Bab 66 Kebingungan

"Sat bangun woy!" Arum menggoyang- menggoyangkan tubuh Satra yang masih terlelap dalam tidurnya.

"Astagfirullahhh, kek kebo lu tidurnya susah banget di bangunin." Arum kembali memukul-mukul punggung Satria yang tak kunjungan bangun.

"Sat, bangun!"

Saat Arum kembali menggoyangkan tubuh Satria tiba-tiba saja Satria berbalik dan menarik tangan Arum hingga dia jatuh tepat di pelukan Satria.

"Woy! Apa-apaan sih lu, lepasin gue!"
Arum mencoba melepaskan pelukan Satria.

"Siapa suruh lu bangunin serigala tidur."

"Lepasin gue ngga!" Arum memberontak dan mengigit dada Satria sampai Satria meringis kesakitan dan melepaskan pelukannya.

"Aaa aaaa aaa Sakit Nyet!"

"Berani macem-macem lu ya, sama gue." Arum bangkit dan memukul keras Satria.

"Gila lu, ya bener-bener anak monyet main gigit gue aja. Kalo rabies gimana?"

"Makanya jangan macem-macem lu sama gue!" seru Arum yang kesal dengan Satria.

"Lagian lu ngapain sih bangunin gue pagi-pagi. Ngga liat noh masih jam 6."

"Ibu nyuruh buat belanja bahan makanan buat seminggu," ucap Arum yang kini duduk di samping ranjang Satria.

"Lah, terus apa urusanya sama gue?"

"Ibu minta lu buat nemenin gue belanja ke pasar yang di dekat terminal."

"Bukanya lu bisa kemana-mana sendiri? Yaudah pergi Sono sendiri," ucap Satria sembari menarik selimut dan memeluk gulingnya kembali.

"Gue males ke pasar itu, banyak preman. Mending gue ke pasar swalayan aman. Tapi ibu nitip beberapa belanjaan yang adanya di pasar itu. Di sana juga lebih murah."

"Jadi maksut lu gue suruh jadi bodyguard lu gitu ke sana?" Satria menatap Arum.

"Hehehe, bukan gue yang mau loh, ibu yang nyuruh." Arum tersenyum ke arah Satria.

"Pergi aja sendiri, gue mau tidur ngantuk."

Arum menghela nafas, sudah dia duga Satria tidak akan mau dia ajak. Mau bagaimana lagi dia terpaksa harus berangkat sendiri.

"Yaudah kalo gitu, lanjut tidur aja. Gue berangkat sendiri."

Arum melangkah pergi ke dapur mengambil tas belanjaan.

Di sisi lain, Satria justru malah tak tenang. Dia akhirnya bangkit dan mencuci wajahnya kemudia mengambil jaket dan kunci motornya melangkah ke luar.

"Lah? Katanya ngga mau nganterin gue?" tanya Arum mendapati Satria sudah berada di depan rumah dengan menaiki motornya.

"Berisik lu, mau naik ngga?"

Arum tersenyum dan langsung menaiki motor Satria. Mereka kemudia pergi ke arah pasar yang dekat terminal. Di lihatnya pasar sudah ramai pengunjung karena ini hari libur.

"Lu beneran ngga mau nganterin gue ke dalem? Dan nunggu di sini aja?"

"Iya, gue nunggu sini aja, jangan lama-lama lu gue males nunggu lama."

"Iyaaaaa, cerewet banget sih Lu Sat."

Arum melangkah memasuki pasar, dia membeli beberapa bahan perbumbuan. Seperti cabai, bawang merah, bawang putih dll. Kemudia dia melangkah untuk memilih ayam. Dia juga membeli sayur mayur. Karena pasar begitu padat sesekali Arum menyentuh pengunjung pasar apalagi saat mau keluar pasar dengan belanjaan yang begitu banyak dan berat.

Seorang pria dengan penampilan lusuh mendekati Arum secara diam-diam. Dia mencoba mencari kesempatan Arum lengah untuk mengambil dompet Arum.

"Mau ngapain lu!" Satria datang dan langsung menghentikan pria itu. Dia melintir tangan pria itu sampai ke sakitan.

"Aaaa sakit bang!"

"Sat, lu apa-apaan sih, kasian dia." Arum mencoba menghentikan Satria.

Satria yang melihat Arum dengan wajah paniknya segera mendorong dan melepaskan pria itu.

"Gue ngga mau liat muka lu, jadi mending pergi sekarang."

"Ampun bang," ucap pria itu yang langsung lari pergi meninggalkan Arum dan Satria.

"Sini gue yang bawa," ucap Satria merebut belanjaan yang di bawa Arum. Arum benar-benar terlihat kesusahan saat membawa beberapa belanjaannya.

"Lu jangan kasar-kasar sama orang, Sat kasian dia kesakitan."

"Lu bego apa tolot, Rum? Dia hampir aja nyopet lu loh?"

"Iya tau tapi mungkin dia ngga ada duit buat makan makanya dia ngelakuin itu."

"Hadeh, percuma ngomong Ama lu mah, Rum."

"Kita makan bubur dulu, yuk Sat. Gue belum nyarap." Arum menunjuk tukang bubur di samping pasar.

Dengan santai Satria mengikuti langkah Arum menuju gerobak bubur itu. Dia meletakan belanjaanya di bawah dan duduk di meja.

"Bang bubur 2 ya, satu ngga pake kacang satu ngga pake seledri."

Arum kemudian duduk menyusul Satria. Tak beberapa lama bubur datang dan mereka langsung menyantapnya.

"Ngomong-ngomong lu apa kabar sama tu Bima?" tanya Satria yang penasaran tentang hubungan Arum dan Bima.

"Dia masih nunggu jawaban gue."

"Baguslah," ucap Satria sembari menikmati buburnya.

"Maksut lu?" tanya Arum dengan wajah yang kesal.

"Ya, kasian aja gue sama dia. Kalo harus nikahin anak monyet yang nyusahin kek lu."

"Dih, gue ngga pernah nyusahin siapa-siapa. Gue mah mandiri bisa ngelakuin segalanya sendiri, berani pula."

"Ya, asal jangan nonton film horor terus jadi ngga berani tidur aja."

"Diem lu. Ngga usah nyebelin deh. Btw Terus lu? Ada cewe yang lu suka?"

"Ada."

"Siapa?"

"Lu." Satria menghentikan makannya.

"Bukanya gue udah pernah bilang waktu itu, kalau gue suka sama lu," lanjutnya sembari menatap dalam Arum.

"Sat, Jangan mulai deh."

"Kan lu yang nanya, gue jawablah."

"Sat, kita ini--"

"Saudara. Ngga usah lu kasih tau terus. Gue juga tau gue saudara 'Tiri' lu." Satria memberi penekanan di kata 'tiri'nya.

Arum jadi menyesal dengan apa yang dia ucapkan. Harusnya dia tidak membahas hal ini lagi.

"Ngga usah merasa bersalah, gue punya hak buat suka sama lu. Dan lu juga punya hak buat ngga suka sama gue. Itu bukan salah lu juga."

Arum hanya diam, kini dia tidak tahu harus berkata apa - apa lagi pada laki-laki di hadapannya ini.

"Sat, lu bisa dapet wanita yang lebih baik."

"Gue ngga mau. Gue maunya sama lu. Jadi lu ngga usah nyuruh-nyuruh gue dan lainya. Ngerti?"

"Gue jadi ngga napsu makan. Kalau lu udah selesai makan kita langsung pulang. Gue mau lanjut tidur," lanjutnya melangkah meninggalkan Arum dan menuju parkiran.

Satria pria yang baik, walau terkadang dia terlihat tidak peduli tapi sebenarnya dia sangat perhatian. Dia selalu bisa diandalkan dan juga selalu menjaga Arum. Tapi dia malah mencintai wanita ini. Wanita yang bahkan tidak akan mungkin bisa bersamanya lebih dari saudara.

Kadang Arum merasa kasihan pada Satria. Dia tampan dan tinggi dia juga terlihat sangat baik. Dia bisa saja mendapatkan wanita manapun yang dia mau. Mengapa dia malah mencintai wanita seperti Arum? Apakah itu adil untuknya.

Sekuat apapun, dan setulus apapun mereka tidak akan bisa bersatu dalam ikatan cinta. Karena ada tembok besar yang menghalanginya. Satria sadar akan hal itu, tapi dia juga manusia biasa yang tidak bisa menolak dan menyangkal hatinya bahwa dia memang sangat mencintai wanita itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top