Bab 48 Malam

"Dari mana lu? Basah kuyup kaya gitu?" ucap Satria yang langsung memberi handuk pada Arum.

Matanya terhenti saat dia melihat jaket yang tak asing di kenakan Arum. Pasti Arum pergi bersama Bima itu, dia benar-benar tak membiarkan Satria tenang seharipun.

"Bukan urusan lu, Ibu gue aja ngga pernah kepo kok," ucap Arum.

"Bang Satria itu khawatir sama Mbak." Raka datang mengambil segelas air.

"Tuh, dengerin adek lu aja tau."

"Ka? Kok lu sekarang Bestie sih sama ni kunyuk?"

"Enak aja ngatain gue kunyuk lu tu anak monyet."

"Kalian berdua itu berantem terus, apa ngga cape. Kamu juga Rum kalo di pikir-pikir kamu harus sopan sama Satria dia kan lebih tua 3 bulan dari kamu artinya dia kakak kamu." Ibu Arum datang melihat keributan antara Arum dan Satria.

"Tuh dengerin kata ibu, panggil gue Abang."

"Dih ogah banget manggil lu Abang, lagian ibu ini belain Satria terus. Sebenarnya yang anak ibu Arum apa Satria sih." Arum langsung melangkah ke kamar.

"Abis mandi tolong bantu ibu anter kue ke Bekasi ya, Rum. Tempat ibu yuli, Nanti di anter sama  Satria juga."

"Nanti Arum aja yang anter Bu, ngga usah sama anak kunyuk itu," teriak Arum dari dalam kamar.

Tak beberapa lama Arum selesai mandi dan membersihkan diri segera dia mengganti baju. Waktu sudah menunjukan pukul 7 malam jika tidak bergegas dia akan kemalaman sampai ke rumah Bu Yuli di Bekasi.

Walau jarak dari Jakarta dan Bekasi itu tidak terlalu jauh dari rumah Arum lantaran Arum tinggal di perbatasan ibu kota Jakarta dan Bekasi. Namun, tetap saja itu memakan waktu yang lama karena kendaraan yang macet di jalan. Belum lagi hujan membuat jalan raya Bekasi semakin macet dan banyak berlubang.

Apalagi kue-kue itu akan di bawa Bu Yuli besok pagi untuk oleh-oleh pulang kampung.

Setelah selesai beres-beres dia segera keluar dari kamar.

"Lama banget sih, dandanya," ucap Satria yang sudah berdiri di depan pintu kamar Arum. Pemuda dengan rambut di ikat dan bulu mata lentik itu membuat Arum sedikit kesal.

"Ngapain lu berdiri di sini? Ngintipin gue ya lu."

"Hidihh, apa yang mau di liat dari lu? Dada rata, pantat tepos masih untung muka lu cakep."

"Anjir." Arum spontan menutup dadanya yang berlapis jilbab hitam.

"Pake jaket lu, gue mau ngebut. Jangan ada acara masuk angin ya, lu bikin ribet." Satria melemparkan jaket Arum yang sudah di setrika ibunya.

Arum segera mengambil kue-kue kering itu dan langsung menyusul Satria ke luar.

Sebenarnya Arum sedikit tidak nyaman naik ke motor satria yang besar dan tinggi. Mau bagaimana lagi dia tidak ada pilihan lain.

"Masih ngga mau pegangan?"

Satria kemudia mengegas motornya membuat Arum spontan langsung memegang perut Satria.

"Gila lu ya, Sat! Naek motor udah kek bandit!"

Satria terkekeh geli karena dia berhasil mengerjai Arum yang terkejut.

"Lu kalau mau mati, sendiri aja Sat! Gue belum kawin gue mau Kawin dulu sebelum mati!"

"Nikah dulu woy! Maen kawin aja!"

"Astagfirullah!"

Setelah kurang lebih dua jam mereka sampai di rumah Bu Yuli.

"Arum pamit ya, Bu hati-hati  di perjalanan besok pagi."

"Makasih ya, Nak Rum nak Satria."

Mereka tak lama, langsung berpamit pulang karena jam juga sudah malam.
Tapi Arum sama sekali tidak merasa khawatir walau pulang malam pun dia bersama Satria jadi dia sedikit merasa aman.

Satria yang sedari tadi melihat wajah Arum terlihat lelah itupun segera melajukan motornya.

"Rum!? Rum!? ARUM!?" ucap Satria berkali-kali karena tidak mendapatkan jawaban dari gadis di belakangnya.

"Hmm? Kenapa, Sat?" Arum mendekatkan kepalanya dan berucap tepat di belakang leher Satria. Nafas Arum terasa berderu di belakang telinga Satria. Membuat Satria tiba-tiba saja merinding sekujur tubuhnya. Bukanya wanita harus tahu jika di belakang telinga adalah salah satu titik yang tidak boleh di ganggu.

"Jangan tidur! Nanti lu jatoh."

"Ngga kok, gue pegangan," ucap Arum dengan nada ngantuknya.

"Wah, bahaya ni anak." Satria menghentikan motornya saat mendengar Arum yang terus-terusan mengantuk.

"Lu ngantuk beneran?"

"Ngga kok, cuma sedikit ngantuk."

Satria melihat mata Arum yang sudah tidak bisa di tahan lagi itu. Nampaknya gadis itu sangat lelah dan mengantuk namun dia memaksakan diri untuk mengantar kue.

"Harusnya tadi gue anter sendiri aja kalau lu emang cape, Rum"

"Ngga apa-apa kok, Sat. Lagian lu kan ngga tau rumahnya di mana."

"Kalau begini, gue ngga berani naik motor  lu nya ngantuk. Kalau kenapa-kenapa gimana?"

Arum langsung memeluk tubuh Satria dari belakang yang tadinya dia menjaga jarak kini dia benar-benar tepat jatuh di punggung Satria.

"Gue pengen pulang, pengen tidur di kasur gue," ucap Arum yang malah semakin terlelap di punggung Satria.

"Hadeh, yaudah lu pegangan yang kuat ya?"

Dengan sigap, Arum memperkuat pelukan di pinggang Satria.
Satria pun melajukan kendaraanya dengan perlahan. Dia sangat khawatir dengan gadis di belakangnya ini.

Jika berangkat hanya menempuh jarak kurang dari 2 jam ini bahkan hampir tiga jam mereka sampai di rumah. Satria dengan perlahan turun dari motor dan menggendong Arum dari belakang.

"Bang? Mbak Arum kenapa?" ucap Raka yang melihat Arum tak berdaya di gendongan Satria.

"Molor."

"Buset dah? Dasar sapi," ucap Raka terkekeh geli bersama Satria.

"Berat banget serius dah, Mbak lu badan kecil makannya banyak sih, Gue anter dulu ke kamarlah."

Satria membawa Arum yang masih tertidur lelap di gendongannya ke kamar. Dia membaringkan tubuh mungil Arum di ranjang dan menyelimutinya.

Sesekali Satria menatap wajah gadis itu. Dan tersenyum tipis, Arum benar-benar terlihat sangat cantik saat tertidur.

Dia mengelus lembut kepala Arum dan pergi mematikan lampu kamar Arum dan menutupnya.

"Sudah sampai kamu nak?"

"Sudah Bu."

"Arum?"

"Dia tadi ketiduran jadi Satria langsung bawa ke kamar. Kayanya dia kecapean deh Bu."

"Yasudah kamu juga istirahat," ucap ibu Arum langsung masuk ke kamarnya melanjutkan tidurnya.

Satria segera memasuki kamar Raka dan berbaring di kasurnya.

"Bang, Satria?"

"Hmm?? Kenapa Ka?"

"Bang ajak Raka liat trek-trekan motor dong."

"Itu buka mainan anak kecil, ngapain juga kamu liat itu."

"Sekali-kali kek bang, Raka juga mau liat."

" Abang punya tiket nonton bola. Indonesia lawan Malaysia di GBK, mau ikut ngga?"

"Mau bang, mau. Ajak Mbak Rum ya?"

"Ogah ah, ngajak pelor. Nyusahin aja nanti dia."

"Jangan gitu bang, Mbak Rum suka banget liat bola apa lagi Indonesia lawan Malaysia."

"Heh, lu ngga inget terakhir kita ajak dia nonton bola?"

"Iya sih, kita yang malu."

Satria dan Raka tertawa terbahak-bahak mengingat saat SMA Satria mengajak Arum dan Raka nonton bola di stadion dan berakhir Arum di tinggal karena dia marah-marah Indonesia kalah dari Filipina. Arum mengoceh tak henti-hentinya membuat orang di sekitar mereka jadi menoleh ke arah mereka bertiga.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top