Romellia telah dipindahkan ke ruangan khusus Kerajaan. Ruangan yang hanya boleh ditempati oleh anggota kerajaan. Siapa yang peduli itu melanggar aturan? Gideon siap memotong tenggorokan siapa pun yang bermaksud memprotes. Pria itu sudah cukup kesetanan dengan memaksa Markus menjemput Veronica, dokter Kerajaan, atau bahkan menyuruh Markus untuk membawa dokter mana pun yang menurutnya lebih mampu daripada dokter Kerajaan untuk segera menangani Romellia.
Dan setelah memberi perintah, dia segera menuju dapur Kerajaan dan diikuti oleh Bargon dan Peter—tangan kanannya yang lain, untuk menginterogasi koki maupun pelayan Kerajaan yang bertanggung jawab pada hari itu.
"Periksa semua makanan yang masuk!" perintah Gideon, matanya memerah dan rahangnya kaku. “Apa saja yang mencurigakan segera kalian selidiki. Dan—“ Gideon menatap setiap orang dalam dapur dengan kemarahan yang membumbung tinggi. “—bawa mereka semua ke dalam penjara bawah tanah! Jangan biarkan mereka tertidur sampai ada yang membuka suara!”
Seluruh orang dalam dapur menjerit—memohon ampunan dan meminta kesempatan untuk menjelaskan. Tapi persetan! Dia telah kehilangan akal sehatnya dan siapapun yang saat ini mencoba mendekatinya akan menjadi orang yang paling idiot. Coba saja buktikan!
Bargon dan Peter memahami situasi darurat di depan mereka. Dan segera tergerak untuk melaksanakan perintah bersama ajudannya yang lain dan menyeret seluruh kerumunan. Markus telah berpesan dengan cara yang misterius untuk tidak membiarkan Putra Mahkota bertemu dengan orang-orang di dapur selama lebih dari satu menit. Jika mereka bisa, mereka harus segera memenjarakan semua orang dalam beberapa detik setelah perintah Putra Mahkota diberikan. Mereka percaya bahwa ketika Markus mengatakan itu, seolah-olah mereka diserahi tugas yang hanya diberikan atas dasar kepercayaan penuh Markus. Gilanya, mereka merasakan ketakutan yang sama seperti yang mereka lihat dari tatapan penuh harap Markus pada mereka.
Gideon telah berjalan—tidak, berlari menuju ruangan tempat dia meninggalkan Romellia bersama perawat Kerajaan. Ada juga beberapa dokter pria yang justru membuat Gideon kesal karena tangan kotor mereka terus menerus menyentuh tubuh Romellia sambil menangani darah yang terus keluar dari hidung dan mulutnya. Jika bisa, dia ingin sekali mencincang tangan-tangan sialan itu saat itu juga. Sayang sekali, dia masih sangat memerlukannya demi keselamatan Romellia-nya.
"Apa yang salah??" paniknya, mendesak. "Apakah kalian tidak kompeten??" Mata dingin Gideon jelas menunjukkan indikasi tidak beres.
Leon—ksatria tingkat atas yang lain, segera menahan tubuh Gideon yang bersiap untuk menyerang para dokter dan pelayan. "Yang Mulia, ini bukan waktu yang tepat."
Tetapi Gideon telah kehilangan akal sehatnya, bukan?
Dia dengan kekuatan penuh mengangkat tubuh Leon—yang jauh lebih tinggi dan besar darinya—dan melemparnya ke dinding. Beberapa pelayan menjerit ketakutan. Leon hanya bisa meringis sebentar karena dia harus segera menyeret tubuh Putra Mahkota menjauh dan tidak membuat takut para dokter, yang dapat membuat mereka teralihkan dari tugasnya.
Bergerak secepat yang dia bisa dengan kekuatan penuh yang dia miliki, Leon meraih tubuh Gideon dan mendorongnya menuju pintu keluar. Leine yang juga ada disana segera mengerti isyarat Leon, dia segera mengunci pintu kamar bersama dengan beberapa pelayan lainnya. Setidaknya dengan begitu para pelayan dan dokter akan merasa aman bertugas.
***
Arnold baru saja memasuki koridor dan melihat para ksatria berpangkat tinggi, juga Gideon yang berdiri di depan pintu dengan tatapan tajam seolah-olah jika dia melakukan itu, Romellia akan segera bangun.
"Apa yang terjadi?" Dia bertanya langsung pada Gideon, tetapi pria itu sekarang tuli dan bisu. "Jawab aku, sialan!"
"Tuan Muda Amour," sela Leon, "harap tenang, dokter terbaik Kerajaan—"
"Aku bertanya padamu, bajingan!" Arnold meraih tubuh Gideon dan meninju wajahnya. Pria itu tidak melawan tetapi hanya menerimanya seolah itu pantas diterimanya. Arnold—yang melihatnya—semakin marah. Dia mencoba menendang, memukul atau melakukan apapun yang dia bisa untuk membunuh pria di depannya, yang terbaring di lantai dengan tatapan kosong ke langit-langit istana. Sayangnya, baik Leon maupun Erick—asisten Arnold, berhasil mencegah tindakan yang akan dia sesali di masa depan.
"Sejak dulu, sejak kecil, kau hanya tahu membuat dia menderita," teriak Arnold. "Sekarang, apakah kau berniat membunuhnya??"
Leon segera mendorong Tuan Muda Amour ke ruangan lain. Jika Arnold tetap tinggal di sana, pertumpahan darah mungkin akan terjadi.
Selepas rombongan kstaria itu membawa Arnold, Duke Amour tiba di sana dan bertanya dengan cara yang sama paniknya. "Apa yang terjadi dengan Romellia, Yang Mulia?"
Gideon yang telah bangkit dan kembali menatap pintu ruangan, melihat Duke Amour dalam diam. Dia juga tidak tahu dan dia takut.
“Biarkan saya membawa dokter dari kediaman Amour,” ucap Duke Amour tergesa-gesa. “Dulu, dia berhasil merawat Romellia—“
"Apakah Romellia pernah sakit?" Gideon memotong dengan panik. Tatapan sedih dan hancur terlihat jelas pada pandangannya.
“Ya—"
"Apa yang terjadi?" sela Gideon dengan cepat. "Duke Amour, ceritakan semuanya tanpa kecuali!"
“Tidak ada waktu!” bentak Duke Amour tanpa sadar. Haruskah dia bercerita tentang kejadian mengerikan setahun yang lalu? Dia tidak ingin mengingatnya. Romellia hampir mati karena penyakit aneh. Dan sekarang, mengingat itu dan mengalami kejadian yang hampir serupa membuat Duke Amour ketakutan. Bagaimana jika putrinya benar-benar meninggalkannya kali ini?
Gideon hampir menangis. Apakah separah itu? Apakah Romellia pernah sakit parah sampai-sampai Duke Amour terlihat sangat ketakutan? Dia tidak tahu soal Romellia yang pernah sakit. Kabar dari Markus baru diterimanya mulai enam bulan lalu, karena baru saat itu dia menyadari bahwa Romellia tidak lagi peduli padanya. Selama ini, dia hanya besar kepala tanpa perlu peduli dengan Romellia karena bagaimanapun, perempuan itu akan selalu mencintainya seperti dia akan terus mencintai Romellia.
Dia benar-benar tidak pernah tahu.
***
“Ellia,” panggil suara lembut. “Bangunlah. Waktumu makan.”
Gadis itu membuka matanya perlahan. Agak terkejut dengan tempat yang familiar di ruangan itu. Ellia melihat sekeliling dengan bingung dan menemukan gadis lain di ruangan itu—menatapnya dengan cemberut. Gadis itu, Julia, sudah menjadi sahabatnya sejak SMP, tapi kenapa dia ada di sini? Maksudnya, kenapa dia kembali ke dunia aslinya?
“Ellia? Ada apa?” Julia yang dari tadi sibuk menyiapkan bubur dan siomay yang dibelinya di depan SMA seusai sekolah, menatap bingung. “Kata Tante, kau masih demam dan belum minum obat. Lebih baik, minum sekarang. "
“Julia?” panggil Ellia.
“Yaa ... kenapa memanggil seperti itu?” Julia agak takut sekarang. Bisakah demam tinggi membuat orang lain kesurupan? "Apa yang salah denganmu?"
Ellia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Apa itu? Apakah yang terjadi selama ini hanya mimpi? Dan apakah dia benar-benar sudah bangun sekarang? Oh, syukurlah, setidaknya dia tidak akan tersiksa lagi di sana.
‘Tring.’
Suara notifikasi ponsel Ellia terdengar, dan blizt ponselnya berkedip, berasal dari tempat tidur—tepat di sisi kanan gadis itu. Dia meraihnya dan segera melihat sebuah benda yang tidak mungkin ada dalam mimpinya. Ah, itu adalah notifikasi update untuk chapter baru dari cerita Bunga di Taman Kerajaan.
Peristiwa ini entah mengapa ... sepertinya tidak asing.
"Julia, apa kau sudah membaca kisah Bunga di Taman Kerajaan?" Dia bertanya tanpa mempedulikan reaksi tertegun Julia saat dia menyiapkan obat untuknya. “Aku baru saja mengunduhnya dari situs cerita berbayar. Cerita ini seru dan ... rasanya tidak asing. Aneh, bukan?”
"Belum. Aku belum membacanya," jawab Julia. "Dan sama sekali tidak tertarik." Ellia melihat jawaban temannya dengan serius. "Apa yang salah?" Julia kembali panik, ada apa dengan sahabatnya? Kenapa dia selalu menatapnya dengan penampilan yang mengerikan.
"Tidak." Ellia menggelengkan kepalanya dan meletakkan kembali ponselnya di tempat tidur.
Tidak, dia tidak kembali ke dunia aslinya. Peristiwa di Kerajaan Salorei bukanlah mimpi. Barangkali, peristiwa inilah yang disebut mimpi. Ya, kejadian ini sama persis dengan saat ia duduk di bangku kelas tiga SMA, saat pertama kali membaca serial cerita Bunga di Taman Kerajaan, di hari yang sama saat ia harus izin karena demam tinggi.
"Ini." Julia menyerahkan semangkuk bubur hangat padanya. “Makan ini dan setelah itu minum obat. Kau kelihatannya terlalu sakit.” Gadis itu berbicara sinis.
Romell—bukan, Ellia—atau siapapun dirinya dalam dunia itu— menatap mangkuk bubur yang sudah ada di pangkuannya. Kehangatan yang merambat dari mangkuk membuatnya merinding karena terkejut. Bukankah itu sangat realistis untuk disebut mimpi?
“Ada apa lagi?” Julia menatapnya dengan lekat. “Ellia jangan membuatku takut! Setahuku kau hanya demam, bukannya, kesurupan setan penunggu sekolah!”
Ellia tertawa. Ini konyol. Dia pernah mengalami hal ini sebelumnya, namun saat itu dia tidak tahu mengapa dia bertingkah aneh di hadapan Julia.
Saat itu, dia hanya merasakan kehampaan seolah-olah ia telah melupakan sesuatu yang sangat penting ketika dibangunkan oleh Julia. Apakah itu berkaitan dengan momen ini? Kejadian berulang ini seolah menjawab keingintahuannya saat itu, bahwa hal penting yang mungkin dilupakannya adalah dia telah berpindah dimensi dan menjadi Romellia.
Ellia menyadari sesuatu. Ada sesuatu yang perlu dia periksa sekarang. Segera dia mengangkat ponselnya dan mengabaikan teguran Julia yang memintanya untuk berhenti bermain dengan ponselnya —persis saat itu. Tapi Ellia mengabaikannya lagi. Sayangnya ketika dia memegang ponselnya, penglihatannya berputar secara aneh dan dia ... telah berpindah ke dimensi waktu yang berbeda.
Hell, yeah!!
Saat itu mereka telah berada di sebuah cafe dengan beberapa gelas jus buah yang setengah di atas meja.
“Hei! Kau melamun lagi!” Julia menegurnya. "Katakan padaku seperti apa dia? Kenapa kau begitu mudah percaya dengan pria dari aplikasi kencan palsu? "
Ellia menghela napas. Ini ... peristiwa sebulan sebelum gempa bumi terjadi.
Mereka baru saja pulang dari kampus dan singgah di sebuah cafe terdekat. Bercengkerama seperti biasa, namun kali ini membicarakan mengenai kekasih LDR Ellia yang belum pernah dia temui sebelumnya. Hanya sebatas kencan lewat aplikasi ternama.
"Seperti apa pria itu? Katakan padaku!" desak Julia, sama seperti sebelumnya. Perempuan itu menginterogasi Ellia yang mengaku punya pacar yang sedang menempuh studi S2 di Amerika Serikat setelah setahun PDKT lewat aplikasi.
"Tunggu," potong Ellia, ini adalah kesempatannya untuk melihat kisah Bunga di Taman Kerajaan. Kalau tidak salah, chapter-chapter-nya mungkin ratusan ke atas, mungkin bagian yang menceritakan kisah Romellia menyiksa Anivirella. Namun layar ponsel yang menampilkan obrolan dari seseorang tanpa sengaja menarik perhatiannya.
Ellia membuka layar ponsel yang tidak memiliki kata sandi, dan segera mengklik layar pesan yang membawanya ke aplikasi per pesanan.
Kita bisa VC sekarang?
Ellia mengamati profil pesan dengan username Pria cakepku. Sementara tangannya hendak mengklik akun pria yang disebutnya kekasih itu, Julia merampas ponselnya cepat dengan ekspresi jahil.
"Hei, coba kulihat siapa pria itu—" Julia berhenti dengan ekspresi tidak percaya. Beberapa kali melihat Ellia dan kemudian layar ponselnya lagi. Ah, itu persis seperti yang ada dalam ingatan Ellia. Sayangnya, saat ini dia tidak berebut ponsel dengan Julia sebelum perempuan itu melihat prianya. “Kau ... bagaimana mungkin—” Julia tidak melanjutkan tetapi hanya memandang Ellia dengan napas tertahan.
***
Tbc, 05/01/21
Dear pembaca, cerita ini mungkin hanya sekali seminggu akan di-update. Saya belum sempat menulis chapter lanjutannya, karena sibuk natalan.
Jadi, sorry untuk membuat kalian agak menunggu lama.
Tapi kalau draft ceritanya bisa cepat selesai, saya mungkin akan sesekali menyempatkan update: sayangnya ini bukan janji, tapi harapan.
Dan akhir kata; Selamat tahun baru dan Semoga kalian diberikan waktu-waktu yang menyenangkan di tahun 2021 ini.
Cheers!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top