Bab 55 Terbiasa.

Bima Memotong daging dengan lihai, dia juga sangat gesit saat memotong beberapa bahan seperti bawang dan cabai. Tanganya seperti sangat trampil melakukannya. Dia memasukan bahan masakannya satu persatu memastikan Temperatur yang tepat dia juga pandai menakar bumbu-bumbu yang dia masukan.

Dia sangat serius saat tengah menyiapkan masakannya. Kaus hitam panjang yang dia gulung sampai sikut, serta celemek koki itu membuatnya terlihat semakin tampan.

Dia benar-benar sangat tampan, membuat Arum sampai tak berkedip melihat Bima.

Arum yang cuma membantu Bima memotong sayur kangkung malah terdiam melamun sembari memperhatikan pria itu menunjukan skill memasaknya.

Bukankah Bima terlihat sangat keren sekali saat memegang pisau. Mata Arum tak henti-hentinya menatap Bima sembari memainkan sebatang kangkung di tanganya.

Mungkin jika sebatang kangkung itu bisa bicara dia akan berteriak meronta-ronta lantaran hanya di jadikan mainan Arum.

"Sudah selesai memotong kangkungnya, Rum?"

Bima membalikan badanya dan mendapati gadis yang harusnya sudah selesai memotong kangkung itu malah terdiam melamun menatap dirinya tanpa berkedip.

Bima menyilangkan kedua tanganya di dada dan bersandar di rak piring.

"Sampai kapan mau liatin Mas kaya gitu?"

"Siapa yang liatin, Mas?" ucap Arum memalingkan wajahnya.

"Itu kangkung sampai layu loh, ngga kamu potong-potong. Malah nonton Mas masak."

"Ini juga bentar lagi selesai kok, Mas. Crewet banget," ucap Arum sembari mengoceh.

Bima duduk di kursi berhadapan dengan Arum.

"Kalau motong kangkung itu batangnya di belah, biar nanti jauh lebih enak dan nyucinya jadi bersih." Bima mengambil kangkung yang ada di atas meja dan mulai membantu Arum.

"Enak ya, perempuan yang nantinya jadi istri, Mas. Pasti ngga perlu repot-repot masak."

"Mas nyari istri, bukan tukang masak. Lagian juga ngga harus wajib perempuan pinter masak. Laki-laki juga harus pandai. Suami istri itu saling melengkapi setiap kekurangan pasanganya. Arum ngga jago masak, Mas jago masak. Arum males, mas rajin, Arum tukang ngambekan Mas tukang ngehibur. Arum suka marah-marah, Mas sabar. Arum masih kaya anak kecil mas sikapnya dewasa."

"Entar dulu. Stop jangan terusin. Kok malah yang jelek-jelek banyakan di Rum?"

Bima terkekeh geli, dia meletakan kangkung dan mencucinya. Kemudia mengaduk rendang yang sudah hampir matang. Aroma rendang menyebar ke setiap ruangan membuat siapa saja pasti merasa lapar.

Arum mendekati Bima yang tengah mengaduk rendang.

"Wahh, baunya wangi banget."

"Nih, Cobain."

Bima mengambil sedikit daging rendang itu dan meniup-niupnya kemudia mengarahkanya ke Arum.

Arum membuka mulutnya dan menerima suapan Bima.

"Hmmm hmmmm enak," ucap Arum dengan mulut penuhnya.

Bima mengelap lembut mulut Arum dengan tanganya.

"Enak?"

"Heem, nanti Arum boleh bawa pulang ngga Mas?"

"Iya nanti Mas bungkusin." Mencubit lembut pipi Arum yang mengembang karena mengunyah daging.

Bima kembali melanjutkan masakannya, dan Arum kembali melanjutkan aktifitasnya duduk menatap Bima yang tengah memasak. Sembari memainkan batang kangkung yang tadinya dia pengang.

Tak beberapa lama Bima menyelesaikan masalahnya. Arum membantu Bima meletakan masakan-masakannya itu di meja makan.

Tumis cumi asin, cak kangkung dan rendang sudah siap terhidangkan di meja makan.

"Chandra, ayo makan," ucap Arum.

Chandra yang mendengar suara Arum segera berlari kecil menuju meja makan.

"Rum, bisa tolongin Mas lepasin celemeknya? Tangan Mas masih kotor belum cuci tangan."

Arum berdiri di hadapan Bima, tinggi Arum yang hanya sebatas dada Bima itu terlihat sangat mungil. Dengan polosnya tangan Arum tiba-tiba saja melingkari pinggang Bima. Membuat Bima sedikit terperanjat rasanya seperti ribuan lebah menyengat tubuhnya.

Apa Arum bodoh atau memang masih polos. Dia bisa saja melepas celemeknya dari belakang. Mengapa dia malah mengambil posisi yang seperti ini. Apa Arum tidak tahu seberapa kuat Bima mengontrol dirinya. Bisa saja singa yang tertidur lelap tiba-tiba bangkit. Bima hanya diam tak bergerak, sedikit saja dia bergerak tubuh Arum akan bersengolan dengan tubuhnya.

"Kenapa, Mas?" ucap Arum yang langsung meletakan celemek di kursi.

"Hah? Ngga apa-apa." Bima menghela nafas lega dan langsung duduk di meja.

"Chan mau makan apa?"

"Rendang Tante."

Arum mengambilkan nasi dan rendang yang sudah tersedia di atas meja dan memberikannya pada Chandra.

"Mas mau di ambilin nasi juga?"

Bima mengangguk dan memberikan piringnya pada Arum. Arum segera mengisi piring itu dan memberikannya pada Bima.
Tak luput dia juga mengambil rendang yang terlihat enak itu dan langsung menyantapnya.

"Rendangnya enak banget, Mas dagingnya juga seger. Cobain deh." Arum menyodorkan daging ke arah Bima dan Bima langsung memakanya.

"Chan juga, Chan juga," ucap Chandra sembari membuka mulutnya lebar-lebar.

***

"Ini rendang dari mana, Rum?"

"Udah makan aja, bawel banget lu." Satria langsung menyantap rendang yang ada di atas meja.

"Enak ngga?"

"Heem, enak banget Rum," ucap Satria yang dengan lahapnya.

"Oh iya Rum, sebelum lu sakit, apakah ada orang yang mencurigakan sering deketin lu?"

"Hmm?" Arum mengingat kejadian malam itu di mana dia hampir saja di culik.

"Ngga, kenapa emang?" Arum mencoba berbohong pada  Satria. Jika dia bercerita yang sebenarnya Satria mungkin akan berbuat nekat mencari mereka.

Walau bagaimana pun, Arum tidak ingin Satria celaka. Dia sangat Khawatir pada Satria yang selalu berhubungan dengan orang-orang jahat.

"Kalo ada apa-apa cerita ya, Rum. Misal ada orang jahat yang mencoba deketin lu, atau lu di ganggu orang."

"Lu kenapa sih? Ngga ada apa-apa serius."

"Gue kenal lu sejak SMP. Gue tahu kalo lu lagi bohong. Coba Lu liat mata gue dan bilang ngga terjadi apa-apa malam itu?"

Tidak. Arum tidak akan melakukanya, Satria sangat paham Arum. Jika Arum berbohong dia tidak akan berani menatap langsung lawan bicaranya. Tapi jika dia berkata jujur matanya akan langsung mengarah ke lawan bicaranya.

Satria selalu memperhatikan Arum dan dialah yang paling mengerti Arum.

"Rum." Satria menyentuh lembut tangan Arum.

"Gue harap, lu ngga akan berbohong apapun sama gue. Lu tau gue sekhawatir apa sama lu."

"Gue?"

"Gue cuma ngga mau lu berbuat nekat dan melakukan hal berbahaya Sat cuma demi gue. Gue cum-"

"Hey, gue pernah bilang kan gue bakal lindungi lu apapun yang terjadi. Gue ngga akan memposisikan diri gue dalam bahaya. Tapi gue ngga mau lu kenapa-kenapa? Lu bilang kita sama kan? Gue berharap lu bisa lebih terbuka sama gue, Rum."

Akhirnya Arum tidak bisa mengelak lagi. Dia mulai menceritakan kejadian malam itu pada Satria.

Sudah Satria duga, pasti mereka antek-antek bos gila itu. Kali ini Satria tidak akan bertindak gegabah dia akan mulai merencanakannya dengan aman. Dia juga tidak ingin Arum mengkhawatirkan dirinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top