10. Game pt. 1

literally a werewolf but let's make it alive

Disclaimer sebelum mulai, di sepanjang cerita bakal banyak dialog yang di diitalic padahal bukan bahasa asing, tapi itu maksudnya moderatornya yaa.

-----------

Di antara 5 hal ini dia merupakan yang paling luas.

"Apa sih? 5 hal apaan?!" Cumi yang membacakan kertas berisi clue pertama dari ghost yang baru saja mati itu membuangnya ke sembarang arah. Berharap mendapatkan jawaban tapi otaknya minim.

"5 hal ya... Aduh, pengen boker." Tanpa perlu diberitahu juga kalian tahu itu siapa :)

"Yang luas apa ya? Lapangan kali luas?" Hiro asal bicara sambil terus menggaruk kepalanya yang tidak gatal, pusing.

"Lapangan... Pulau. Di Indonesia yang paling luas pulau apa?" tanya Pram sembari terus menerka-nerka jawabannya.

"Bukan pulau, benua. Lima benua paling besar, Benua Asia," Faa dengan logikanya yang masih bisa berjalan mentap Asia dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

Marah? Tentu saja, dia telah membunuh Rara dengan perannya itu. Sedih? Jelas, dia tidak bisa menyangka Asia selama ini yang dikenalnya bisa membunuh temannya sendiri semudah itu. Kecewa? Pasti. Kecewa dengan permainan yang tidak masuk akal ini.

Asia yang ditatap semua orang disana ingin mengelak tetapi tidak bisa. Jawaban sudah jelas menuju kepadanya. Belum ada sepatah katapun yang berhasil lolos dari mulutnya, Loi segera menariknya ke papan gantung.

"Terimakasih atas kerjanya. Semoga kita bisa bertemu di tempat lain, nanti," ucapan Loi membuat Asia tercekat, tidak bisa mengatakan apapun. Dia menggantung dirinya.

"Et alah, blom gue kasi aba-aba udah mati aja. Dah yuk, malem lagi ya."

"Aku percaya sama guardian." Sebelum mereka semua meninggalkan tempat itu, mencari tempat bersembunyi, Faa mengatakan hal itu dengan sedikit lantang sambil melirik ke arah guardiannya.

Tanpa dia sadari orang yang salah menangkap kode itu dan menyeringai tipis.

-----------

"Teh, dapet sesuatu?" tanya Cumi yang berjalan beriringan bersama Rumi.

"Ngga Cum, gua naber,"

"Lagian ada-ada aja ya game ini. Niat awal kita kan cuma main werewolf biasa. Tapi siapa sangka ini jadi game yang hidup. Tadi gua sempet liat werewolfnya, beneran buluan njir." lanjut Rumi merinding membayangkan betapa besarnya werewolf yang tadi ia lihat.

"Lah daritadi kan lu sama gua kapan liatnya? Ini juga gua bingung moderatornya siapa ya? Di rumah ini juga gaada ruang monitor, gaada speaker juga. Serem juga ya kalo dipikir lagi. Tapi lebih serem lagi lu masih aja nempel sama gua, padahal ngga tau role gua kan lu?"

Rumi mengangguk, "iya serem. Tadi kan gua sempet ke kamar mandi Cum, pas lu bareng Kappa. Truss tadi Kappa juga udah bilang ke gua kok, lu villager, kan?"

Cumi hanya mengangguk tipis, mengalihkan pembicaraannya ke pemandangannya di depan mereka. Hiro sedang berbicara dengan Kuro dari balkon lantai 2 serta Kuro yang berada di lantai dasar.

"Heh! Ngapain lu berdua? Remake Romeo Juliet ya? Hiro jadi Julietnya tuh!"

"Anjir Cumi! Ngehode dong Hiro?!" Balas Rumi. "Lah? Jangan-jangan bener?" lanjut Rumi lagi, tidak sampai sedetik.

"Apa Teh? Hiro ngehode?" tanya Cumi heran.

"Tadi gua sempet curiga kan sama Tomo? Itu karena dia unknown, Cum. Jangan bilang kalau Tomo itu Cupid, Couplenya Hiro sama Kuro?" Rumi menjelaskan dengan menggebu. Ia terkejut dengan prediksinya sendiri.

Jika di malam pertama Faa sudah menerawang kalau Cumi itu villager, Rumi menerawang Tomo dan mendapatkan hasil unknown. Di saat itu juga Rara berhasil dimakan werewolf dan rolenya adalah diseased yang membuat werewolf tidak bekerja malam ini. Maka mereka belum menemukan bad side. Tapi Asia, yang jelas-jelas werewolf sudah mati. Biasanya di permainan werewolf, werewolf sendiri ada sekitar 2-3 pemain, maka dia harus menemukan 1-2 pemain lagi.

"Teh, jangan bilang lu detective?"

"Hah? Iya gua detective, kenapa?"

Cumi menelan ludahnya tanpa diketahui Rumi dan tersenyum, "prediksi detective bakal selalu bener, Teh."

------------

"Heh Guardian!"

"Iya? Eh, moderator ya?" Guardian itu tersentak menelusuri lorong sendirian, tiba-tiba ada suara.

"Iya. Milih siapalu?"

"Bentar, gua minggir dulu deh takut ada yang denger," jawabnya.

"Santai elah, gak akan ada yang denger, inikan lu ngomongnya dalem hati. Setengah bagun ya lu?"

"Lah iya juga. Baru sadar gua. Keren ya bisa telepati."

"Ngga keren, lunya aja yang norak. Ayo buruan, pilih siapa?"

"Pilih diri gua sendiri deh."

"Beneran setengah bangun ya lu?"

------------

"Kak, aku udah capek. Aku mau pulang," ucap gadis paling muda itu dengan suara yang parau. Kecepatan larinya semakin lama berkurang bersamaan dengan air mata yang perlahan keluar.

"Sabar ya May, sekarang lebih baik kita cari tempat sembunyi atau kita ke depan gazebo tadi, siapa tau moderatornya bosen ngumpet, jadinya nampakin dirinya."

"Gak lucu kak! Semua udah tau Kappa seernya! Pasti werewolf juga ngincer kakak!"

Faa hanya tersenyum mendengarnya. Belum sempat menjawab, lolongan serigala sudah terdengar keras. Suasana semakin mencekam ketika angin malam berhembus membuat pohon-pohon di rumah luas itu bersuara dari daunnya.

"Kalau gitu kamu lari sekarang ya May. Aku gak akan bisa kemana-mana selain guardian nyelamatin aku. Lagi juga aku ada penggantinya, kok."

Satu serigala dengan matanya kuning menyala mendatangi mereka. Mulutnya sedikit terbuka memperlihatkan giginya yang basah akan darah. Bulunya begitu lebat, seluruh badannya tertutup, tidak ada yang bisa menebak siapakah itu.

"Gak! Aku gabisa ninggalin Kappa gini aja! Aku gamau ada yang mati lagi." Tangisan Mayu semakin keras. Tapi apalah, semua itu percuma. Hanya guardian yang bisa menyelamatkan pemain.

Werewolf mengangkat tangannya tinggi-tinggi, kukunya yang begitu tajam memantulkan cahaya dari sinar bulan di luar sana. Dia mengarahkan tangannya tentu saja ke incarannya, seer. Tanpa penghalang apapun, perut seer itu robek hanya dengan kuku tajam werewolf yang terus melukainya tanpa rasa ampun.

Mayu menjerit histeris dan berlari. Ia ketakutan, entah ketakukan karena telah melihat seorang manusia serigala atau ketakutan karena menyadari bahwa dirinya telah berubah menjadi salah satu bagiannya.

"Ri, Kak Ian, aku mau ke kamar mandi dulu, ya!" ucap Loi meninggalkan kedua temannya yang sedaritadi berjalan bersamanya, mencari tanda-tanda werewolf, siapa tahu ada yang kecolongan.

"Gamau ditemenin? Kamu harus hati-hati loh, kan sendirian." tawar Ryan. Yaelah ke kamar mandi doang bawa rombongan, dasar cewek. Dasar aku.

"Gak, gausah Kak. Aku sendiri aja, udah ya, kebelet nih!" Loi langsung berlari meninggalkan mereka.

Tanpa mereka ketahui, Loi hanya menghindari mereka. Maaf bos, kalau mencari jawaban ramai-ramai gak akan efektif, yang ada malah saling nuduh. Begitu pikir Loi. Tapi Loi tidak tahu jika pikirannya salah, justru berpisah dengan yang lain hanya meninggalkan jejak negatif.
Bersamaan dengan menjauhnya Loi dari mereka, lolongan serigala terdengar memenuhi rumah yang mereka tempati.

"Kak Ian, mikir hal yang sama ngga?" tanya Riri dengan nada penuh selidik.

"Mungkin cuma kebetulan doang, Ri," jawab Ryan dengan nada tenang.

"Ngga, Kak. Kita gabisa selalu positive thinking kalau begini kondisinya. Aku gabisa maafin siapapun yang bunuh Rara, dia sahabatku!"

"Apa kita kejar aja? Biar jelas juga."
Tanpa membalas pertanyaan Ryan, Riri langsung berlari ke arah dimana Loi berlari tadi.

Ketemu. Sayang sekali mereka tidak mendapati werewolfnya. Hanya Loi yang memeluk Mayu yang menangis keras.

------------


"Sayang sekali, guardian gagal menyelamatkan seer. Ayo woy, balik sini, udah mau pagi nih."

"Ada masalah apa sih sama moderatornya? Nyebelin banget," cibir Rumi yang baru saja keluar bersama Cumi menuju gazebo di rumah itu.

"Elu dong nyebelin?" Sambar Cumi sembari memakan cheetos yang ia temukan entah dimana.

"Lah lu juga nyebelin, jangan-jangan lu moderatornya."

"Lu berdua nyebelin, gausa salah-salahan!" ujar Hikari dengan suara lemas yang tiba-tiba sudah berada di belakang mereka.

"Dih? Lemes banget lu? Abis bunuh orang ya?" balas Cumi dengan nada bergurau.

"Gausa ngadi-ngadi ya lo. Pusing gua."

"Eh, Eh! Itu bocahnya nangis tuh, kenapa tuh?!" ucap Rumi menunjuk-nunjuk ke arah Mayu dengan tangannya yang bertopang pada bahu Loi.

"Kak Loi werewolfnya!" ujar Riri dengan muka merah menahan amarahnya.

"Lah tau darimana?" tanya Pram yang baru saja datang bersama Kuro dan Hiro.

"Dia yang bunuh Kappa! Tadi dia bareng aku sama Kak Ian, tapi dia pergi pas ada suara werewolfnya! Udah, gabisa ngelak lagi, ayo vote sekarang! Moderatornya mana sih?!"

"Et alah, sabar yak. Gua butuh napas juga kali. Yauda mau dimulai aja nih votingnya?"

"Hah? Sumpah mau milih sekarang? Kak Loi banget ini?" tanya Cumi heran dengan keadaan, maksa banget kaya abang angkot kalo nawarin ke penumpang.

"Iya lah! Mau kapan lagi? Aku mau cepet-cepet selesai!" ujar Riri.

"Kak Ian tadi bareng sama Riri kan? Gimana kak?" tanya Pram.

Hening sebentar, "aku gatau, Pram. Tapi aku juga mau cepet selesai, aku pilih Loi juga."

"Kalau Kak Ian pilih Kak Loi, aku juga," ujar Kuro.

"Aku ikut Kuro," sambar Hiro.

"Apasih? Aku aja bahkan blom sempet ngomong?!" Loi membuka suaranya kesal.

"Gua juga deh," ujar Pram.

"Gaada yang mau percaya sama aku?!" Loi tambah kesal.

"May, tadi gimana May ceritanya?" tanya Hikari yang ingin mendengar dari sudut pandang Mayu.

"Aku juga gatau, tadi aku lihat waktu Kappa diserang werewolf, disitu aku langsung lari dan aku jatuh. Tiba-tiba ada Kak Loi." Mayu menjelaskan dengan suaranya yang parau.

"Mayu kok gitu?! Aku cuma bantu kamu doang kok?!"

"Maaf kak..."

"Maaf Kak Loi, aku sama Teteh pilih kakak." kata Cumi.

"Kok pada gitu sih? Gaada yang mau percaya sama Loi? Bahkan dia blom tentu bunuh Faa," ucap Hikari membela Loi.

"Kak, kita harus cepet-cepet selesain game ini!" Hiro berujar.

"Ya gak gini caranya! Kalian gaada yang mau denger penjelasan Loi?" Hikari masih keukeuh membela Loi.

Dor!

Suara tembakan lepas, pelurunya mengarah tepat ke jantung Hikari. Semua langsung mengalihkan pandagannya ke Kuro. Pistol yang ia pegang dimasukkan kembali ke saku hoodienya.

"Kuro lu apa-apaan sih?!" sentak Rumi.

"Maling gaada yang mau ngaku, adanya malah ngebelain temennya sendiri."

"BISA DIGANTUNG AJA GA SIH KURONYA?" Bentak Cumi menyusul sentakan dari Rumi.

"Ini kenapa jadi drama banget sih? Kasian banget guardiannya. Jadi votenya Loi nih?"

"Astaga dia bahkan guardian, Kuro! Gak waras ya lu?" Pram ikut membentak.

"Udah lah ini digantung dulu aja nih!" Riri menarik Loi yang masih menopang Mayu.

"Apa sih?! Masih mau ngevote aku??"

"Gausa ngelak kak, gak ada gunanya."

Seketika badan Loi menegang. Entah apa yang membawanya ia melepaskan tangan Riri yang menariknya dan berjalan sendiri ke arah penggantung.

"Et tunggu, Loi ada kata-kata terakhir?"

"Aku mau membawa Mayu bersamaku," jawabnya dengan nada datar. Entah apa yang merasukinya.

Semua orang tersentak mendengarnya, mereka semua tahu fakta jika hunter dibunuh dengan cara voting ia bisa membawa orang lain untuk ikut dibunuh.

"Kok Mayu?!" tanya Ryan dengan suara dikeraskan.

"Gapapa, Kak. Aku ngga setega itu buat bunuh orang lain, lebih baik aku mati duluan sebelum aku bunuh teman aku sendiri."

Tepat di saat Loi menggantung dirinya napas Mayu tercekit. Mayu memegang lehernya sendiri seperti ingin melepaskan sesuatu di sekitar lehernya itu. Semakin lama tubuhnya semakin memucat, badannya pun jatuh tergeletak di tanah. Semua orang di sekitarnya mundur refleks melihatnya mati mengenaskan.

"Warga yang bodoh, untung hunternya lumayan pintar. Orphan mati sebelum menjalankan tugasnya sebagai werewolf. Kembali ke malam, para warga mecari tempat persembunyiannya lagi."


katsumi_rei

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top