Bab 6, Ketakutan

"Sudah 3 hari, Imah ngga masuk kerja, tanpa keterangan pula," ucap Rum sembari mengecek absen para karyawan.

"Imah yang mana, Kak?" tanya Naila sembari mengingat-ngingat karyawan bernama Imah.

"Ituloh, Mbak yang pernah masuk kerja dengan muka babak belur," Saut Jamin seorang mekanik mesin yang tiba-tiba datang membawa buku absen karyawan mekanik. Di susul Tono yang membawa dua cangkir kopi untuk Naila dan Arum.

"Yang ituloh mbak, Nai. Yang ngaku kalo mukanya itu abis di gebukin depkolektor," saut Tono dengan antusias.

Kalau soal kehidupan karyawan Jamin dan Tonolah yang paling mengetahuinya. Bahkan semut di ujung pabrikpun mereka paham.
Apalagi soal dunia pergibahan di pabrik maka carilah Tono dan Jamin mereka mengetahui segalanya.

"Tapi kata temanya dia sakit, Ton?" tanya Rum yang mendapat kabar dari temanya Imah.

"Aneh ngga sih, mbak Rum ada depkolektor yang gebukin orang sampe separah itu. Apalagi itu wanita," ucap Naila yang sedikit merasa aneh.

Bukan hanya Naila Rum pun juga merasa ada keanehan dari sikap Imah beberapa hari ini. Dia sering menjumpai karyawan sewing itu menangis sendirian di belakang pabrik. Saat bekerja pun dia terlihat tidak konsentrasi sampai tanganya pernah tertusuk jarum jahit yang ada pada mesin.

Dia sering melamun, saat di tanya ada apapun dia hanya diam tak menjawab. Saat istirahat dia bahkan tak nafsu makan. Makan siang yang di sediakan pabrik tak sedikitpun dia sentuh. Rum sempat bertanya apakah makanannya tidak enak? atau variasi lauknya perlu di ganti? Beberapa karyawan menjawab bahwa makanya enak-enak saja. Namun hanya, Imah yang tidak menjawab satu katapun.

"Nanti selepas pulang, antar aku mengunjungi rumah Imah ya, Ton?"

"Aku juga ikut, Kak Rum. Sekalian kita silahturahmi kerumah mbak Imah itu," saut Naila dengan antusias.

Selepas pulang Arum, Naila dan Tono di antar supir pabir mengunakan salah satu mobil yang di sediakan Siti untuk mereka. Siti menyediakan beberapa mobil pribadi untuk di gunakan mereka bekerja. Seperti membeli barang-barang, survei, atau hal yang menyangkut pabrik. Namun kali ini, Arum meminta ijin kepada Siti untuk mengunakan mobil mengantarkan mereka pergi menjenguk salah satu karyawan yang sakit.

"Kenapa, Lisa ngga ikut sih mbak? Kan lumayan bisa pergi bareng Lisa," oceh Tono yang awalnya mengira Lisa ikut.

"Heleh, berisik lu, Ton. Bilang aja lu mau caper Ama Lisa," saut Naila.

"Lagian, Lisa sibuk ngurusin ujianya. Bentar lagi dia mau lulus S1. Jadi mana sempet, Ton." Naila menurunkan jendela mobil, merasakan angin menghempas wajahnya.

Tak lama kemudia mereka sampai di sebuah kontrakan kecil yang tembok-tembokmya sudah memudar. Mereka di sambut dengan suara teriakan dan suara jeritan dari dalam kontrakan itu.

"Itu suara apa, Mbak?" tanya Naila gemetar. Seketika Naila, merasakan hal yang Dejavu.

Suara teriakan itu seakan mengingatkan dia pada hal yang paling dia takutin di dunia ini.
Perasaan Arum, semakin tak enak dan segera dia beranjak pergi menuju kontrakan itu.
Sebelum sampai di depan pintu, Arum di halang oleh salah satu warga di sana.

"Mbak mau kemana?" tanyanya pada Arum.

"Bapak ngga denger? Ada suara teriakan sama minta tolong," jawabnya geram.

"Lebih baik, mbak ngga usah ikut campur urusan rumah tangga orang, Mbak. Itu udah biasa, mereka emang kaya gitu, Mbak."

Arum terperanjat mendengar keterangan salah satu tetangga. Bagaimana bisa, seorang tetangga hanya diam tanpa membantu atau melapor ke RT mendengar ada keributan di rumah kontrakan tetangganya sendiri.

Tanpa mempedulikan orang itu, Rum segera melangkah dan mengetuk rumah itu. Tak ada jawaban Rum semakin keras mengetuk rumah itu.

Hingga muncul Sosok pria berjenggot dengan tato di setiap lengannya. Wajahnya sekaan menyeramkan dengan luka pisau di pipinya.

"Siapa Lu!?" tanyanya dengan nada tinggi.

Namun, Arum tak menjawab, malah Matanya menelusuri setiap sudut isi dalam rumah itu. Mencari sosok yang berteriak dan minta tolong.

"WOY! GUE TANYA SIAPA LU!"

Arum sedikit terkejut mendengar bentakan dari pria itu.

"Maap, pak kami ingin bertanya, apa bener ini rumah ibu Inah?" tanya Tono yang khawatir melihat Arum di bentak.

Naila menarik mundur tangan Arum dan menahan tubuh Arum.

"Iya, kenapa emang!" jawabnya.

"MBAK ARUM! TOLONG SAYA, MBAK!" suara teriakan dari dalam membuat mata Arum membulat sempurna. Tanpa basa basi Arum melepaskan tangan Naila dan menerobos masuk ke rumah itu.

Matanya membulat sempurna melihat seorang wanita di ikat dengan tubuh babak belur di sebuah kamar mandi. Tubuhnya basah kuyup dengan darah yang keluar dari setiap sudut wajahnya.

Naila yang melihat kejadian itu, terjatuh lemas. Tubuh Naila gemetar tak terkendali. Darah, Dan kejadian ini membuat Naila mengingat akan kejadian yang pernah dia alami. Sosok wanita tak berdaya, dengan kaki yang terikat tali tambang itu menangis tak karuan menahan rasa sakit.

Pria itu, mendorong Arum sampai tangan Arum tergores sudut meja.

"Woy bang! Jangan kasar ya!" Tono memukul wajah Pria itu, dan tak lama kemudian warga yang berbondong-bondong datang, menahan Tono dan pria itu berkelahi.

Pak RT datang membawa beberapa polisi untuk menahan pria itu. Ternyata pak RT dan beberapa warga memang sengaja menunggu waktu untuk mengrebek rumah itu. Karena sudah meresahkan warga, salah satu warga melarang Arum dan teman-temanya masuk karena mereka takut akan terjadi hal-hal buruk pada mereka.

Selepas suaminya keluar dari penjara Imah sering di pukuli suaminya. Suaminya pernah di penjara karena merampok dan membegal. Namun, semenjak keluar dari penjara suaminya itu semakin semena-mena terhadap Imah. Tak ada yang berani menolong Imah karena pernah di ancam akan di bunuh oleh suaminya itu. Pak RT dan beberapa warga setempat mencari waktu yang tepat untuk menangkap suaminya Imah itu.

Mereka membawa Bu Imah kerumah sakit terdekat. Agar segera di rawat. Di sisi lain, Arum Melihat kondisi Naila yang semakin buruk, Arum langsung menelfon Rangga.

"Rangga? Mbak boleh minta tolong nggak? Tolong jemput Naila di rumah sakit, kondisinya lagi ngga baik banget. Iya. Makasih ya, ngga." Arum menutup telefonnya dan melangkah kearah Naila yang masih gemetar. Dia membuka jaket jeans miliknya dan menyelimutkan ke tubuh Naila. Di depan rumah sakit, Arum dan Naila menunggu Rangga datang.

"Nai, nanti pulang sama Rangga dulu ya?" ucap Arum yang terlihat khawatir melihat kondisi Naila. Naila pasti sangat terguncang melihat kejadian tadi. Traumanya pasti muncul, saat melihat kondisi Imah yang hampir mirip dengan kondisi ibunya yang pernah di pukul bahkan di bunuh oleh ayahnya sendiri.

Tak lama kemudia Rangga datang, langsung berlari kearah Naila. Wajahnya sangat Khawatir saat melihat kondisi Naila yang gemetar dan lemas.

"Mbak Rum, sebenarnya ada apa?" tanya Rangga, terlihat raut wajahnya sangat cemas.

"Nanti mbak ceritain, Ngga. Sekarang bawa Naila pulang dia butuh istirahat." Rangga mengangguk dan langsung membawa Naila masuk kedalam mobilnya.

"Mbak, Rum sudah malam, mau Tono antar pulang?".

"Nggak Usah, Ton. Kamu urus Imah dulu. Tunggu sampai keluarganya datang ke rumah sakit ini. Biar, mbak pulang sendiri."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top