Bab 51 Malam

"Rum, Mas kayanya agak telat deh sampai pabrik. Soalnya tib-tiba macet nih," ucap Bima dari balik telfon.

"Iya, Mas. Ngga apa-apa ini Arum tunggu di halte kok."

"Mas benar lagi sampe kok Rum."

"Iya, Mas." Arum mematikan ponselnya.

Angin malam berhembus pelan menerbangkan dedaunan yang kering. Arum sesekali melihat jam tanganya yang menunjukan pukul 10 malam. Sebenarnya Arum tidak ingin lembur malam ini, karena dia sedikit kurang enak badan.

Tapi dia kasihan jika Naila yang mengerjakan pekerjaanya semua. Lagi pula Naila sudah lembur beberpa hari ini dia pasti sangat lelah.

Saat Arum berdiri menunggu Bima tiba-tiba saja seorang pria tak sengaja menabrak dia sehingga ponsel Arum terjatuh.

Saat Arum mengambil ponselnya tiba-tiba saja seorang pria dan dua lainnya  berdiri tepat di hadapan Arum.

"Ngapain, Neng di sini sendirian?"

Pria dengan wajah menyeramkan itu tak asing bagi Arum. Dia adalah pria yang pernah dia temui di Club tempat Satria bekerja dan satu pria lagi dengan jenggot dan tato di lenganya luka pisau di pipinya itu adalah milik suami Bu Imah. Salah satu karyawan pabrik yang pernah Arum tolong. Dan satu pria asing yang tak pernah Arum jumpai.

"Mau apa kalian?"

Arum perlahan melangkah mundur. Wajahnya kini sudah terlihat sangat pucat. Mau apa mereka menemui Arum jika bukan untuk berbuat jahat pada Arum.

"Lama tidak bertemu, Mbak Rum. Masih ingat saya kan? Orang yang pernah kamu jeblosin ke penjara," ucap suami Bu Imah sembari mengeluarkan sebilah pisau.

Jantung Arum seketika berdetak kencang, keringat dingin mulai mengalir ke sekujur tubuhnya. Dia harus lari jika ingin hidup, tanpa menunggu lama Arum menendang tong sampah yang ada di depanya dan berlari sekencang-kencangnya.

Namun mereka jauh lebih cepat dari pada Arum. Salah satu dari mereka menarik Arum dan mencoba membius Arum dengan sapu tangan yang sudah di beri obat bius.

Saat ksinya belum selesai sebuah mobil datang dengan kecepatan penuh menuju ke arah mereka. Membuat mereka terkejut dan Arum terlepas dari pegangannya. Arum terjatuh dengan posisi setengah sadar karena bius.

"Ma-mas Bima?" ucap Arum saat bayang-bayang Bima keluar dari mobil.

"Arum!" Bima menghampiri mereka dan menghajar mereka satu persatu.

Tubuh yang berotot dengan tinju dan kemampuan bela dirinya membuat Bima dengan mudah menghajar mereka. Namun, Bima sedikit lengah hingga pisau yang di arahkan ke dia menggores dadanya. Walau sendiri Bima bisa dengan mudah mengalahkan mereka.

Namun, tiba-tiba saja mereka bertiga menghentikan aksi mereka yang hampir kalah karena datang sebuah mobil. Seorang pria berteriak ke arah mereka.

"Bos marah besar! Satria mengobrak Abrik gudang! Ayo cepat kembali!"

Suara itu terdengar jelas oleh Bima, dan ketiga pria itu tiba-tiba saja masuk ke mobil dan pergi begitu saja meninggalkan Bima dan Arum.

Bima segera pergi menghampiri Arum yang masih menahan bius itu.

"Arum! Arum!" seru Bima sembari menahan tubuh lunglai itu.

Tak selang beberapa lama akhirnya Arum pingsan dan jatuh ke pelukan Bima. Tanpa menunggu lama Bima langsung membawa Arum pulang.

Dia tidak mungkin membawa Arum pulang ke rumahnya dalam ke adaan seperti ini. Pasti orang tua Arum sangat panik. Akhirnya dia memutuskan membawa Arum pulang ke rumahnya.

Sesampainya di sana Bima segera menggendong Arum. Memasuki rumahnya.

"Ibu! Ibu!" Bima memanggil ibunya yang sedang menginap di rumahnya.

Ibu Bima sangat terkejut melihat Bima tengah menggendong Arum yang sedang tidak sadarkan diri.

"Astagfirullah, Nak Arum? Dia kenapa Bim?"

"Nanti Bima ceritai Bu, tolong bantu Bima bawa Arum ke kamar."

Ibu Bima segera menuntun Bima menuju kamar Bima membukakan pintu dan membantu membaringkan Arum ke ranjang besar milik Bima.

"Ya, Allah Nak Arum. Kenapa dia bisa pingsan seperti ini, Bim?"

"Tadinya Bima mau jemput Arum Bu, di pabrik. Tapi Bima telat karena ada macet. Pas Bima sampai di sana Arum tiba-tiba saja sudah hampir di culik sama beberapa orang yang Bima tidak tahu, Bu," ucap Bima dengan wajah khawatirnya.

"Astagfirullahhh, ini yang ibu takuti kalau anak perempuan pulang malem terus. Ibu ambilkan minyak kayu putih dulu." Ibu Bima segera pergi mengambil Air hangat dan minyak kayu putih.

Bima langsung menggenggem tangan Arum. Jika dia tidak sampai saat itu mungkin bisa saja terjadi sesuatu pada Arum. Harusnya dia menjemput Arum lebih awal. Semua ini salah dia.

Tangan yang biasanya terasa hangat itu kini menjadi sangat dingin. Arum pasti sangat ketakutan.

"Ini beri ini." Ibu Bima datang menyodorkan minyak kayu putih  dan langsung Bima oleskan ke kening, dan ke bawah hidung Arum.

Tak beberapa lama Arum sadar, dia mengerjakan matanya dan melihat Bima dan ibunya yang terlihat panik.

"Rum? Kamu ngga apa-apa?"

"Mas Bima." Arum langsung memeluk Bima. Tubuh Arum terasa bergetar hebat, dia terlibat sangat ketakutan.

"Syukurlah, ada yang luka?"

Arum menggelengkan kepalanya dengan wajah yang masih terlihat pucat.

"Minum dulu nak," ucap ibu Bima menyodorkan air hangat ke pada Arum.

"Makasih, Bu." Arum segera meminum Ari itu.

Bima sesekali memperhatikan Arum, memastikan Arum  benar-benar tak terluka.

"Ibu buatkan susu jahe dulu ya," ucap ibu Bima sembari mengelus lembut tangan Arum dan pergi meninggalkan Bima dan Arum.

"Kamu bener ngga apa-apa kan Rum? Mas Khawatir banget kamu kenapa-kenapa. Kamu kenal mereka?"

"Ada yang Arum kenal, Mas. Yang wajahnya ada luka itu suami Bu Imah karyawan pabrik yang pernah kena kasus KDRT dan Arum bantu. Mungkin dia dendam sama Arum karena Arum yang bantu dia masuk ke penjara. Satu lagi orang yang pernah mau jahatin Arum di Club dan satunya lagi Arum ngga kenal."

"Club?"

"Heem, waktu itu ibu nyuruh Arum nyari Satria dan Arum di kasih alamat sama temen Satria buat nyari dia di Club tempat dia kerja."

Bima mengeryitkan dahinya, dia ingat tadi dia dengar pria di dalam mobil menyebut nama Satria.

"Rum, lebih baik kamu lebih hati-hati, perasaan Mas ngga enak."

"Iya, Mas."

"Yaudah, malam ini kamu tidur di sini aja. Besok biar Mas yang antar pulang."

Arum berpikir, apa kata orang jika dia tidur di rumah Bima. Belum lagi dia harus minta ijin bagaimana pada ibunya? Tidak mungkin dia mengatakan malam ini dia tidak pulang karena menginap di rumah Bima. Bisa-bisa besoknya Arum langsung di kawinkan sama Bima.

"Ngga usah, Mas. Arum mau pulang aja. Ngga enak di lihat tetangga. Kita bukan muhrim apalagi Arum pasti jadi bahan gunjingan nantinya."

"Jadi Arum mau pulang? Yaudah Mas antar."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top