Bab 76 Tidur.

"Mbak Rum kenapa kok mukanya pucet banget. Sakit?"

"Ngga Nai, kurang tidur aja gue," ucap Arum dengan wajah ngantuknya. Dia meletakan kepalanya di atas meja, di depan gerbang pabrik.

"Abis nonton film horor lu ya, Mbak?"

"Iya, di bioskop semalem."

"Gila lu, Mbak? Tumben berani?" Naila yang terkejut mendengar Arum berani menonton film horor malam-malam itu pun langsung mendekat.

"Iya, gara-gara Si Kadal buntung itu."

"Kadal buntung? Siapa itu?"

"Satria."

"Ohhh, btw Mbak. Satria itu walau saudara tiri lu tapi Deket banget ya sama lu," ucap Naila yang penasaran dengan kedekatan Arum dan Satria.

"Deket? Biasa aja tu."

"Mbak dari tingkah lakunya dan cara dia natap lu itu beda."

"Maksut lu?" tanya Arum yang masih bingung dengan maksut Naila.

"Ya, Allah Mbak. Gue mau ngomong tapi percuma aja."

"Apa seh?"

"Udahlah, males gue mau ngomong juga. Tu udah di jemput sama Mas Duda." Naila menunjuk sebuah motor Scoopy yang melaju mendekati mereka.

"Is, jangan ngomong gitu kalau ada dia, nanti ngga enak."

"Iya. Iya iya bawel," ucap Naila yang langsung melangkah mendekati sebuah mobil yang baru datang juga.

"Mas Bima, mau jemput juga?" tanya Rangga yang keluar dari mobil.

"Heem, jemput Arum, Ngga." Bima tersenyum pada Rangga.

"Mas Bima, kita pergi dulu ya, titip Mbak aku. Nanti kalo dia minta makan mulu, tinggal aja, ya." Naila langsung masuk ke dalam mobil sebelum Arum mendengar ucapannya tadi.

"Ngomong apa tu, Naila tadi?" tanya Arum yang sedari tadi memperhatikan Naila.

"Ngga ngomong apa-apa kok, Mbak Rum," ucap Rangga membela Naila.

"Awas aja kalian gibahin gue ya." Arum memasang mata waspada kepada Rangga dan Naila.

"Mas, kita pergi duluan ya, takut ada macan ngamuk," ucap Rangga yang langsung masuk kedalam mobil.

"Dasar anak-anak ini, belum tau dia kalo gue ngamuk ya."

"Gimana coba?" tanya Bima yang merasa gemas pada Arum yang sedari tadi mengoceh.

"Apanya?" tanya Arum.

"Ngamuknyalah."

"Mau?" Arum memukul lengan Bima.

"Rum? Tangan kamu antep banget kalau buat nabok orang ya." Bima tersenyum pada Arum.

"Eh? Mata kamu kenapa? Kok kaya sayup gitu?" Bima yang menyadari Arum dengan mata pandanya karena kurang tidur.

"Ngga bisa tidur semalem Arum, jadi ngantuk banget."

"Kok bisa sampe ngga bisa tidur?" Bima mengelus lembut wajah Arum yang terlihat sangat lelah.

"Satria ajak Arum nonton bioskop malam-malem. Arum kan penakut, jadi malah ngga bisa tidur malemnya."

"Satria? Nonton bioskop?" tanya Bima yang merasa sedikit terkejut mendengar Arum dan Satria sering jalan berdua.

"Heem, kenapa, Mas?"

"Ah, ngga apa-apa, Mas cuma iri aja. Kita kayaknya belum pernah nonton berdua, padahal kita sering jalan."

"Kenapa mukanya jadi kaya gitu, Mas?"

"Ngga kenapa-kenapa," ucap Bima sembari memalingkan wajahnya.

Arum menaiki motor Bima dan memeluknya dari belakang walau tidak sampai menempelkan tubuhnya namun mampu membuat Bima tersenyum.

"Ayo berangkat," ucap Arum yang membuat Bima langsung menyalakan motornya dan melajukanya.

"Kita mau kemana emang, Mas?"

"Mau piknik," saut Bima.

"Piknik?"

Bima mengangguk dan membawa Arum kerumahnya.

"Loh? Katanya mau piknik? Kok malah pulang?" tanya Arum yang masih bingung mengapa Bima malah mengajaknya pulang kerumahnya.

"Ayo ikut, Mas." Bima menggenggam tangan Arum dan menuntunnya ke halaman belakang rumahnya.

Arum terkejut saat melihat di halaman rumah sudah ada tikar besar dengan alat bakar dan juga api unggun yang siap di nyalakan.

Arum menoleh ke arah Bima dengan wajah sumringah nya dan langsung berlari mendekati tempat itu.

"Mas, ambil ayam sama sosisnya dulu ya, Arum nyalain aja apinya."

Arum mengangguk dan duduk di tikar sembari mencoba menyalakan api untuk bakar Ayam dan sosis.

Tak beberapa lama Bima datang membawa satu ekor Aysm yang sudah di bunbui dan juga sosis yang sudah di tusuk, serta pancing dan beberapa mie instan.

"Wahh, banyak banget Mas?"

"Arum kan suka ayam dan juga mie kan? Kita malam ini bakar ayam sama sosis dan makan mie ya?"

Arum mengangguk sembari membantu Bima mempersiapkan bahan-bahan.
Mereka sibuk membakar ayam dan juga memasak mie instan dalam panci. Sembari menikmati suasana malam yang sangat cerah.

Bintang-bintang bersinar terang serta bulan yang membulat sempurna membuat Susana malam hari terasa indah.

"Ini coba." Bima meniup-niup sosis yang masih terlihat panas karena baru saja di angkat. Setelah merasa cukup dingin dia menyupkanya pada Arum.

"Hmmm? Enak." Mata arum membulat sempura saat melahap sosis yang terasa sangat lezat itu.

Bima membersihkan saus yang bercecer di wajah Arum.

"Pelan-pelan makannya," ucap Bima yang masih membersihkan wajah Arum dengan lembut.

"Hmmm, enak enak, Mas." Lagi-lagi Arum benar-benar sangat menikmati makananya sampai-sampai dia tidak bisa berhenti makan.

"Mas juga harus coba, Ayamnya." Arum memotongkan daging ayam dan langsung menyiapkanya pada Bima.

"Enak kan?" tanya Arum yang di balas anggukan Bima.

"Arum pake jaketnya gih, nanti masuk angin." Bima memakaikan jaket Arum yang tergeletak di tikar.

Sedangkan Arum masih menikmati makanannya.

Diam-diam Bima terus memperhatikan Arum yang masih melahap makanannya.

"Kenapa, Mas kok lihat Arum kaya gitu?"

"Mas suka liat Arum makan lahap."

"Kenapa?" tanya lagi Arum yang menyadari Bima tengah mengalihkan jawabanya.

"Rum?"

"Hmm?"

"Ngga apa-apa." Bima kembali mengalihkan pertanyaanya.

"Kenapa Mas?" tanya Arum lagi.

Bima menatap dalam Arum. Ingin sekali dia menanyakan tentang jawaban Arum atas keseriusannya. Namun dia lagi-lagi tidak ingin Arum berfikir jika dia merasa atau tidak sabar menunggunya.

Walau harus menunggu 10 tahun atau lebih sekalipun Bima tidak akan perduli. Tapi dia takut dalam penantiannya dia kehilangan Arum.

Bima mengalihkan wajahnya menatap ke langit dan dia berbaring di tikar.

"Huh, Arum ngga lelah emang?"

Arum merangkak dan menghalangi wajah Bima yang tengah menatap langit. Dia berada di atas kepala Bima dengan wajah yabg bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang tengah ingin di katakan pria tinggi ini.

"Ada apa?"

"Arum, bisa ngga Arum menyingkir, Mas lagi liat bintang."

"Ngga. Arum ngga mau Mas liat bintang. Arum cuma mau Mas liat Arum."

Bima bangkit dari tidurnya dan menatap dalam Arum.

"Bukanya kalau udah halal nantinya Mas cuma liat Arum doang ya."

"Mas jangan mulai."

"Mas masih nunggu jawaban Arum loh, kalo Arum udah ngasih jawaban iya. Besok juga mas langsung lamar arum dan malamnya langsung ijab qobul."

"Massss?"

"Mas ngga, Maksa Arum, Mas juga bukan ngga mau sabar. Tapi Mas mau kita terus bersama dalam ikatan halal. Mas laki-laki yang butuh teman dalam segala hal, dan Mas maunya Arum yang jadi teman menuju tua Mas."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top