Bab 46 Permen.

"Mbak? Mbak Siti?" Arum memanggil Siti yang terlihat melamun dalam diskusi mereka.

"Ah, maap ya Rum. Mbak lagi ngga bisa mikir."

"Mbak lagi banyak pikiran ya? Mbak bisa cerita ke Arum," ucap Arum yang sedikit khawatir melihat Siti yang sedari tadi tidak konsentrasi dalam diskusi pekerjaan mereka.

"Kamu ingat saat mbak minta kamu nyari tahu tentang Alexander pemilik perusahaan tambang emas itu?"

"Ah, iya yang punya kasus memperkosa asistennya tapi tiba-tiba asistenya menarik laporannya itu dan dia bebas kan?"

"Mami ku mau menjodohkan ku dengannya?"

"HAH? Gila mami lu ya, Mbak. Eh, maaf, tapi bener-bener gila. Kok bisa sih emang Mami lu ngga tau kasus itu Mbak. Dari semua kalangan pengusaha tahu loh, ngga mungkin Mami lu ngga tahu."

"Mami gue tau, kok. Cuma dia percaya kalau itu cuma kesalah pahaman dan fitnah belakang karena mau menjatuhkan perusahaan dia."

"Terus lu udah ketemu sama dia, Mbak?"

"Udah, Mami tau kalau gue lagi Deket sama Aziz karena itu dia ngancem gue," ucap Siti.

"Pantes beberapa hari yang lalu, Aziz nanyain lu mulu, Mbak. Katanya lu sekarang susah di hubungi dan dia khawatir sama lu. Gue jawab aja mungkin lu lagi sibuk."

"Rum, gue takut terjadi apa-apa sama Aziz karena Mami udah ngancem gue. Dan gue juga lebih takut, si Alex itu ngelakuin hal-hal aneh ke Aziz. Masalahnya dia juga terkenal sebagai bos mafia. Lu tahu kasus ganja di belakangan ini kan."

Arum teringat sesuatu jika Satria pernah bercerita ada sebuah gudang tambang emas yang sudah tidak beroprasi di dalamnya berisi ganja. Salah satu geng di sana mengejar Satria karena Satria pernah membocorkan keberadaan mereka saat di penjara.

"Lebih baik, Mbak jauhin orang kaya gitu deh, Mbak. Arum jadi khawatir sama Mbak."

"Tenang aja Rum, dia ngga akan bisa nyakitin Mbak. Posisi Mbak dan dia sama kita pemilik saham dari perusahaan tambang itu. Dia ngga akan berbuat ceroboh. Yang pasti dia punya niat jahat karena mendekati Mbak."

Tetap saja hati Arum tak begitu tenang. Bagaimana pun orang seperti Alexander punya kekuasaan dan uang yang mampu menghapus segala jejak kejahatannya.

"Oh iya, kata Nai kamu lagi marahan ya, sama Bima saat di pesantren?"

"Ah, ngga kok Mbak. Bukan apa-apa."

"Mbak ketemu Bu Fatimah beberapa hari yang lalu saat memberika berkas penandatanganan. Mbak fikir kamu harus berhati-hati sama dia. Dia terlihat sangat ambisius  segalah hal tentang Bima. Dia terlihat sangat baik tapi kita tidak tahu isi hatinya."

"Mbak kita dosa ngga sih, gibahin Fatimah?"

"Yang pasti, kupingnya sekarang panas. Hahaha."

Arum dan Siti tertawa bersama bahkan hal serius saja bisa berakhir tawa jika mereka bahas.

"Kamu juga jangan lama-lama ngasih jawaban Bima. Kayanya dia benar-benar tulus sama kamu Rum. Lagian kamu ngga cape apa di tanya kapan nikah mulu."

"Lah, Mbak Siti sendiri? Udah tua ngga nikah-nikah."

"Si anak ini, malah ngatain gue. Kita sama ini loh ya."

"Lah iya makanya, sama-sama belum nikah. Lagian Arum ngga ngebet juga pengen nikah."

"Iya, kamu. Si Bima? Emang kamu tau  sesuatu  yang ada di dalamnya? Mengaung-ngaung menanti lu di malam pertamanya."

"Astagfirullah, Mbak Siti. Jangan ketularan Naila deh."

"Cowo itu punya sesuatu yang membentengi dirinya. Dan itu yang ngga wanita  tahu. Kalau Aziz ngelamar gue langsung gue terima ngga mikir panjang kaya lu."

"Heleh, mami, Mbak gimana emang setuju?"

"Ya, kalau kawin lari di bolehkan mah udah kawin lari aja gue sama Aziz?"

"Masyaallah?" Tiba-tiba Aziz muncul dari balik pintu. Dia tak sengaja mendengar percakapan Arum dan Siti.

"Allahu Akbar!" Ucap kompak Arum dan Siti.

"Mbak, Siti. Mau kawin lari sama saya?"

"Heee? Bukan itu aduh kamu salah  paham Ziz. Aduh gimana ini? Kamu ngapain sih tiba-tiba muncul." Siti langsung panik dan bingung harus menjelaskan apa pada Aziz.

****

"Memangnya lu harus berbuat sejauh itu, Lisa?" Galang mencoba mengetuk kost tempat Lisa tinggal.

"Lisa! Ayo keluar! Kita bicara ini baik-baik." Galang mengetuk pintu Lisa berkali-kali membuat beberapa penghuni kost terganggu.

"Maap, Bang. Sebaiknya kamu pergi dari sini. Tidak boleh ada keributan di sini. Lagi pula sepertinya, Neng Lisa ngga ada di kost," ucap pengurus kost yang melihat keributan.

"Lu ngapain di sini?" Lisa datang dan memergoki Galang berada di sana membuat keributan.

"Lisa." Galang langsung menggenggam tangan Lisa dan bersujud di hadapannya.

"Lu apaan-apaan sih!"

"Gue tau gue salah, kalau lu mau penjarain gue iklas. Tapi Jagan ambil Jasmine dari gue. Gue mohon."

"Lepasin tangan gue!" Lisa menarik tanganya dengan tenaga dan membuatnya tersungkur jatuh di lantai.

"Lisa?"

"Jangan sentuh gue! Berhenti sentuh gue dengan tangan kotor lu! Akkkkhh!" Lisa mendorong tubuhnya menjauh dan  berteriak dengan kencang. Tangan itu kembali membuatnnya takut. Tanganya yang menyentuh seluruh tubuh dirinya seperti ular.

Membuatnya mengingat hal menemgerikan itu. Lisa berteriak dengan anarkis, dengan sesekali menjambak rambutnya karena ketakutanya.

Beberapa orang di sana menatap aneh Lisa. Semakin takut, Lisa bahkan menangis sembari memeluk kedua kakinya.

"Li-lisa?" Galang begitu terkejut melihat reaksi Lisa yang semakin histeris. Apa yang sudah dia perbuat kepada wanita ini? Bagaimana dia begitu tega membuat wanita ini menjadi seperti ini.

"Dasar lu! Minggir lu!" Rangga datang mendorong tubuh Galang dengan sangat kencang hingga Galang tejatuh  di tanah.

"Lisa?" Naila yang datang bersama Rangga segera menghampiri Lisa dan memeluknya agar dia tenang.

"Ka-kak Nai." Lisa langsung memeluk Naila dengan sangat kuat. Dia benar-benar sangat takut, tubuhnya bergetar hebat.

"Sini lu!" Rangga menarik kerah Galang dan mengusirnya ke luar area kost.

"Gue ngga mau liat lu ada di sini lagi, dasar Baji**an!" Rangga mengancam Galang dengan sangat keras.

Galang yang tidak bisa berkata dan berbuat apa-apa lagi langsung berdiri dan meninggalkan Rangga dengan wajah marahnya.

"Gimana Lisa, Nai?" Rangga segera masuk dan menanyakan keadaan Lisa pada Naila yang kini tengah membantu Lisa meminum beberapa obat.

"Sepertinya dia kena serangan panik, Ngga. Obatnya juga habis." Naila menatap wajah pucat Lisa, dan membantunya berbaring di ranjang.

"Lu ada resep obatnya? Biar gue yang keluar cari di apotik rumah sakit."

Naila mencari beberapa resep obat yang pernah dia beli untuk Lisa dan memberikannya kepada Rangga.

"Ngga, beliin beberapa makanan sama vitamin juga buat Lisa ya."

Rangga mengangguk dan mengelus pelan rambut Naila, "aku pergi dulu."

"Mbak Nai?"

"Kamu udah tenang?" tanya Naila yang terlihat sangat khawatir pada Lisa.

"Aku mau ketemu anakku, Mbak?"

"Iya, kamu pasti bisa ketemu anakmu kok. Kamu yang kuat ya." Naila kembali memenangkan Lisa.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top