Bab 25 Rumit
"Pacar lu tu! Tolong di ajari sopan santun!" Naila menyodorkan pesan berturut-turut yang ada di Handphonenya kepada Rangga.
"Lu kenapa sih, Nai? Dateng-dateng marah-marah?"
"Ya, lu liat sendiri itu, segala ngatain gue perebut pacar orang, dih sorry ngga level."
Rangga meletakan kunci mobilnya dan membaca pesan dari DM Instragramnya Rangga. Dia lagi? Wanita itu sudah berkali-kalu Rangga katakan padanya untuk menjauhinya.
Dinda adalah mantan Rangga, awalnya Rangga menjadikanya pacar hanya untuk membuat Naila cemburu. Tapi ternyata dia salah, wanita itu menganggap hubungan mereka benar atas dasar saling suka.
"Nanti gue urus dia, udah di bilang gue sama dia udah putus. Jadi dia bukan pacar gue."
"Ya itu urusan lu, kenapa gue yang di bawa-bawa. Mulai sekarang, lu selesain dulu masalah hubungan lu sama dia. Selama itu, jangan temui gue."
"Nai, tunggu dulu."
Naila pergi, meninggalkan Rangga dan mengendarai mobilnya. Tak beberapa lama sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya.
"Aku mendapat kabar, jika ayahmu sudah bebas dari penjara."
Naila segera menelphon Arum, dan meminta Arum untuk menemaninya bertemu seseorang. Arum dan Naila sepakat menemui orang itu di sebuah cafe.
Sesampainya di sana Naila sudah melihat Arum duduk menunggunya.
"Lu yakin dia bakal Dateng ke sini, Nai?"
"Iya, Mbak dia dari kepolisian. Dia kenalan aku, sama Pak Polisi yang nyelametim aku waktu dulu Mbak."
Tak beberapa lama, datang seorang pria menghampiri mereka berdua.
"Selamat siang, Mbak Naila dannn?"
"Arum." Arum menjabat tangan pria itu.
"Maap, pak. Langsung saja, apa bener bapak saya udah bebas dari penjara?"
"Iya, satu Minggu yang lalu. Dia dapat keringanan hukum."
"Tuh, kan Mbak. Perasaanku bener, kalo akhir-akhir ini ada yang ngawasin aku ada yang ngikutin aku tiap aku pulang kerja. Aku takut, Mbak." Arum langsung menggenggam tangan Naila yang gemetar.
"Tenang dulu, Nai. Bapakmu baru keluar, Mbak yakin dia ngga akan berbuat senekat itu sekarang."
"Tapi, Mbak," ucap Naila yang terlihat panik.
Dia sangat ingat kejadian beberapa hari lalu. Saat seorang pria tua tiba-tiba saja mendekatinya di malam hari. Ternyata benar firasat dia, pria itu adalah ayahnya.
"Maap, Mbak Naila. Bapak anda bersikap baik saat di penjara. Dia juga sering membantu napi dan para sipir di sana. Mungkin saja ayah Mbak Naila sudah berubah."
"Pak, saya mengenal siapa bapak saya. Dia orang yang jahat dan kejam, tidak mungkin dia tiba-tiba saja berubah baik jika tidak ada maksut lain."
"Nai, tenang, Nai. Pak, terima kasih atas informasinya ya, pak. Kami pamit dulu." Arum membawa Naila pergi dari cafe.
"Nai, dengerin mbak." Arum membawa Naila ke dalam mobil.
"Tenangin pikiranmu dulu, Mbak akan minta Mbak Siti buat bawa kamu ke tempat aman. Untuk sementara waktu, kamu di antar dan di jemput supir pabrik dulu."
"Bagaimana ini Mbak? Bagaimana kalau dia datang menemui Nai? Naila bener-beber takut."
Arum memeluk Naila, menengkan dirinya. Dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Arum paham betul seberapa traumanya Naila pada ayahnya. Seberapa rasa takut yang terus menghantuinya.
***
"Mbak Rum? Udah lama nunggu?"
"Ngga kok, Ngga. Baru juga sampai."
"Mau Rangga pesenin ayam?"
"Ngga usah, Mbak udah pesen meminum tadi."
"Tumben banget, Mbak? Ada apa?"
"Lu tau kan, Naila akhir-akhir ini sedikit aneh."
"Iya, Mbak. Rangga aja kemarin berantem sama Naila. Gara-gara masalah kecil."
"Lu ada hal aneh ngga sih ngga beberapa hari ini?"
"Hmmm? Ada Mbak. Pas Rangga jemput Naila tiba-tiba aja katanya Naila di kejar orang. Dan pas itu juga ada orang ngikutin mobil Rangga sampai belokan rumah Naila. Makanya Rangga puter balik dan nyuruh Naila buat nginep di rumah Lisa buat beberapa hari."
"Ayah Naila, udah bebas seminggu yang lalu dari penjara, Ngga."
"Serius, Mbak? Kok Nai ngga cerita apa-apa ke Rangga ya, Mbak."
Arum dan Rangga berbicara serius di restoran Mall yang sering mereka datangi membahas tentang Naila.
Di sisi lain, Bima yang tengah berjalan bersama Chandra untuk membeli beberapa perlengkapan sekolah tiba-tiba saja melihat Arum dan Rangga yang tengah berbincang sangat serius.
"Papa, bukanya itu Tante Arum ya?" Chandra menarik-narik lengan Bima dan menunjuk ke arah Arum dan Rangga.
"Arum?" ucap Bima yang melihat Arum.
"Tante sama siapa, Papa?"
Bima mengerutkan dahinya. Benar bukan? Wanita seperti Arum tidak mungkin tidak ada yang mendekati. Dia benar-benar harus segera melaksanakan niatnya jika tidak ingin kehilangan Arum.
"Papa ngga tau, Chan. Kita pulang aja ya?"
"Ngga mau, Chan mau ketemu Tante Arum." Chandra melepaskan gandengannya dan berlari ke arah Arum.
"Tanteee tanteee tantee."
Melihat suara yang sangat dia kenal, membuat Arum menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sumber suara.
Seorang anak kecil berlari kearahnya sembari merentangkan tanganya. Arum tersenyum dan menyambut Chandra dengan pelukannya.
"Chandra sama siapa ke sini?"
"Sama Papa," ucapnya manis.
"Halo?" Rangga menyapa Chandra dengan ramah.
"Om siapa? Tante Arum punya Chandra. Jangan di ambil." Chandra semakin erat memeluk Arum.
"Mas, Bima? Lagi ngapain ke sini?"
Bima melangkah mendekati Arum dan Rangga.
Dengan ramah Rangga tersenyum ke arah Bima dan di balas senyuman ramah oleh Bima.
"Ah, Ngga, ini Mas Bima. Mas ini temen Arum Rangga."
"Oh, ini toh, yang namanya Mas Bima," ucap Rangga sembari menyeringai ke arah Arum.
"Kenalin, Mas saya Rangga."
"Saya, Bima." Mereka saling bersalaman.
"Tante ayok beli eskrim," ucap Chandra sembari menarik-narik lengan Arum.
"Ayuk." Arum menggandeng Chandra dan membawanya ke tempat eskrim yang tidak terlalu jauh dari sana.
Bima kembali melirik Rangga, pemuda tampan dan keren seperti dia pasti membuat Arum langsung menyukainya. Haruskan dia berpenampilan seperti itu? Ah, pantas saja Arum jarang meliriknya dia saja hanya menggunakan pakaian yang ini-ini saja. Kemeja putih.
"Mas, tenang aja. Saya ngga ada hubungan apa-apa sama Mbak Rum kok. Lebih tepatnya saya pacarnya Naila."
"Ah, jadi kamu pacarnya Naila?"
"Mas kenal Naila?"
"Iya, dia temen Arum kan?"
"Iya, Mas."
"Kenapa ngga bilang dari tadi." Bima menghela nafas lega.
"Sebenernya belum pacaran sih, Mas. Tapi saya juga lagi berjuang kaya mas. Emang kenapa mas?" Rangga terkekeh geli melihat tingkah Bima yang tadinya terlihat sangat cemburu menjadi sangat lega setelah dia mengatakan jika dia pacarnya Naila.
"Takut aja. Hahaha." Mereka tertawa bersama mendengar jawaban random Bima.
"Mas, saya kenal Mbak Rum udah lumayan lama. Jadi saya tau sedikit tentang, Mbak Rum. Saya cuma pesen, mas Jangan sampe menyerah dapetin cewe kaya, Mbak Rum."
"Iya, ini juga lagi berjuang, Ngga. Tapi hati, Mas udah mantep, udah yakin kalau Rum adalah jawaban yang sebenarnya dari penantian saya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top