

"Izinkan aku menebus kesalahanku semalam," lanjut perempuan itu.

Kali ini Gideon memandangnya dengan sorot penuh arti. Pandangan itu membuat Romellia diserang gugup. Dia sudah cukup terlalu berani untuk meminta maaf dan menawarkan diri, sungguh, dia berharap Gideon akan menilainya sebagai bentuk penyesalan dan segera memaafkannya.

Setelah beberapa waktu, keduanya hanya saling memandang. Gideon tidak menjawab, bahkan meski raut wajah dan sorot mata Romellia sangat memelas.

"Aku menunggumu malam ini," putus Romellia. Dia segera berjalan dengan tergesa-gesa, takut bahwa Gideon akan menyahutinya dengan penolakan. Karena wajah pria itu tidak terbaca sama sekali.

***

Tbc, 28/01/21

Thanks for reading guys :)

Makasih buat yang selalu setia vote sampai chapter ini  ;')

Buat yang sering komen juga, makasih makasih makasih, meski saya kadang lupa balas, makasih tetap memberikan komentar.

Dan terakhir, tentunya saya masih menanti vote dan komen kalian lagi di chapter ini ...

With luv ... **maubikinemotciumtapidilaptopnggaktahucaranya**


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top