Bab 64. Malam.

"Sat?" Arum membuka pelan pintu kamar Satria.

"Ape lagi sih!?"

"Gue ngga bisa tidur," ucap Arum dengan wajah yang ingin sekali menangis.

"Ya gustiiiiii, kan gue udah bilang, yakin lu mau nonton film horor. Akhirnya ngga bisa tidur juga kan lu? Terusin aja Rum terusin, cape gue sama lu." Satria mulai mengoceh pada Arum yang membuat Arum semakin bad mood.

"Satttt?" rengek Arum dengan wajah melasnya.

"Yaudah sini, tidur sama gue. Sekalian gue kelonin lu." Satria menyeringai memberi isyarat untuk Arum.

"Anjir, kek setan lu lama-lama, Sat. Ngga kasian apa lu Ama gue? Sattt? Nanti kalo ada pocong di kamar gue gimana? Terus gue di culik di jadiin tumbal sama sekte sesat gimana? Nanti lu sedih lagi kehilangan gue." Oceh Arum sembari terus merengek pada Satria.

"Iya, iya iya." Satria bangkit dari tidurnya dan mengambil bantalnya melangkah keluar kamar.

Dia membuka lebar pintu kamar Arum dan tidur tepat di depan kamar Arum. Sebelumnya dia juga menggelar kasur lipat tipis untuk menjadi alas tidurnya.

Arum kemudia masuk ke kamarnya dan tidur di kasurnya dengan tenang. Saat Arum mau memejamkan matanya dia bangkit dari kasur, mengambil selimut di lemari dan berjalan menghampiri Satria. Dia menyelimuti Satria yang tengah meringkuk tidur di depan pintu kamarnya.

Arum kemudia kembali ke kasurnya dan tertidur. Di sisi lain, Satria tersenyum saat menyadari Arum menghampiri untuk menyelimutinya. Terkadang perhatian kecil dan juga sifat manja Arum membuat Satria semakin menyukai gadis itu.

Waktu menunjukan pukul 01:00. Sunyi malam yang di barengi hujan gerimis membuat siapapun bisa tertidur pulas. Satria yang awalnya tertidur di depan kamar Arum itu tiba-tiba saja membuka matanya.

Dia dengan jelas  mendengar suara sesuatu. Seperti seseorang yang tengah mencoba membuka pintu.

Satria menoleh ke arah Arum, dia mendapati gadis itu tengah tertidur pulas. Dia melangkah melewati pintu belakang rumahnya dan diam-diam keluar. Dia mendapati seseorang pria tengah mencoba mencongkel gagang pintu rumah.

Satria mendekati pria itu dan dengan sigap Satria meraih leher pria itu dan menodongkan pisau tepat di leher pria itu.

"Siapa lu?" ucap Satria dengan nada pelan.

Pria itu hanya diam tak berkutik saat sebuah pisau kini berada tepat di lehernya.

"Gue tanya siapa lu!" Satria mulai sidikit menekan suaranya.

"Gu-gue cuma di suruh, Bang," ucap Pria itu.

"Siapa yang nyuruh lu? Jawab atau pisau ini bisa mutusin urat leher lu!?"

"Bandar."

"Bandar?"

"Iya, Bang Bandar nyuruh gue buat ngerjain cewe lu bang."

"Bandar bener-bener ngga ada kapoknya. Udah gue bilang kalau dia berani deketin atau bahkan nyentuh Arum sehelai rambut pun. Gue benar-benar bakal bunuh dia."

Bima mendorong pria itu sampai tersungkur.

Sial. Kali ini dia tidak akan membiarkan Bandar berkeliaran bebas.

"Bilang sama si Bandar temuin gue besok di gudang. Dan lu? Kalau sampe lu Dateng lagi ke sini jangan harap lu pulang dengan kepala utuh lu."

"I-iya bang." Pria itu langsung kabur meninggalkan Satria.

Satria kemudia Kembali melangkah masuk ke rumah. Dia mendekati Arum yang tengah tertidur pulas sesekali dia membenarkan selimut yang menutupi tubuh Arum.

"Maafin gue ya, Rum. Karena gue lu jadi sering dalam bahaya. Tapi gue janji, Rum. Gue bakal jagain lu, lu jangan Khawatir." Satria mengusap lembut kepala Arum dan kembali tidur di depan pintu kamar Arum.

***

Gue udah siapin sarapan nasi goreng, btw makasih ya, gue tau lu semalem cuma alasan motor lu mogok dan balik buat temenin gue.

Satria mengambil secarik kertas yang tertempel di pintu kulkas. Dia tersenyum tipis membaca note itu. Dia kemudia segera bergegas pergi menuju suatu tempat.

Dia melajukan kendaraanya dengan kencang hingga sampai di sebuah gudang tua di tengah-tengah bangunan tua.

Dia duduk di sebuah batu dan menunggu seseorang. Tak beberapa lama beberapa orang datang membawa berbagai senjata. Seperti tongkat, pisau dan senjata tajam lainya.

"Lama banget lu, kek cewe," ucap Satria yang langsung berdiri saat beberapa orang datang menghampirinya.

"Nyawa lu ada banyak? Berani-beraninya lu nyuruh gue Dateng ke sini."

"Sorry, gue ngga takut sama lu. Gue mau nyelesain masalah ini sama lu. Lu kan yang ngirimin gue gambar pas di stadion? Lu juga yang ngirim orang buat ngawasin rumah Arum dan ngikutin Arum? Sampai Arum hampir di culik itu juga pasti ulah lu."

"Lagian gue heran sama lu, ternyata selera lu cewe murahan. Cantik sih, tapi dia bener-benar murahan. Dia udah punya cowo tapi tinggal satu rumah sama lu?"

"Bacot lu Bandar!" Satria memukul keras wajah pria itu.

"Woy!" Dua orang lainnya mulai meyerang Satria.

Namun dengan sigap Satria bisa kembali menghajar mereka walau sesekali perut dan wajahnya tergores senjata tajam.

Setelah beberapa saat dia mampu mengalahkan dua orang itu dia mulai kembali. Menyerang pria yang bernama Bandar itu.

"Gue udah memperingati lu kan!" Satria memukul berkali-kali wajah pria itu sampai babak belur. Walau pria itu lebih besar dari Satria. Namun tenaga Satria jauh lebih besar dan dapat langsung menghajar pria itu.

Satria mengambil pisau dan ingin menusuk pria itu. Namun tiba-tiba pria itu memohon ampun.

"Sat? Jangan bunuh gue Sat," ucap pria itu sembari kembali memohon pada Satria yang kini siap menikamnya menggunakan pisau.

"Ngga cukup barang haram lu gue obrak-abrik dan lu masih berani- beraninya mau nyelakain Arum. Dan sekarang lu mau minta gue buat ampunin lu? Sehat lu?"

Satria menusuk kaki pria itu dengan pisaunya. Dan tak beberapa lama suara sirine polisi datang.

"Tenang aja, gue ngga akan bunuh lu. Tapi gue pastiin lu bakal membusuk di penjara."

Pria itu masih meringis kesakitan.

"Gue emang yang hampir mau nyulik cewe lu, gue juga yang emang sering ngawasin dan juga ngikutin cewe lu. Tapi gue berani sumpah. Gue ngga pernah Dateng ke studio apalagi ketemu atau ngirim foto cewe lu pas di studio."

Tentu saja Satria tak langsung percaya dengan perkataanya.

"Diem Lu! Satria kembali menancapkan pisau ke kaki sebelah kanan pria itu."

"Ampun Satria, demi sumpah gue bukan orang itu."

"Woy kalian!" Polisi datang dan berlari ke arah mereka.

Satria yang menyadari itu langsung pergi meninggalkan mereka menghindari polisi dan bersembuyi.

Dia mengawasi mereka yang tertangkap polisi dan di bawa oleh polisi. Memang sengaja Satria menelepon polisi dan memberi tahu buronan pengedar narkoba yang polisi cari. Dia juga tidak akan membunuh orang dengan sengaja. Tapi Satria bisa memastikan mereka akan di hukum seberat-beratnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top