Bab 71 Saudara tiri.

"Cerai? Gila lu, ya Put? Lu baru nikah beberapa bulan lu bilang mau cerai? Sinting nih anak." Satria memasang wajah sangat kesal.

"Putri ke sini mau ngomong sama bapak bukan sama Abang. Abang bisa diem ngga sih."

"Abang kamu bener, loh put. Coba kamu pikirin lagi, kamu baru menikah beberapa bulan dan sekarang mau bercerai hanya karena masalah sepele." Bapak Satria membenarkan ucapan anak laki-lakinya.

"Pak. Putri kesini bukan mau denger ocahean bapak atau bang Satria. Toh bapak juga cerai kan sama ibu dulu. Emang salah kalau Putri mau cerai sama suami putri. Ini hidup putri pak putri yang menentukan. Dan sebelum bapak ngoceh bapak ngaca dulu deh."

"Putri!" seru Satria.

"Kenapa? Kenapa sekarang Abang belain bapak? Udah lupa kalau bapak pernah ninggalin kita!"

"Jaga ucapan lu! Bukan bapak yang ninggalin kita tapi ibu yang ninggalin kita!"

"Udah cukup! Bapak ngga mau kalian bertengkar di sini. Lebih baik kita bicarakan ini nanti dengan kepala dingin. Bersama kedua belah pihak keluarga. Bapak juga mau mendengar langsung dari mulut suamimu."

"Terserah bapak." Putri mengambil tasnya dan melangkah keluar rumah.

Saat keluar rumah putri melihat Arum datang dengan mobil mewah di antar Bima.

"Mas, jaket Arum kayaknya ketinggalan deh di rumah. Mas."

"Yaudah besok, Mas bawain ya," ucap Bima sembari m mengelus lembut pipi Arum.

"Heem, yaudah Mas hati-hati pulangnya ya? Oh iya Titip salam sama si Nur bilang besok Arum yang bakal jemput Chandra."

"Iya, yaudah Mas pulang ya?"

Arum mengangguk dan melambaikan tangannya saat Bima pergi.

"Wih, seksi juga pacar lu Rum," ucap putri mendekati Arum.

Arum berbalik dan tak mempedulikan ucapan putri.

"Siapa namanya, Rum? Keliatannya dia kaya raya ya? Mobilnya mewah. Kok kaya ngga pantes aja ya, lu sama dia. Kaya babu sama majikan."

Lagi-lagi Arum hanya bisa menghela nafas dan pura-pura tak mempedulikan ucapan putri.

"Ngapain lu ke sini? Rumah ini udah sempit. Bukanya lu udah tinggal di istana megah ya? Kenapa? Udah turun tahta?" ucap Arum sinis.

"Jaga bacot lu! Anak haram!" seru Putri dengan nada kesal.

"Gue males ribut sama lu, ngga ada guna juga. Jadi mending lu pergi dari sini sebelum gue buat muka lu babak belur lagi. Dan juga, oh iya, apa suami lu kurang bisa muasin lu, sampe lu dengan santainya ngelirik cowo lain?"

"Bacot lu!" Putri melayangkan tanganya untuk menampar Arum.

Namun dengan sigap Satria langsung menghentikan tangan Putri.

"Putri!" seru Satria sembari memegang tangan Putri.

"Liat sekarang? Bahkan lu udah pandai menggoda Abang gue, sampai dia lebih milih belain lu. Udah di kasih apa lu bang sama dia? Udah pernah nyucipin tubuh mulus dia."

"PUTRI!! SEKALI LAGI LU NGOMONG NGGA SEGAN-SEGAN GUE BUAT LU DIEM SEUMUR HIDUP LU!"

"Satria, udah Sat!" Arum segera melerai Satria yang sudah hampir kehilangan kesabarannya.

Jika tidak segera di pisahkan, Satria mungkin akan memukul adiknya sendiri.

"LEBIH BAIK LU PERGI DARI SINI SEBELUM HILANG KESABARAN GUE!" teriak Satria yang membuat Putri ketakutan dan segera pergi meninggalkan mereka.

"Sat! Lu gila ya? Lu hampir aja mukul adek lu sendiri."

"Dia udah keterlaluan Rum, gue cuma mau ngasih dia pelajaran. Dia ngga boleh sembarangan ngomong sama orang kaya gitu."

"Iya, tapi ngga harus lu bentak dia kaya gitu, kasian dia."

"Gila lu ya, Rum. Gue aja marah banget dia ngomong kaya gitu, lu malah kasian sama dia?"

Satria langsung pergi meninggalkan Arum dan menaiki motornya.

"Sat! Lu mau kemana!"

Arum segera masuk ke dalam rumah dan melihat kedua orang tuanya tengah berbicara serius.

Tanpa berpikir panjang dia segera masuk ke kamar dan mengganti pakaianya. Dia bergegas keluar kamar untuk mencari Satria.

"Mau kemana kamu malam-malam gini, Rum."

"Arum pergi sebentar ya, Bu."

"Ini udah malem!" seru Pak Setyo bapak Satria, membuat langkah Arum terhenti.

"Kamu ini anak gadis, harusnya sudah menikah malah mau kluyuran malam-malam. Kamu tidak malu!"

"Ngga. Kenapa Arum harus malu? Arum ngga pernah ngelakuin hal aneh-aneh. Untuk apa Arum malu?"

"Kamu itu memang kelakuan sama seperti bapak kandungmu!" seru Pak Setyo pada Arum yang membuat Arum terdiam seketika.

"Bapak tau apa? Hah? Bapak tau apa! Bapak ngga tau apa-apa!" Arum segera pergi dengan membanting pintu rumah.

Dia melangkah dengan air mata yang terus mengalir. Entah kemana dia akan pergi, tapi kini dia tidak ingin berada di rumahnya.

Apa sebenarnya salahnya? Dia bahkan tidak tahu apa-apa. Namun, selalu saja menjadi pelampiasan amarah. Dia hanya ingin hidup tenang itu saja.

Dia tidak pernah mengungkit tentang orang itu, kenapa bapak tirinnya terus saja menyudutkan dia dengan mengait-ngaitkanya pada orang itu.

Jangankan wajahnya, bahkan namanya sama dia tidak ingin menyebutnya atau bahkan melihatnya.

Air mata Arum terus saja mengalir padahal dia tidak ingin menangis. Mengapa tak sehari saja dia tidak bertengkar dengan ayah tirinya. Mengapa ayah tirinya selalu saja menyudutkan dia, Arum benar-benar merasa sangat tertekan.

"Arum?" gumam Bima saat melihat gadis itu berjalan drngan terus mengusap air matanya.

Awalnya Bima mampir sebentar di Indomart untuk membeli beberapa cemilan dan roti menemani minum kopi. Namun, kini dia melihat Arum yang berjalan tak tentu arah dengan air mata yang terus mengalir.

Tak berfikir lama, Bima langsung berlari menyebrangi jalan dan mendekati Arum.

"Arum? Kamu kenapa?" tanya Bima yang melihat Arum terus saja menahan tangisnya.

"Ngga apa-apa, Mas." Arum memalingkan wajahnya yang terlihat sangat payah itu.

"Ngga. Pasti ada sesuatu. Sini liat Mas," ucap Bima sembari meraih wajah Arum.

Arum yang tak bisa membendung air matanya lagi itu pun langsung menangis di hadapan Bima.

Bima sontak langsung memeluk Arum tanpa bertanya apa-apa lagi. Dia sangat tahu, Arum sedang tidak butuh di tanya. Melainkan butuh seseorang yang ada di samping dirinya.

"Ngga apa-apa, Arum bisa nangis kok, ada Mas di sini. Pasti sesak banget kalo nangis di tahan. Sekarang Arum bisa nangis yang kenceng."

Semakin Bima memeluk Arum dengan erat semakin Arum menangis kencang di pelukan Bima. Bima terus memeluk Arum sampai Arum benar-benar berhenti menangis.

Bima bisa merasakan betapa sakit dan tersiksanya Arum sampai gadis yang selalu dia lihat ceria itupun menangis begitu kencang seakan melepaskan segala bebannya selama ini. Arum benar-benar menangis dengan kencang di pelukan Bima.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top