7. Bersepeda Berdua
WARNING PAIRING!
DON'T LIKE DON'T READ!
TOLONG JANGAN HUJAT SAYA
INI HANYALAH FIKSI BELAKA, APAPUN YANG TERJADI SETELAH ANDA MEMBACA FF INI BUKAN TANGGUNG JAWAB SAYA
Ah... mungkin bagi dirimu
Hanya teman sekelas saja
Yang jalan pulangnya searah
Keberadaan yang seperti angin
"Hei, Katanya Lewis menerbitkan lagu baru,"
"Hm.."
"Menurutmu lagunya bagus nggak?"
"Aku belum mendengarnya,"
"Ish! Hiro nggak seru!"
"Yah mau bagaimana lagi? Kalau aku sibuk mendengarkan radio nanti PR Bahasa Inggrismu tak selesai dan ujung-ujungnya ntar ngamuk lagi,"
"Oke deh sekarang kuampuni,"
"Nggak ada terima kasih nih?"
Kuro yang duduk menyamping pada kursi penumpang sepeda itu tampak tersenyum, "Hehe lupa, untung diingetin, Makasi ya Hiro,"
"Lupa dengkulmu!"
Kuro tertawa lagi, "Ya maaf, aku kan akhir-akhir ini sibuk membaca."
"Paling komik rentalan minggu lalu," cibir Hiro
Sepeda yang dikayuhnya mulai memasuki wilayah pantai, suara debur ombak serta aroma asin mulai menyapa, namun tidak mempengaruhi dua remaja yang sedang dalam perjalanan pulang.
***
Hiro sedang sibuk memilah buku yang akan ia baca, olimpiade Fisika tiga bulan nanti bukan hal yang main-main, dirinya juga telah dipersiapkan berbagai jenis soal oleh pembimbingnya.
Tinggal latihan dan nunggu tanggal eksekusi saja.
Perpustakaan sekolah memiliki jadwal tutup yang berbeda. Jika biasanya pelajaran di sekolah selalu berakhir jam 3 siang, perpustakaan tetap buka hingga jam 5 sore memberikan waktu tambahan untuk siswa seperti Hiro untuk menambah ilmu.
Meja dekat jendela adalah spot favoritnya, selain karena jarang berisik juga membuatnya sadar waktu dan keadaan diluar. Sekolahnya merupakan sekolah dengan gedung yang besar dan sebagian besar tertutup. Jadi ia kadang kesulitan mengetahui keadaan diluar seperti apakah hari ini matahari tenggelam lebih cepat atau lambat? Sedang hujan atau tidak?
"Nih, Capucino dengan ekstra es batu tanpa pemanis tambahan,"
Konsentrasi Hiro langsung terbagi, Kuro tiba-tiba datang dengan dua minuman dingin. Alis Hiro naik satu, menunjukkan wajah herannya.
"Kau tidak tahu atu-"
"Sstt!! Aku butuh usaha ekstra untuk menyelundupkannya dengan aman dan selamat, setidaknya aku masih baik hati pada teman jeniusku yang hampir terbakar otaknya,"
Hiro ingin menjitak Kuro, namun sayang perempuan itu duduk di seberang Hiro, yang artinya terlalu jauh jarak untuk menganiaya perempuan itu secara efektif dan tepat.
"Cih, kau kira aku tidak tahu udang di balik batumu itu?"
Hiro langsung menyambar minuman yang diberikan Kuro, rasanya enak dan sesuai seleranya.
"Jadi berapa harga minuman ini?"
Kuro yang sedang minum tersedak, bulir-bulir tak bersalah mengotori novel yang berada di tangannya.
"Erm.... Aku remedial lagi, tugasnya dua halaman,"
"Oke, nanti aku akan mengjarimu sepulang sekolah,"
"Hee?? Kukira kamu yang ngerjain..."
Kuro berkata dengan wajah kecewa yang dilebih-lebihkan, membuat Hiro kesal.
"Dan membiarkanmu bermain PS? Kuro seriuslah! kita sudah SMA kurangi kebiasaan burukmu!"
"Iya,iya huft, Hiro emang yang paling benar,"
Kuro kembali menyeruput minumannya, meletakkan novel yang tadi dibawanya di atas meja. Hiro kembali fokus pada soal-soal latihan. Wajah serius Hiro tidak menyadari senyuman seseorang yang ditujukan padanya.
***
Mereka pulang saat matahari tenggelam ke peraduan, langit yang berwarna jingga kemerahan sangat cantik. Namun semua itu tiada artinya jika mendengar Kuro yang sedang menyanyi dengan nada seperti kucing kejepit.
Hiro menghentikan kayuhannya.
"Turun,"
"Eh? Kenapa?"
Kuro menghentikan aktivitasnya, menatap heran Hiro.
"Berisik," ucap Hiro dengan nada kesal yang kentara, "membuatku pusing."
"Lho? Eh? Jangan jahat gitu! Masa aku nggak boleh nyanyi?"
Kuro yang sedang dalam mood sangat bahagia merasa tersinggung ketika ada orang yang mengintrupsi kegiatannya membagikan berkah kepada alam sekitar.
Sedangkan Hiro, ia sedang dalam puncak stress yang diakibatkan oleh kekurangan tidur dan kelelahan otak. Tanggal olimpiade hanya tinggal menghitung angka jadi tidak ada waktu yang terbuang percuma, baginya setiap detik sangat berharga.
"Suaramu nggak sebagus siren,"
"Argh!!! Hiro jahat!!"
Kuro mulai menggoyangkan bahu Hiro.
GUBRAK!
Sepeda mereka oleng dan terjatuh.
"Sh... sial..."
Hiro terjatuh dengan lutut yang menimpa aspal lebih dahulu, lalu ditindih oleh Kuro yang berat badannya setara seekor sapi.
Kuro buru-buru berdiri, ia menepuk-nepuk roknya yang kotor sebentar sebelum memperhatikan keadaan Hiro.
"Lututmu berdarah!"
Celana panjang hitam Hiro sobek, dari sana mengintip goresan-goresan berwarna merah terang. Buru-buru Kuro mengeluarkan botol airnya, membersihkan luka Hiro.
Pemuda itu hanya diam dengan perlakuan Kuro.
"Masih bisa berdiri?"
Kuro merasa khawatir dengan kondisi Hiro, bagaimana pun juga ia yang menjadi penyebab pemuda itu terjatuh dari sepeda.
Hiro tak mengatakan apapun, ia berdiri dengan tertatih.
"Hi-Hiro maaf, Hiro marah ya?"
Hiro diam saja mengambil sepedanya yang terjatuh.
"Biar aku saja yang mengayuhnya, Hiro duduk saja!"
Kuro langsung mengambil alih sepeda Hiro, pemuda itu masih diam meski ia duduk di kursi belakang sepeda, membiarkan Kuro mengayuh sepedanya.
Dengan bersusah payah Kuro mengayuh sepeda Hiro, meski terasa berat namun ia tak mengeluh. Entah siapa yang berat diantara mereka, karena Hiro termasuk kurus meski tinggi jika dibandingkan dengan siswa lain di kekas mereka.
Apa mungkin pria bisa terasa berat meski ia kurus?
"Kau senang hari ini, ada apa?"
Setelah keterdiaman yagn cukup lama, akhirnya Hiro bersua.
"I-itu... aku ketemu kakak ganteng hehe... dia mengajakku kenalan,"
"Oh... pantas kau senang sekali, hingga membuatku terluka," sindir Hiro
"Ya maaf, nanti kutraktir eskrim deh,"
"Kau kira aku anak kecil?"
"Hehe..."
***
"Kau kenapa?"
Hiro menghampiri Kuro yang tampak murung, gadis itu biasanya akan mengoceh panjang lebar saat mereka pergi ke kantin, tumben anak itu diam saja.
"Mereka tak menyukaiku,"
Alis Hiro naik satu, heran dengan pernyataan gadis paling ceria-sekaligus berisik di sekolahnya itu. Seingat Hiro, Kuro termasuk orang yang pandai bergaul dan teman-temannya pun banyak.
Oh ya, hidup itu tak sempurna, jika ada satu orang yang menyukaimu maka akan ada satu lagi yang membencimu.
"Orang-orang dari klub manga itu?" tebak Hiro, seingat pemuda itu Kuro pernah bercerita bahwa ia memasuki ekskul itu bulan ini.
Kuro mengangguk, "Mereka bilang percuma aku masuk ke ekskul itu, gambarku tidak akan lolos untuk edisi musim panas nanti, mulutku lebih berguna daripada tanganku katanya."
Gadis itu mengaduk-ngaduk es teh miliknya sambil menatap lesu nasi goreng yang menjadi menu makannya. Sepertinya level badmood gadis itu sudah di tahap kritis, biasanya Kuro akan tetap menghabiskan makanannya walau gadis itu badmood sekalipun.
"Hei, setelah ini jam pelajaran apa?" tanya Hiro
Kuro diam sejenak, "Bahasa inggris,"
***
"Huwa!!!!"
"Bagaimana? Kau suka?"
"Kya!!!"
Hiro mengayuh sepedanya lebih kencang sehingga Kuro memeluknya lebih erat. Jalanan menurun di bukit sekolah mereka memang cukup terjal, apalagi Hiro tetap mengayuh sepedanya meski jalanan sudah menurun.
Rumput dan bunga yang mereka lewati melambai-lambai, seolah menyemangati sepeda yang melaju kencang membelah jalanan.
"Ayolah ini menyenangkan!"
"Nggak! Nggak...!!"
Kuro menutup matanya sambil tetap memegang erat kemeja Hiro, mereka sedang bolos sekolah, ini pertama kalinya Hiro berinisiatif untuk melakukannya.
"Percaya deh, buka matamu,"
Meski takut, akhirnya Kuro membuka matanya.
Kini laju sepeda tak sekencang saat Kuro menutup matanya, hamparan luas padang rumput serta bunga liar memasuki indera pengelihatannya. Pohon sakura yang mulai bermekaran bunganya tampak cantik.
"Bagaimana? Suka? Aku menemukan tempat ini saat sedang suntuk be-"
"Suka! Kuro suka! Wah! Itu bunganya cantik! Hiro berhenti! Berhenti!"
Hiro menghentikan laju sepedanya, Kuro segera turun dan berlari menuju ke padang rumput. Beberapa menit kemudian Kuro keluar dengan dua ikat bunga di tangannya.
"Ini untuk Hiro satu dan untukku satu," ucap Kuro dengan senang
Hiro menerima bunga itu, ikatannya terbuat dari rumput liar dan bunga-bunga yang diikat bukan bunga yang biasa ia lihat di toko bunga, meski begitu tetap terlihat cantik.
Kuro kembali naik ke sepeda, Hiro meletakkan bunganya di keranjang kecil depan sepedanya.
Rasanya bolos sekolah ada artinya juga.
***
Hiro menatap papan pengumuman, disana namanya tertulis sebagai tiga besar dalam tes seleksi terakhir. Rasa senangnya memuncak, akhirnya setelah hari-hari penuh perjuangan ia bisa lolos ke tingkat nasional.
Dengan cepat ia mengayuh sepedanya, jarak antara tempat terselenggaranya olimpiade dengan sekolahnya tidak terlalu jauh. Ia ingin menceritakan berita ini pada Kuro, dan mungkin mentraktirnya secangir teh di salah satu café yang akhir-akhir ini ramai.
"Hiro! Hiro!"
Kuro memanggil nama Hiro begitu pemuda itu memasuki kawasan sekolah, gadis itu tampak gembira juga, matanya yang hitam tampak berbinar-binar.
"Aku punya kabar bagus!"
"Aku juga!"
"Yaudah Hiro duluan!"
"Ekhem sebenarnya ini bukan kejutan lagi sih, tapi aku lolos untuk seleksi nasional," ucap Hiro sok keren.
"Huwaa! Selamat! Selamat! Aku tau kau memang jenius!"
"Sekarang giliranmu,"
"Kau ingat dengan kakak kelas ganteng itu kan? Hari ini dia menyatakan perasaannya padaku! Huwaa!! Harusnya kau melihatnya Hiro! Dia romantis sekali!"
Hiro terdiam sebentar, "Kau...menerimanya?"
"Tentu saja! Aku juga menyukainya! Oh ya, mulai hari ini aku akan pulang pergi dengannya, jadi Hiro tak usah menungguku lagi."
"Kuro-chan!"
Mereka berdua berbalik, seorang pemuda dengan rambut coklat muda melambaikan tangannya pada mereka.
"Oh! Itu dia! Ayo akan kuperkenalkan kau dengannya!"
Kuro langsung menarik tangan Hiro, mendekat pada sosok pacar Kuro.
"Hikari! Perkenalkan ini Hiro!" cerocos Kuro
"Hiro si anak emas itu ya? Senang bertemu denganmu,"
"Senang bertemu denganmu, senior,"
"Tidak usah kaku begitu, panggil saja Hikari,"
Pemuda yang bernama Hikari itu tampak lembut, fitur wajahnya bahkan lebih ramah dari Hiro. Terdengar suara bel mobil, membuat ketika orang itu menoleh.
"Wah! Jemputannya sudah datang!" seru Kuro "Kami duluan ya Hiro!"
Kuro langsung menarik tangan Hikari, pemuda itu memberikan senyuman pada Hiro sebelum mensejajarkan langkahnya dengan sang kekasih.
Hiro melambaikan tangannya sambil tersenyum kecil.
***
"Kak Hiro payah,"
"Rumi, apa-apaan itu?"
Hiro yang baru pulang dari sekolah, disambut oleh adiknya sambil berkacak pinggang di depan rumah.
"Katanya Kak Kuro sudah punya pacar,"
"Truss?" tanya Hiro dengan heran, tumben sekali Rumi berkelakuan diluar batas anehnya.
Rumi mendecakkan lidahnya, "Dasar payah! Payah!"
Gadis yang menginjak SMP itu langsung melangkah pergi ke dalam kamarnya dengan kaki dihentak-hentakkan.
Hiro menepuk dahinya, "Apa salah dan dosaku coba? Punya adik kayak dia?"
***
Hari-hari Hiro berjalan seperti biasanya, hanya saja sekarang lebih sibuk karena jadwal olimpiade nasional. Ia masih pulang dengan terlambat karena menghabiskan waktunya di perpustakaan.
Hiro mengayuh sepedanya, deburan ombak dan aroma laut menyapanya bersama senja yang datang.
Rasanya... sepi sekali.
"Kuro tumben kau tidak bicara?" ucap Hiro dengan spontan
Namun tak ada balas dari ucapannya tersebut, hanya ada suara angin.
Hiro lalu mendesah, tentu saja. Kuro sekarang tidak pulang bersama dengannya lagi, jadi jelas kursi belakang sepedanya kosong.
"Menyebalkan," gumam Hiro
Rasa sepi ini mengganggu Hiro
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top