Bab 30. Mungkin
Lisa melangkah, memasuki office dan membawa beberapa makanan.
"Lis? Udah balik? Kok ngga bilang-bilang sih," ucap Arum yang langsung menutup laptopnya.
"Semalem Lisa pulangnya, Mbak Rum. Oh iya ada oleh-oleh buat mbak Rum, kak Nai sama mbak Siti."
"Lisaaaaaa." Naila berlari dan memeluk Lisa di ikuti Mbak Siti yang datang membawa beberapa barang.
"Kakak kangen banget, sama bocil kakak satu ini."
"Iya, Lisa kangen banget sama Kak Nai."
"Kalian ini udah kaya orang baru ketemu 10th," ucap Siti yang langsung duduk di kursi.
"Mbak Siti sama Nai, gimana tadi meeting sama buyer?"
"Alhamdullilah, barang final dengan sukses dan buyer bakal naruh barang lagi ke kita bulan depan."
"Wahhh." Lisa dan Arum bertepuk tangan dengan gembira.
"Jadi, Mbak putusin kita bakal liburan."
"Serius Mbak?" ucap Lisa yang terlihat gembira.
Arum dan Naila terkekeh geli, melihat tingkah Lisa yang terlihat sangat gembira. Padahal dia belum tahu kemana mereka akan mengajak Lisa.
"Emang kita mau liburan ke mana?" ucap Lisa antusias.
"Ke pesantren."
"Heh? Itu mah bukan liburan, Ya Allah." Lisa menunjukan ekspresi kecewa.
Beberapa hari yang lalu, Arum, Naila dan Mbak Siti menerima tawaran Aziz untuk mengikuti acara pesantren dadakan yang di adakan salah satu pesantren yang ada di daerah Bogor.
"Ngga apa-apa Lisa, buat nambah wawasan. Dan kita bisa lebih mendekatkan diri."
"Kak, Nai nih. Trus Mbak Arum ikut juga kan?"
"Ngga. Arum ada tugas negara alias janji, jadi ngga bareng kita." Siti mengambil beberapa kerudung di dalam plastik yang dia bawa.
"Lah, kok curang sih."
"Mo gimana lagi, Mbak harus menuhi janji, Mbak. Lagian nanti juga Mbak nyusul kok, Lis ngga usah iri gitu. Ngga boleh dosa." Sembari Arum memakaikan kerudung ke pada Mbak Siti.
"Wah, Mbak Siti cantik ya, kalau pake kerudung?" Lisa terkejut, melihat Siti yang memakai kerudung itu. Wajahnya terlihat semakin cantik dengan balutan kerudung yang membuatnya semakin terlihat menawan.
Siti melihat pantulan wajahnya di jendela. Siapa dia? Siapa wanita yang dia lihat sekarang. Hatinya bergetar dan dia merasa sangat tenang dan damai.
"Ngga perlu dipaksa, Mbak. Kalau Mbak Siti udah yakin baru pakai terus," ucap Arum sembari membenarkan kerudung Siti.
***
"Rum emang buat apa, beli belanjaan sebanyak ini?"
"Temen-temen Arum mau ke pesantren Bogor besok buat acara pesantren dadakan. Jadi di sana ada santunan anak yatim, dan belajar mengaji serta kegiatan lainnya di pesantren."
Bima mengangguk sembari membantu Arum membawa barang belanjaanya. Arum membeli beberapa sembako, peralatan mandi dan beberapa kerudung serta peci.
"Arum juga pergi besok?"
"Iya, Mas. Tapi Arum ada janji jadi Arum nanti baru nyusul mereka."
"Naik apa ke sana? Kalau Arum ngga bareng mereka?"
"Naik kereta, trus di lanjut ojek kalau ngga grab paling."
"Tapi kegiatan seperti itu bagus juga, Rum. Mas juga mau ngajarin Chandra. "
"Yaudah, Mas. Chandra ikut aja, biar Arum yang jagain. Bagus loh, Mas. Di sana di ajarin ngaji, sholat dan ilmu agama lainya."
"Ta-"
"Tenang aja, Mas. Arum ngga akan ajak Chandra liat oppa-oppa Korea di sana ngga ada juga."
"Bukan itu." Bima mengusap pelan kepala Arum, sembari tersenyum melihat Arum yang berpikir aneh.
"Lah terus ?"
"Nama pesantrennya, Pesantren madrasah Al-Mukminin kan?"
"Loh, Mas kok tahu?"
"Soalnya Mas juga mau kesana, Mas dapet undangan sebagai salah satu donatur, di sana ada guru ngaji, Mas juga. Namanya pak Sulaiman dan Fatimah juga mengajar di sana."
"Ah, kok kebetulan banget ya, Mas. Eh, Tunggu dulu, Mas mau kesana karena memenuhi undangan kan? Bukan sengaja mau ketemu Bu Fatimah itu." Arum melemparkan tatapan curiga ke pada Bima.
"Nggalah, Rum. Emang rencananya Mas mau kesana, tapi langsung pulang. Karena tau kegiatannya sebagus itu, Mas jadi mikir buat aja Chandra juga dan ikut beberapa hari di sana."
"Ah, masa sih. Bilang aja mau liat Bu Fatimah itu lebih lama." Arum mengoceh sembari meletakan beberapa belanjaannya di meja.
"Semenjak kamu kenal, Fatimah. Kamu jadi lebih sering cemburu Ya, Rum."
"Ngga, siapa juga yang cemburu."
"Nggak apa-apa sih, Mas suka liat Arum cemburu." Sembari menyubit lembut pipi Arum.
"Mas akhir-akhri ini hobi banget sih, cubitin pipi Arum. Makin tembem nih jadinya, udah tau pengen tirus."
"Abis, Arum kalau cemburu lucu juga. Jadiiii?"
"Jadi apaan hah!"
"Ngga kenapa-kenapa, emang ngga boleh ya?."
"Ngga boleh," ucap Arum dengan pipi yang terlihat bersemu merah.
Bima hanya bisa tersenyum melihat, gadis di hadapannya tersipu malu. Ini sungguh benar-benar menyiksa bagi Bima. Bagaimana rasanya terus menahan gejolak yang luar biasa in setiap harinya.
Arum yang entah mengapa semakin hari semakin merasa malu ketika di goda Bima. Padahal dulu paling anti dia di gombalin seorang laki-laki. Namun berbeda dengan Bima, dengan Otomatis pipinya akan bersemu merah dan dia merasa sangat malu.
"Arum mau pesen ayam?"
"Iya, tiga."
"Yakin bisa habis?"
"Yaudah 3 ayam sama nasi satu."
Tak selang beberapa lama, Bima datang dengan pesanan Arum. Dan Arum segera menyantap ayam yang terlihat masih hangat itu.
Bima mengambil air, dan meletakanya di samping piring Arum. Dia juga membantu Arum memisahkan tulang ayam, memberikan daging dan kulitnya kepada Arum. Sesekali dia membersihkan sisa makanan yang menempel di tangan Arum, dan membantu Arum membenahi jilbab yang sering terbawa angin menutupi wajah Arum.
"Arum ada peniti atau jarum? Biar mas benerin jilbabnya ke belakang."
Arum mengangguk dan menunjuk ke arah tasnya. Dengan sigap Bima mencari jarum pentul di tas kecil Arum.
Bima mendekati Arum tepat di hadapan Arum. Dia sedikit membungkuk seperti tengah memeluk Arum. Dia membenahi kerudung Arum dengan jarum agar tidak mudah terjatuh.
Arum yang tengah menikmati makanan terdiam sesaat, saat tubuh itu melingkari dirinya. Jantungnya berdetak sangat keras seperti ingin meledak. Harum tubuh Bima memenuhi Indra penciumannya membuat dia benar-benar tidak bisa berkutik.
Bima melakukan itu tanpa menyentuh Arum sedikitpun di jarak sedekat itu. Dia akan lebih berhati-hati dan tidak ingin menyentuh Arum sebelum halal.
"Sudah. Kalau seperti ini kan Arum jadi ngga ribet." Bima kembali duduk di posisinya. Namun Arum masih terdiam dengan lamunanya.
"Arum?"
"Ah. Iya." Membuat Arum kembali sadar dan kembali menikmati makananya.
Bima tersenyum dan mengambil tissue membersihkan sisa makanan yang menempel di wajah Arum. Dia kembali menuangkan Ari ke gelas yang sudah hampir abis.
"Mau Mas ambilin ayam lagi?"
Arum mengangguk, memberi isyarat bahwa dia masih ingin menikmati ayam goreng kesokaanya.
Bima kembali bangkit dan memesan beberapa potong ayam lagi. Serta membeli sekotak eskrim.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top