Bab 79 Obsesi
"Mas, lepasin tangan, Arum!" seru Arum saat genggaman tangan Rian semakin kencang.
"Sudah saya bilang kan! Kenapa kamu selalu menghindari saya! Padahal kamu terlihat sangat cantik, ingin sekali saya dekat denganmu," ucapnya dengan senyum yang sangat mengerikan.
Arum semakin takut dengan sikap Rian hingga merasa ingin lari sejauh mungkin dan menghindari dari pria mengerikan ini.
Sebuah lengan besar mencengkrang tangan Rian hingga dia melepaskan genggamannya pada tangan Arum.
Seorang pria tinggi tegap dengan kemeja yang di guling sampai siku itu mendorong Rian dengan mudah sampai Rian mundur dan lunglai.
"Kamu ngga apa-apa kan Rum?" tanyanya pada Arum.
"Mas Bima?" Arum segera memeluk Bima dan menghela nafas lega. Dia sangat takut sekali, Rian berbuat jahat padanya. Dia hampir ingin menangis saat itu, karena Rian benar-benar sangat menakutkan.
"Hey? Arum kenapa?" Bima mengelus lembut kepala Arum sembari mendekapnya.
"Siapa kamu! Brengsek! Berani-beraninya kamu! Kamu tidak tahu siapa saya?" ucap Rian yang kesal karena dia dengan mudah di dorong seperti seseorang pecundang. Kini harga dirinya sangat rendah di hadapan Arum.
Mata lembut yang menatap Arum itu berubah menjadi sangat tajam dan mengerikan saat menatap Rian.
Alis tebal dan wajah yang sangat mengerikan itu memberi tatapan mengerikan pada Rian. Tidak perlu mengatakannya dari sorotan matanya saja sudah menandakan Bima sangat marah.
Wajah hangat berubah menjadi sangat dingin tanpa ekspresi dengan sorotan membunuh. Tubuh yang masih mendekap tubuh mungil itu siap berubah kapan saja untuk menghajar Rian dengan lengan besarnya itu.
"Mas? Kita pergi aja dari sini, ngga usah di ladenin. Dia orang gila," ucap Arum yang masih berlindung di dekapan Bima.
"Setidaknya, Mas harus kasih pelajaran bahwa dia ngga boleh mengganggu, mendekati, bahkan menyentuh gadis orang lain." Bima melepaskan dekapannya pada Arum dan mendekati Rian.
"Rian Adinugraha. Seorang direktur utama di sebuah perusahaan makanan ringan. Dengan dua cabang toko yang kini hampir saja bangkrut. Seorang psikopat dengan kelainan aneh. Sudah banyak wanita yang kamu jadi kan korban. Saya pikir setelah kamu menikah kamu akan sembuh tapi ternyata penyakitmu itu semakin parah. Saya sangat tidak peduli dengan kehidupan anehmu itu. Tapi kamu memilih wanita yang salah kali ini, dia milik ku." Bima berdiri tepat di hadapan Rian.
"Siapa kamu!" Serunya menatap tajam Bima.
"Saya satu-satunya orang yang bisa membantumu keluar dari kebangkrutan. Kamu pikir? Ayahmu bisa membantumu tanpa meminta bantuan ku?" ucap Bima yang membuat Rian semakin berfikir.
Siapa gerangan pria tinggi dan tegap di hadapannya ini? Dia tahu semua tentang diri Rian bahkan penyakit yang dia alami serta ayahnya.
"Saya tanya sekali lagi siapa kamu!"
"Kamu bisa cari tahu sendiri nanti tapi, sekali lagi kamu menganggu Arum. Bisa saja saya membuat kamu jatun miskin sekarang juga." Bima melangkah mundur dan mengandeng tangan Arum dan melangkah pergi.
"Arum, kamu pikir kamu bisa lolos begitu saja dari saya? Semakin kamu menolak saya, semakin saya ingin memilikimu. Saudara tirimu itu sudah tidak berguna lagi untukku. Aku hanya menginginkan wanita yang cantik dan menarik seperti kamu," gumam Rian sembari menatap Arum yang pergi meninggalkannya.
Di sisi lain, Arum yang berjalan bersama Bima dengan tangan yang menggenggam Arum dengan hangat itu terlihat sangat keren. Tubuh tinggi dan tegap serta wajah yang sangat serius itu terlihat sangat tampan dan mempesona. Membuat Arum tak henti-hentinya memandang Bima dari samping.
"Maaf, Mas telat lagi jemput kamu," ucap Bima yang masih mengandeng Arum dengan mata yang memperhatikan jalan dengan serius.
"Mas?"
"Hmm?" Bima menoleh ke arah Arum, "kenapa?"
"Makasih, ya. Mas selalu aja nolongin Arum," ucap Arum merasa sangat bersyukur dia memiliki Bima di sampingnya.
"Kamu ngomong apa sih, Rum. Udah deh jangan mikir aneh-aneh. Sekarang ikut Mas, Mas mau ajak kamu ke Mall."
"Kita mau ngapain ke Mall?"
"Mau nonton, Mas kan ngga pernah nonton bareng Arum. Arumnya selalu aja nonton bareng Satria."
"Dih masih di bahas aja," ucap Arum menaiki mobil.
Mereka kini melaju menuju Mall besar di daerah Jakarta. Sampai di sana Bima memarkirkan mobilnya dan pergi mengelilingi Mall bersama Arum.
"Arum mau makan dulu, Mas."
"Mas tau kok, mau makan apa Arum? Mau coba makan stik lagi?" Goda Bima pada Arum yang sekarang memutuskan tidak suka makan stik.
"Iya, makanya sama Dek Fatimah yang cantik jelita," sindir Arum sembari memanyunkan bibirnya.
"Mas kemarin ada rapat pesantren di rumah Fatimah, Loh Rum."
"Bodoamat. Ngga peduli," saut Arum kesal.
"Dia masakin kita juga," ucap Bima semakin menggoda Arum.
"Terus Mas makan? Enak masakan dia? Iyalah masakan Arum kan ngga enak asin," gerutu Arum semakin kesal.
"Ya kalo ngga di makan, namanya Mas ngga menghargai usaha orang dong. Ngga enak juga sama para ustad dan kyai di sana."
"Tapi enak kan masakan Dek Fatimah," ucap Arum dengan wajah yang benar-benar kesal.
Semakin lama semaki Bima tidak bisa menahan senyumnya karena melihat Arum yang ngambek. Arum terlihat sangat lucu dan mengemaskan membuat Bima semakin gila pada gadis itu.
"Enak sih," ucap Bima yang langsung mendapat lirikan tajam Arum.
"Sama masakan Arum?" tanyanya dengan pertanyaan yang menjebak.
"Wah, kayaknya makan ayam richeese level 10 enak nih," ucap Bima mengalihkan pembicaraan.
Akhirnya mereka duduk dan Bima memesan 6 potong ayam richeese level 0 dan 7. Bima datang membawa nampan dan duduk menghadap Arum yang masih dengan wajah kesalnya.
"Arum ngga makan?"
"Arum ngga mau makan, ngga napsu."
"Hah? Serius?" tanya Bima sembari terkekeh geli karena sangat terkejut Arum melontarkan perkataan itu.
"Walau masakan Fatimah enak, tapi masakan Arum jauh lebih enak. Rasa asin yang sedikit kuat buat Mas jadi nagih pengen makan terus," ucap Bima menetralkan suasana sembari memisahkan daging ayam dengan tulangnya ke piring Arum.
Bisa dapat masalah tuju hari tuju malam jika Bima terus membiarkan Arum ngambek dan cemburu.
"Dasar buaya," ucap Arum yang langsung melahap daging yang sudah tersaji di piringnya.
"Enak?"
"Heem, ngga pedes. Mas jangan makan yang ini loh. Nanti sakit perut lagi," ucap Arum mengingatkan Bima.
"Iya, ini punya Arum semua, Mas makan yang level 0 kok pakai saus keju," ucap Bima sembari mengelap pipi Arum yang terkena saus.
"Ngomong-ngomong kamu kenal Rian dari mana?" tanya Bima yang panasaran mengapa Arum bisa mengenal orang macam Rian.
Sedangkan dia tahu, Rian adalah salah satu pengusaha kaya yang mungkin hanya orang-orang tertentu yang mengenal dia. Selain kaya, Rian juga memiliki warisan berlimpah ruang dari ayahnya yang Notobene teman bisnis Bima.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top