Bab 65. cemburu

"Gila kak, Rum mereka ganteng-ganteng banget."

"Iya, Nai. Tinggi putih, bersih kek serbuk berlian."

Arum dan Naila tak henti-hentinya memandang dua pria tampan dengan stelan formal yang tengah duduk di sebuah Cafe.

Rahang kokoh dan juga bentuk tubuh yang sempurna serta raut wajah yang sangat tampan itu sesekali melirik Arum dan Nai yang tengah duduk sembari menikmati kopi.

Pria satu lagi berwajah kecil namun sangat tampan dengan alis tebal dan mata tajamnya kini juga tengah memperhatikan Arum dan Naila.

"Anjir Mbak Rum mereka kesini."

Kedua pria tampan itu melangkah  duduk di meja Arum dan Naila.

"Hai, kita ikut duduk di sini ya?"

"Oh silahkan," ucap Naila dan Arum mempersilahkan mereka duduk.

"Kita dari Bandung baru datang ke Jakarta. Jadi kami tidak punya banyak teman." Pria dengan wajah kecil dan tampan itu tersenyum pada Naila.

"Wah, jauh juga ya dari Bandung." Naila membalas senyuman pria itu.

"Kalian berarti barengan ya ke Jakarta." Arum membuka pembicaraan pada pria di hadapannya.

"Wah, Mbak ternyata kalau dari dekat lebih cantik ya?" Pria dengan rahang besar itu memuji Arum.

"Ah, bisa aja," balas Arum yang memang sudah tidak mempan di gombalin.

"Oh iya kalian lagi nunggu seseorang ya? Boleh kenalan ngga?" ucap pria yang lebih tinggi mengulurkan tangannya pada Arum.

"Saya Fa-"

"Bima." Seorang pria dengan kemeja garis biru, datang dan langsung menjabat tangan Pria itu mendahului Arum.

"Gue Rangga."  Di susul Rangga yang kini duduk di samping pria berwajah kecil dan tinggi itu.

Arum dan Naila saling memberi isyarat lewat tatapan mata, seakan bertanya-tanya.

"Gue Farel."

"Dan gue Arjuna."

Mereka tersenyum ramah ke arah Bima dan Rangga yang datang dengan tatapan sinis. Apakah pria - pria ini tidak tahu jika para gadis ini adalah milik Bima dan Rangga. Tentu saja Bima dan Rangga sangat tidak suka dengan ke hadiran mereka.

"Mereka ini?" Pria bernama Farel memberikan tatapan tanya pada Arum.

"Gue suaminya," saut Bima yang masih menatap tajam pria itu.

Arum yang ingin mengelak tiba-tiba saja tak bisa berkata apapun saat Bima juga memberikan tatapan tajam ke arahnya. Bahkan hanya dengan tatapannya saja Arum bisa tahu jika Bima tengah kesal.

Kini dia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain diam. Bima punya tatapan yang sangat tajam, yang hanya dengan menatapnya saja orang pasti merasa terintimidasi dengannya.

"Oh, Sorry." Pria bernama Farel itu berdiri dan melangkah mundur.

"Lu ngga pergi? Juga? Dia pacar gue." Rangga juga kini menatap tajam pria bernama Arjuna yang masih duduk santai.

"Masih, pacaran? Berarti masih ada kesempatan. Hmm kalau begitu saya permisi."

"Oh iya siapa namamu?"

"Aku Naila," ucap Naila tersenyum manis pada pria yang kini melangkah sembari melambaikan tangannya.

"Ngga kayaknya kita bahas masalah kamu besok aja, deh. Gue mau ada yang harus di bahas sama Arum."

"Sama Arum? Emang ada apa Mas?" Arum yang terlihat bingung tiba-tiba saja mereka membatalkan pertemuan untuk membahas masalah Rangga dan juga masalah Lisa secara tiba-tiba.

"Iya, Mas. Rangga juga ada yang mau di bicarain sama Naila secara pribadi."

"Ntar dulu, emang ada apa sih?" tanya Naila.

"Arum? Ayo." Bima meraih tangan Arum.

"Ta-tapi ada apa Mas?" tanya Arum yang malah di balas tatapan tajam Bima. Sekaan Bima mengatakan untuk Arum ikut dan diam.

"Ah, Nai Mbak pergi dulu ya," ucap Arum yang menunduk karena Bima terus saja memberi tatapan tajam padanya.

"Iya, Mbak hati-hati ya."

Tangan Bima kemudian menggandeng Arum untuk mengikutinya menuju mobil. Arum hanya bisa diam tak berkata satu katapun karena Bima benar- benar telihat sangat marah.

Mereka masuk ke dalam mobil dan Bima melajukan kendaraanya itu menjauhi cafe.

"Mas?" ucap Arum yang merasa sepanjang jalan Bima hanya diam tak berkata apapun.

"Masssss?"

"Iya? Kenapa?" Bima menjawab Arum namun tatapanya masih lurus memperhatikan jalan.

"Arum mau pipis," ucap Arum sembari mengerjapkan matanya berkali-kali.

Bima meminggirkan mobilnya di sebuah pom bensin. Arum langsung membuka pintu mobil dan menuju sebuah toilet di Indomaret yang ada di area pom bensin.

Tak beberapa lama Arum keluar dari Indomart dan melangkah medekati Bima. Saat Arum ingin mundur untuk membuka pintu mobil tiba-tiba saja sebuah motor melaju mendadak.

Bima menarik tangan Arum, yang langsung jatuh tepat ke pelukan Bima.  Arum kini terkunci di pelukan Bima, tanpa bergeming sedikitpun. Wangi tubuh Bima memenuhi Indra penciuman dia bahkan kini bisa merasakan detak jantung Bima.

"Arum ngga apapa?" ucap datar Bima yang masih berada di posisi memeluk Arum.

Munafik jika Arum tak ingin terus berada di pelukan Bima. Di sini terasa sangat nyaman, rasanya Arum ingin berada di pelukan Bima lebih lama lagi.

Namun, lagi-lagi kenyataan membuatnya tersadar dan mendorong mundur tubuh Bima.

"Ngga apa-apa, kok. Makasih ya Mas," ucap Arum yang langsung masuk ke mobil Bima sembari menyembunyikan wajahnya yang kini sudah tidak karuan lagi.

"Mau makan?" tanya Bima sembari melajukan kendaraanya lagi.

"Ngga, Mas." Arum menggeleng kan kepalanya.

"Tumben amat, baru kali ini Arum, Mas aja makan nolak. Udah makan sama cowok-cowok tadi?" ucap Bima dengan wajah dinginya.

"Ngga kok. Emang tadi Arum udah makan sama Naila, jadi masih kenyang."

"Yakin, bukan cowok tadi yang ngajak makan?"

"Ngga, Mas. Tadi aja kita baru ketemu kok. Mereka buktinya baru ngajak kenalan kan. Eh? Mas cemburu?"

"Mas udah ngga tahan lagi." Bima menghentikan kendaraanya lagi secara mendadak.

Kemudian mendekati wajah Arum, "Ayo kita nikah sekarang, Rum"

"Hah?" Ma-maksut Mas?" Jantung Arum benar-benar terasa copot saat itu juga melihat wajah tampan Bima kini terpampang jelas di hadapannya.

Tak lama kemudia Bima tertawa, saat melihat wajah Arum terlihat sangat lucu.

Wajah manis itu merah, dan menampilkan mimik yang sangat lucu.

"Rum, Mas mau serius jadi ketawa liat wajah kaget kamu."

"Mas, ini ih. Ngagetin Arum banget."

"Mas serius." Bima menekan tombol yang ada di mobil dan pintu atap mobil terbuka.

"Wahhh?" Arum terkejut saat melihat atap mobil terbuka dia berdiri saat angin mulai berhembus menerbangkan helaian jilbabnya.

Bima menggulung lengan kemejanya dan ikut berdiri. Arum begitu terkejut saat mendapati dirinya kini sudah berada di puncak bukit. Dimana dia bisa sangat leluasa melihat hamparan pemandangan yang sangat indah dan sunset yang bersinar menampakan awan kemerahan.

"Arummm!" Teriak Bima yang menembus angin membuat Arum segera menoleh ke arah Bima.

"Cepet kasih, jawaban buat Masss."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top