4. I'm Back (Sequel Hate Series)
Warning : Dilarang marah! :)
---
Suasana sore yang sangat tenang. Tanaman yang mulai mengering disertai daun yang berguguran. Burung-burung terbang bersama, bermigrasi sambil melontarkan cuitan mereka. Angin yang berhembus pelan, menciptakan udara dingin, turut menambah ketenangan.
Aku menatap langit sambil menyusuri jalan sendirian dengan membawa sebuket bunga. Kali ini Ame tidak bisa menemaniku, ia tengah sibuk menyiapkan materi untuk lomba menulis yang akan dia ikuti. Aku sendiri tidak mengikuti lomba itu karena aku ingin lebih fokus belajar, tentunya aku tidak ingin nilai tes masuk universitasku tidak tertoreh nilai A. Aku ingin mendapatkan beasiswa di universitas ternama, jadi aku berusaha keras.
Aku tiba di suatu komplek pemakaman. Seperti biasa pandanganku selalu tertuju ke makam yang sama. Makam yang terpatri nama "Mori Akihiko" di batu nisannya, yang tidak lain adalah makam kakakku yang sudah meninggal bertahun-tahun lalu.
Aku menghampiri makam itu. Menaruh bunga dan berdoa. Rasa rindu dan sedih tiba-tiba menghampiri diriku yang terkadang masih terbayang-bayang oleh siluet kakakku. Aku tidak bisa melupakan dirinya yang sangat baik, walau sudah bertahun-tahun nyatanya untuk ikhlas tetap susah.
Aku menunduk dan berkata, "Aki-nii.... Aku datang berkunjung. Kali ini aku sendirian, Ame-chan sedang sibuk. Aku berharap ia akan mendapatkan hasil yang terbaik. Aki-nii.... Sebentar lagi aku akan lulus dari SMA, mungkin aku akan masuk ke universitas di luar negeri tahun depan. Aku berusaha keras untuk itu, doakan saja ya Aki-nii. Aki-nii.... Mungkin sebentar lagi Haruna-sensei dan Yuki-nii akan menikah. Mereka akan bertunangan tidak lama lagi. Andai kau bisa datang dan menyaksikan ini, kau pasti bahagia sama seperti dulu saat kalian bersama. Aku selalu berharap kau masih ada untuk menyaksikan ini semua."
Tanpa sadar, bulir air mata keluar dari kelopak mata, membasahi pipi dan jatuh ke tanah. Rasa pilu dan kenangan memenuhi pikiran. Terkadang rasa menyesal akan masa lalu masih saja ada, karena itulah aku berusaha yang terbaik.
"Baiklah, kurasa aku terlalu banyak bicara. Aku akan terus mengunjungimu tentunya sampai sebelum aku pergi," lanjutku sembari mengusap mataku.
Aku menegarkan hatiku dan melangkah keluar. Langit yang semakin gelap membuatku harus bercepat-cepat pergi.
***
Pagi hari yang tenang. Seperti biasa, aku datang ke sekolah dan duduk di sebelah Ame yang duduk di dekat jendela. Kelas masih sangat sepi, hanya ada Ame. Aku meletakkan tasku dan membuka buku, sepertinya hari ini akan ada ujian mendadak.
"Oi bodoh, ada waktu?" Sialan sekali Ame. Semenjak ia dekat denganku, ia sering melontarkan kata-kata sesuka hatinya dan terkadang memanggilku bodoh karena ia tahu semua aib yang kumiliki.
"Kalau Ame-chan memanggilku seperti itu, aku tidak ada waktu."
"Baiklah, Natsuki, ada waktu?"
"Tidak."
"Kau ini bagaimana sih? Aku sudah memanggilmu dengan benar dan kau masih seperti itu. Rasanya aku mrnjadi korban di sini."
"Panggil aku Natsuki-chan!" ucapku seraya tersenyum lebar dan menempelkan kedua jari telunjukku di pipi.
Melihatnya, Ame langsung memasang ekspresi jijik dan ingin muntah. Aku tahu isi pikirannya yang sedang bersumpah serapah memiliki teman sepertiku. Aku langsung tertawa kecil.
"Bercanda. Apa sih yang tidak untuk Ame-chan?"
"Kau membuat bulu kudukku merinding, bodoh!"
"Baiklah, ada apa Ame-chan?"
"Bisa kau cek ceritaku ini? Aku tahu ini masih banyak kekurangan. Tapi, aku butuh masukan dari orang lain." Ame menyodorkan naskahnya yang terdiri dari beberapa lembar kertas.
Aku membacanya dan terkesima. Tulisan Ame sudah mengalami peningkatan yang sangat jauh, cocok sekali dijadikan novel. Penghayatan kesedihan karakter disertai bumbu dark fantasy yang menakjubkan. Mantra-mantra dengan Bahasa Inggris Kuno yang aku tak tahu ia riset dari mana turut memperindah cerita. Cerita tentang perjuangan suatu bangsa yang menakjubkan dengan tokoh utama yang bersifat tidak pasaran. Cerita mengenai perpisahan abadi, hanya menyisakan kenangan di diri masing-masing tokoh yang haruslah menuruti egonya untuk bertahan, berpegang teguh pada mimpinya masing-masing.
"Gila! Ini keren sekali Ame-chan!"
"Ah, terima kasih. Ada saran?"
"Secara keseluruhan ini sudah sangat bagus. Tapi lihat di bagian ini, di sini ada plot hole sehingga bagian selanjutnya terkesan tidak nyambung," komentarku sambil menunjukkan bagian yang kumaksud.
"Ah benar juga kau," kata Ame sembari membaca ulang ceritanya.
Aku senang juga melihat Ame yang sekarang. Ia mengalami banyak peningkatan kualitas hidup. Hidup memang bisa berubah dengan hitungan waktu, ya?
"Oh ya, Ame-chan. Aku hampir lupa," tiba-tiba teringat akan sesuatu.
"Apa?"
Aku merogoh tasku. Mencari-cari sepucuk surat yang berukuran kecil. Berwarna hitam putih dengan hiasan berwarna emas, bernuansa elegan dan mewah. Setelah menemukannya, aku langsung memberikannya pada Ame.
"Apa ini?"
"Ini undangan pertunangan, Ame. Haruna-sensei dengan Yuki-nii."
"Hah?! Dengan preman pasar itu?!"
"Astaga, kau tega sekali Ame-chan. Walau ia berpenampilan seperti itu, ia bukan orang main-main loh."
"Aku sih tidak peduli, Natsuki. Bagiku ia orang yang tak ada lebih-lebihnya. Bisa-bisanya Haruna-sensei akan benar-benar menikah dengan orang seperti itu."
Aku tertawa sejenak. Entah mengapa aku juga sedikit senang Yuki-nii dihina seperti ini. Pasalnya, terkadang ia juga menyebalkan. Yang paling menyebalkan sebenarnya adalah ia akan menikah dengan orang yang berpotensi menjadi kakak iparku semisal Aki-nii masih ada.
"Sudahlah Ame-chan. Kau nanti datang bersamaku saja ya."
"Tentu saja. Pasti akan banyak orang yang tidak kukenal. Hebat sekali mereka, baru tunangan sudah seperti ini."
"Tidak juga. Ini hanya untuk teman dan keluarga dekat sih Ame. Lagipula ini bukan pernikahan. Nanti cuma makan-makan saja, pesta kecil-kecilan."
"Wah seperti itu rupanya. Baguslah."
Setelah itu, murid-murid mulai berdatangan. Kami langsung melanjutkan kegiatan masing-masing sampai tiba-tiba Haruna-sensei masuk dan berkata, "Baik anak-anak, kita ulangan sekarang."
Kelas dimulai dengan apa yang menjadi mimpi buruk dari para siswa. Untung saja aku sudah belajar.
***
Aku dan Ame datang ke pesta pertunangan Haruna-sensei dan Yuki-nii. Pertunangan ini dilangsungkan di Hotel The Westin, salah satu hotel yang ada di Tokyo. Cukup mewah dengan nuansa modern. Dekorasi berwarna putih terdapat di dinding dan dan langit-langit.
Aku sedari tadi hanya duduk bersama Ame sambil menyapa setiap tamu yang kukenal. Ame sendiri memilih diam dan memperhatikan setiap detail acara yang dilangsungkan karena hanya mengenalku saja.
Ame tampak elegan hari ini. Ia menggunakan gaun pendek berwarna hitam dengan lengan pendek. Ia juga menggunakan flat shoes senada. Seperti biasa, ia menggerai rambutnya. Ia melepas kacamatanya untuk hari ini saja.
Aku sendiri memakai gaun pendek bernuansa merah cerah. Aku menyanggul rambutku dengan model yang berbeda. Aku juga menggunakan sepatu yang memiliki hak cukup tinggi berwarna hitam.
Aku melihat ke sekelilingku, mengamati setiap tamu yang sudah duduk dengan rapi. Haruna-sensei dan Yuki-nii tidak mengundang terlalu banyak tamu, sehingga ruangan pun tak terlalu padat. Mereka semua sedang menantikan acara yang ditunggu-tunggu.
"Acara selanjutnya! Pemasangan cincin ke mempelai wanita!" Pembawa acara membacakan acara selanjutnya.
Tampak Haruna-sensei memasuki ruangan. Ia sangat cantik dengan gaunnya yang berwarna putih bersih tanpa noda. Rambutnya disanggul bak putri dalam dunia fantasi. Ia sangat cantik karena ia adalah ratu hari ini.
Di arah sebaliknya, tampak Yuki-nii memakai setelan jas putih dengan kemeja berwarna hitam. Ia tampak sangat rapi dan menawan. Ia bisa tampil bak pangeran, menghilangkan segala kesan berandalan dalam dirinya.
"Preman pasar itu ternyata bisa berubah dalam sekejap," komentar Ame dengan nada yang datar.
"Haha..., kau benar Ame."
Yuki-nii dan Haruna-sensei berjalan dengan selaras, dengan tempo yang sama. Mereka berdua di tengah altar. Yuki-nii langsung berlutut dan membuka kotak cincinnya yang berwarna merah, menampakkan cincin berbahan emas dengan berlian indah di atasnya, lapis lazuli.
"Haruna, maukah kau menikah denganku?"
Belum sempat Haruna-sensei menjawab pertanyaan dari Yuki-nii, pintu ruangan terbuka. Sontak, para tamu langsung mengalihkan perhatian ke sosok yang berada di pintu tersebut sembari berdiri waspada.
"Maaf aku terlambat." Sosok itu langsung memasuki ruangan dan berhasil mengejutkan semua orang.
Mataku terbelalak ketika mengamati sosok itu berjalan mendekat. Perasaanku menjadi campur aduk. Otakku berusaha memahami apa yang terjadi walau gagal total. Tubuhku membeku di tempat, tak bisa bergerak. Bibirku terkatup. Bulu kudukku berdiri seketika. Aku kini sedang merasa tidak yakin dengan apa yang kulihat.
Apa aku sedang bermimpi? Tidak! Ini dunia nyata. Aku melihat sosok laki-laki dengan warna rambut coklat. Maniknya senada dengan rambutnya. Jika dilihat, ia seperti kembaranku, hanya saja lebih dewasa. Ia menggunakan setelan jas berwarna hitam. Sekarang, ia tengah tersenyum kepada kami semua dan berhenti berjalan saat ia sampai di hadapan Haruna-sensei dan Yuki-nii.
Aku mengamati reaksi dari Haruna-sensei dan Yuki-nii yang tidak kalah terkejutnya. Mereka memandangi sosok ini tanpa berkedip sedikit pun dengan bibir yang menganga.
"Kalian berdua ini jahat sekali sampai tidak mengundangku dalam acara seperti ini. Aku baru tahu acara ini beberapa hari yang lalu dari Nat-chan."
"Si-siapa kau?!" kata Haruna-sensei dengan bergetar.
"Kau melupakanku? Astaga, jahat sekali. Kita ini teman di masa lalu yang telah terpisah oleh ruang dan waktu. Aku datang untuk melihat bagaimana temanku sukses sekarang."
Tanpa aba-aba, Haruna-sensei dan Yuki-nii pingsan bersamaan. Semua orang panik dan acara pun menjadi kacau balau. Beberapa orang langsung menggotong Yuki-nii dan Haruna-sensei. Aku sendiri membeku, tak percaya dengan apa yang tengah terjadi.
Sosok itu berjalan ke arahku. Aku tak bisa lari dan hanya terus menatap sosok itu. Aku pun tak ingin lari karena ingin memastikan sesuatu.
"Sudah lama ya, Nat-chan. Ternyata sekarang kau sudah besar walau di mataku kau tetap adik kecilku. Aku sekarang bangga padamu."
Aku hanya diam. Sosok itu menatap ke sebelahku sembari tersenyum.
"Kau teman Nat-chan? Baguslah. Akhirnya ia mempunyai teman dekat," lanjutnya.
Ame tidak berkomentar. Ia hanya memasang muka datar. Sungguh hebat! Tapi, mengingat Ame tidak pernah bertemu sosok di hadapannya, mungkin saja Ame tidak mengenalinya. Terlebih ia tidak menggunakan kacamatanya.
"Aki-nii, mengapa kau bisa ada di sini?"
"Jika Tuhan menghendaki, semua bisa terjadi. Berbahagialah."
"Natsuki!"
Tiba-tiba saja semua menjadi hitam. Yang aku dengar terakhir kali adalah jeritan Ame. Aku dapat merasakan ada seseorang yang menangkapku. Aku dapat merasakan kehangatan yang sudah lama sekali tidak aku rasakan.
***
Aku membuka mataku perlahan, hanya dapat melihat langit-langit putih. Aku dapat merasakan tubuhku terbaring di atas ranjang dan tangan yang dimasuki jarum. Aku langsung mengerti jika aku sekarang ada di rumah sakit.
"Sudah sadar, Natsuki?"
Aku menatap Ame yang menemaniku. Ia duduk di kursi. Sepertinya ia menungguiku sampai sadar, ia masih menggunakan gaun hitam yang sama. Wajahnya pun tampak lelah.
"Berapa lama aku pingsan?"
"Mungkin sekitar enam jam saja," jawab Ame dengan santai.
Aku mengingat kejadian yang telah terjadi. Sungguh tidak masuk di akal, semuanya seperti mimpi di malam hari. Apa benar kebangkitan jiwa itu ada? Apa yang sebenarnya terjadi?
"Aki-nii?"
"Kau memanggilku?"
Sontak aku menoleh ke sisi satunya. Tampak Aki-nii sedang berdiri. Ia mungkin juga menungguiku sampai sadar. Aku sendiri masih tidak yakin jika sosok di depanku ini adalah kakakku yang sudah mati beberapa tahun lalu.
"Bagaimana bisa kau masih ada di dunia ini?! Kau Aki-nii 'kan?!"
"Lucu sekali Nat-chan. Minimal aku di sini sampai pernikahan mereka selesai," katanya sambil menampakkan seringaian yang tak pernah kulihat sebelumnya.
"Seorang teman haruslah ikut melihat temannya saat sudah memiliki wibawa dengan penuh kebanggaan 'kan? Aku hanya ingin melihat kalian lagi walau hanya sekali dan memastikan kalian semua baik-baik saja."
.
.
.
TAMAT
Bonus fanart :
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top