Bab 5 luka yang sama

"Mbak Rum!" teriak seorang wanita dengan mengenakan pakaian suster berjalan ke arah Rum.

Seorang anak kecil yang lucu dan tampan dia gandeng. Anak kecil itu tersenyum dan berlari kearah Rum, mendarat tepat di pelukan Rum.

"Tante, Candra kangen sama Tante," ucap anak berumur 6 tahun itu.

"Uluh-uluh baru ngga ketemu tiga hari aja udah kangen. Hmm, kita main ke mall yuk?" tanya Rum yang di balas anggukan anak itu.

"Aduh Mbak Rum, nanti bapak marah kalau saya ngga minta ijin dulu," ucap Nur baby sitter yang tidak lain adalah tetangga Arum sendiri.

"Bilang aja sama Om mesum itu, kalau Candra pergi sama gue."

Candra, tersenyum manis kearah Rum dan segera menggeret tangan Rum pergi meninggalkan Nur.  Candra adalah anak yang manis dan lucu, dia bersekolah TK di daerah pabrik Rum. Karena Rum sangat menyukai anak kecil dan Candra sangat menyukai Rum mereka sering bertemu dan Rum sering mengajak main Candra.

Alasan lain mengapa Rum sangat menyukai Candra adalah karena Candra sangat mirip dengan Rum. Mereka sama-sama di tinggalkan, oleh orang yang seharusnya memberi mereka kasih sayang. Mungkin karena hanya rum yang mengerti perasaan Candra dengan alami Candra jadi sangat menyukai Rum.

"Iya pak, kami ada di Mall. Chandra lagi main kok pak, sama Mbak Rum. Tapi Nur, mau minta ijin pulang, Pak. Tadi Nur dapat telfon kalau anak Nur lagi sakit pak.Oh, iya pak. Makasih ya pak." Nur menutup telfon dan berjalan mendekati Rum yang tengah bermain Capit bonekah bersama Chandra.

"Mbak Rum, saya pamit pulang dulu ya?" ucap Nur yang membuat Rum menghentikan aktifitasnya.

"Ada apa Nur?"

"Ibu telfon katanya anak saya sakit mbak, jadi saya udah minta ijin bapak mau pulang dulu. Katanya bapak yang bakal nyusul Chandra."

"Oh, yaudah Nur kamu pulang aja. Biar Chandra saya yang jagain dulu."

Nur mengangguk dan segera pergi meninggalkan Chandra dan Rum di mall.

"Tante Chan, mau Eskrim." Chandra menarik-narik kemeja Rum.

Rum tersenyum dan menundukkan tubuhnya, "Ayuk, kita beli eskrim."

Mereka akhirnya pergi ke tempat eskrim dan duduk sembari melihat orang berjalan ke sana kemari mengelilingi mall.

"Tante, kenapa Tante ngga mau jadi mama Chandra?" tanya bocah polos yang masih menikmati eskrim itu.

Rum tersenyum dan tidak menanggapi pertanyaan anak berumur 6 tahun itu. Mau di jelaskan bagaimana pun dia hanya anak kecil yang belum mengerti dunia dewasa ini. Dari pada menjelaskan hal itu akan lebih baik jika dia ajak Candra bercerita hal lain.

Rum sangat paham, di usia saat ini, Candra sangat membutuhkan sosok yang mampu manjadi pendengar, menjadi Sandara, dan tempat bercerita yang penuh kasih sayang. Itu yang dia rasakan dulu, akan sangat menyakitkan jika Anak seusia dia harus berjuang sendiri sepertinya dulu.

"Tidak mau, papa Candra nyebelin," ucap Rum.

"Padahal papa Candra kan ganteng, tinggi, punya duit. Tapi, memang nyebelin. Kemarin Candra di hukum, karena bawa kucing tetangga ke rumah," ocehnya yang membuat Rum tertawa.

Kadang Rum, berfikir wanita macam apa yang tega meninggalkan anak selucu dan sepolos dia. Apakah hanya karena alasan dia jatuh cinta dengan laki-laki lain sampai dia tega meninggalkan anaknya sendiri. Tidak masuk akal, rum berfikir banyak mengapa orang memutuskan untuk menikah jika akhirnya mereka berpisah apa pernikahan hanya sebagai ajang uji coba atau hanya sekedar permainan.

Apakah mereka tidak tahu, anaklah yang akan menjadi korban. Anak yang lebih menderita melihat orang tuanya berpisah. Hidup dengan orang tua tunggal bukanlah hal yang mudah. Pasti sangat iri, ketika melihat teman-temanya di jemput oleh orang tuanya. Melihat anak lain, membicarakan kedua orang tuanya.

Dan lebih menyakitkan ketika di tanya, Ibu mu mana? Ayah mu mana? Tanpa berfikir mental dan luka yang parah. Walau tersenyum atau terlihat biasa saja tetap saja hati terasa hancur.

"Siapa yang bilang, Papa nyebelin?" Seorang pria tinggi, berbadan tegap berparas tampan itu berjalan menuju ke arah mereka. Pria dengan kemeja putih yang di lipat, sampai bawah siku itu terlihat sangat mempesona. Matanya tajam, dengan wajah yang terlihat dewasa, itu duduk tepat di hadapan meja Rum.

"Lu ngga cape-capenya ya, nyulik anak gue mulu," ucapnya sambil menaikan sebelah alisnya.

"Sembarangan anak gue, ya! Ngaku-ngaku aja lu! Ngga liat ni, muka,hidungnya bibinya mirip gue. Iya ngga Chan?" tanyanya sambil mengode ke arah Chandra yang sedari tadi melihat tingkah lucu papanya dan Rum.

"Chandra ngga mau, ikut campur urusan orang dewasa mending Chandra main aja." Chandra kemudia berlari ke arah area bermain yang ada di sebang toko eskrim dan meninggalkan Rum dan Papanya.

"Si bocil ini bener-bener," ucap Rum yang heran melihat tingkah Chandra.

"Jadi gimana? Mau nikah ngga sama bapaknya?" ucap Bima sembari mengoda Rum.

Rum hanya mengeryit kan dahinya merasa aneh dengan gombalan yang di lontarkan pria yang jarang berekspresi ramah itu.

Bima Bagaskara, adalah seorang pria pemilik restoran dan seorang koki hebat. Dia bahkan pernah bekerja di luar negri karena kehebatannya itu namun memutuskan kembali ke Indonesia dan mendirikan restorannya sendiri.

Pria berumur 35 tahun itu, adalah seorang duda muda yang cukup sukses. Siapa yang tidak kagum dengannya, dia memulai bisnis resotaranya sendiri dan membesarkan seorang anak sendiri.

Walau terlihat masih sangat muda, namun kemadirian dan tanggung jawab yang di miliki Bima perlu di acungi jempol. Dia sangat menyayangi putranya itu, baginya putranya adalah obat yang paling mujarab untuk sakit hatinya.

"Ngga jalan sama pacarnya, Rum?" tanya Bima sembari menyodorkan es kopi ke arah Rum yang masih memperhatikan Chandra bermain.

"Ngga butuh pacar, Mas. Bisa jalan-jalan sendiri," saut Rum yang langsung meminum kopinya.

"Karena itu mungkin banyak cowo yang enggan deketin lu, karena lu merasa ngga butuh mereka. Jadi cewe boleh madiri, tapi lu juga perlu buat nyembuhin luka lu."

Rum hanya diam, karena benar yang di bicara kan Bima. Dia hanya tidak ingin terluka saja, hanya karena seorang pria. Itu benar-benar membuang waktu dan tenaganya saja.

"Mas paham kok,  ngga mudah buat nyembuhin luka. Apalagi luka dari orang yang paling kita sayangi. Kadang Mas berpikir apa yang Rum pernah katakan dulu."

Rum menatap dalam ke arah Bima, wajah tampan itu tersenyum melihat Rum yang begitu dalam menatapnya.

"Ngga usah natap, mas, sedalam itu. Nanti kalau mas jatuh cinta bisa bahaya."

"Rum mau tanya deh, emang semua cowo hobi ngegombal ya?"

"Tergantung cowonya, kalau dia orang yang tulus itu alami dia ucapkan ke orang yang benar-benar dia sayangi. Tapi kalau cowonya cuma main-main dia bisa ngomong gitu ke semua cewe."

"Mas tipe yang mana?"

Bima tersenyum ke arah, Rum. Wanita dengan wajah manis dan tubuh mungil itu selalu sukses membuat Bima tersenyum. Entah dari segala pertanyaannya atau dari tingkah lakunya atau bahkan hanya dari raut wajahnya.

"Mas tipe jalur Chandra. Kalau Chandra ngga suka ngga akan mas mau godain Rum."

Rum menyipitkan matanya, Bima yang Rum tahu adalah pria pendiam dan dingin ke semua orang. Dia bahkan tidak banyak bicara, matanya tajam saat menatap orang dia sangat tegas. Orang yang menjadi lawan bicaranya seakan enggan dan takut jika harus menatap mata tajamnya itu.  Namun, berbeda jika di dekat Rum. Dia banyak bicara dan banyak tersenyum kadang tingkahnya pun selalu membuat Rum terheran-heran. Bima adalah tipe pria yang sulit di tebak. Dan Rum milihat luka yang amat parah ada pada hatinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top