BAB 5: SALON
Jihan berteriak, pagi di salon itu kemurkaan dan angkara berubah menjadi satu, kemarahan yang dahsyat dan tidak tertandingi. Perang dunia di salon pagi itu baru saja dimulai. Jihan ingin memukul siapapun yang merusak salonnya. Ia perintahkan Bimut untuk mengantarnya ke salon. Zahra juga menemaninya pergi. Sementara Mira harus tinggal di rumah.
Jihan berteriak di dalam salon. Tangannya terkepal, matanya mulai memerah lalu ia pun berseru. "Siapapun orangnya cari! Enak saja bisa ngehancurin salon gue! Lintuh ini pasti punya kerjaan!" teriaknya.
Belum pernah Jihan semarah ini. Susi dan juga beberapa pegawainya ketakutan. Zahra dan Bimut hanya bisa diam. Mereka tidak berani ber Jihan memang tidak bisa dikendalikan kalau sudah meledak. Jihan mendadak mengambil gunting lalu hendak pergi dari salon.
"Ma! Mau ke mana?" Zahra menahan tangan ibunya.
"Gue mau temuin si binal itu! Sialan! Berani-beraninya dia melakukan yang nggak-nggak ke salon gue!"
"Tenang dulu Ma! Jangan gegabah!"
"Jangan gegabah bagaimana? Orang si binal itu bikin gara-gara!"
"Nanti media sosial makin rame!"
"Memang harus rame!"
Jihan melempar gunting yang ia genggam lalu memotret beberapa pecahan kaca yang tersebar di salon. Terutama jendela yang pecah, cermin-cermin yang terkena lemparan telur busuk. Telur yang penuh dengan kemarahan dan darah. Merah. Bau amis memenuhi isi ruangan.
"Buat si Lintuh apa siapapun! Kalau mau berantem ayo temui gue! Jangan berani-beraninya lo ngerusak salon gue! Dasar pengecut lo! Dasar cewek binal! Sertifikasi palsu! Nggak pantas lo jadi tukang facial dan tukang make up!"
Tuduhan yang diutarakan Jihan mempengaruhi media sosial pada pagi hari yang dihiasi angkara. Tuduhan Jihan viral dan menjadi pembicaraan nomor pertama di jagat media sosial. Kemarahan fans Jihan tidak bisa dibendung.
Laporin aja ke polisi!
Salah satu warganet bercuit di media sosial. Fans Lintuh juga tidak terima. Jihan dianggap membuat sensasi di media sosial. Jihan telah membuat fitnah keji yang tidak pantas dilakukan oleh wanita yang keluarga besarnya sangat dihormati.
Bohong kan lo! Dasar ga tau diri! Sudah sendiri masih saja iri sama orang!
Kemarahan fans Lintuh dibalas terus oleh fans Jihan. Sementara itu, Jihan terus membalas jawaban entah hinaan atau simpati dari para warganet. Jihan lalu memganbil kursi setelah lama mendiamkan para pegawainya. "Saya mau duduk. Kalian bersihin gih!" perintah Jihan.
Jihan duduk, bersantai. Seperti tidak ada apa-apa. Zahra secara inisiatif ikut membantu para pegawai salon membersihkan pecahan kaca yang sangat tajam. Tiba-tiba ia meringis. Pecahan kaca menggores luka di telinjuknya.
"AW!" ucapnya.
Para pegawai dan Bimut serta Jihan langsung menoleh. Tangan Bimut reflek mengambil tisu lalu memegang tangan Zahra. Bimut juga mencoba menghentikan luka Zahra, ia mengemut jari telunjuk Zahra.
"Kamu nggak apa-apa?"
"Nggak apa-apa. makasih ya. AH!" Zahra masih meringis.
"Aku ambil alkohol dulu. Di mana alkohol?" tanya Bimut kepada Susi.
Susi mengantarkan Bimut dengan sigap ke ruang di mana obat-obatan disimpan. Bimut mengambil obat merah dan alkohol seperlunya serta kapas. Bimut berlari kepada Zahra. Dengan halus ia memegang jari Zahra. Zahra sedikit mengaduh.
"Nggak apa-apa, aku pelan-pelan kok."
Zahra mengangguk, ia meringis, namun rasanya tubuhnya seperti melayang begitu jari telunjuknya dipegang Bimut. Ada sensasi. Alam bawah sadarnya berpikir ingin membalas tangan yang menyentuh jari telunjuknya itu, namun ia harus menahan diri karena jarinya yang sedang berdarah.
"Sayang, sakit." Reflek Zahra bebisik demikian. Bimut terpaku, panggilan sayang kepadanya membangun hasrat yang tidak biasa di dalam jiwanya. Aneh juga rasanya, tidak mungkin ia jatuh cinta atau terbawa perasaan kepada majikannya sendiri.
Setelah luka diobati, Zahra diminta Bimut untuk duduk. Sebagai seorang sopir yang baik, ia ingin melindungi Zahra. Namun dirinya kini berpikir, apakah ia bisa berumah tangga dengan Zahra, majikan cantiknya itu. Rasanya ia ingin membelai kulit halus Zahra. Ia menelan ludah ketika ia lihat tubuh yang lumayan tinggi itu berjalan menuju ke kursi.
Jam demi jam berlalu, pecahan kaca sudah dibersihkan, sementara Jihan memutuskan untuk pergi sendiri ke kantor polisi ditemani Susi yang mempunyai mobil. Ia ingin Bimut menjaga Zahra dan salon, takut ada serangan lebih lanjut.
***
"Pak saya mau bikin laporan soal salon saya. Anda sudah tahu pasti kan? Saya orang terkenal."
"Baik Bu, bisa diceritakan kejadiannya?"
"Ya begini Pak, saya kan tiba-tiba tadi pagi ditelepon sama pegawai saya ini. Katanya salon pecah, kacanya dan cermin-cerminnya sudah dilempari telur busuk. Ada darahnya lagi. Bapak bisa lihat foto-fotonya di file ponsel saya. Saya yakin ini pasti perbuatan Lintuh.
Karena tidak tahan Jihan menekan fitur story dan meminta dengan paksa agar polisi yang mengetik laporan berfoto bertiga dengan ia dan Susi. "Saya mau kasih bukti ke Lintuh kalau saya sudah ke polisi.
"Tapi Bu, soal tuduhan ibu ke Ibu Lintuh, tidak bisa dibuktikan secara langsung harus ada proses penyelidikan."
"Pokoknya saya bodo amat ya! Bikin gih laporannya! Terserah gimana pokoknya saya sudah melaporkan saja!"
"Baik Bu."
Setelah laporan masuk, hari sudah mulai sore, khawatir anaknya menunggu terlalu lama, Jihan menyuruh Zahra untuk pulang lebih dahulu.
"Kamu pulang gih sama Bimut. Mama mau makan dulu sama si Susi, ada yang harus dibicarakan!"
"Iya Ma." Zahra menjawab dengan perasaan yang penuh dengan gundah gulana.
***
Bimut dan Zahra pulang. Zahra dituntun Bimut ke dalam mobil. Zahra duduk di samping kemudi, mobil pun berjalan pulang. Di tengah perjalanan Zahra memberanikan diri, ia menyentuh tangan Bimut yang sedang menyetir. Dirinya tidak bisa menguasai diri, ia mencium pipi Bimut secara mendadak. Bimut lalu menghentikan mobil, rem ia injak.
Bimut menatap wajah Zahra. Zahra pun tersenyum. Di mata Bimut Zahra sangatlah cantik. Bimut juga tak kuasa menahan diri. Tangannya memegang paha Zahra. Zahra pun bergejolak. Tangannya memegang tangan Bimut, lalu ia tuntun tangan Bimut memegang pundaknya. Lalu Bimut pun memeluknya. Sementara kedua tangan Zahra merangkul leher Bimut. Memancingnya dengan cumbu.
"Bimut, aku cinta kamu," bisiknya sambil mengecup telinga Bimut. Leher Bimut ia jadikan sasaran. Ia kecup, ia pagut dengan lembut.Tangan Zahra melucuti pakaian sopirnya. Ia ciumi leher Bimut. Seakan-akan tubuhnya ingin meledak. Bimut terengah-engah, ia menahan napas. Zahra bergelora ketika memegangi seluruh kulit Bimut. Ia hentakan Bimut ke jok belakang.
Bimut terlonjak ketika melihat Zahra melepas pakaiannya sendiri, mereka pun bergelora di jok belakang. Mereka membara dengan gilanya. Menyatu dalam aroma hasrat. Zahra menuntun Bimut. Ia goyangkan tubuh Bimut. Ia ajak Bimut menari di atas jok.
Tangan mereka saling bertautan, menggoncang mobil dengan asmara. Deru napas Zahra mencumbu Bimut. Zahra semakin agresif melihat tongkat Bimut menegak ke atas. Ia ajak tongkat itu memasuki liangnya. Bimut juga membalas, dua bukit Zahra ia genggam.
Tubuh Zahra bergetar, bibirnya tersenyum kepada Bimut. Suara erangan kedua orang itu menggoyangkan seisi mobil, pagutan-pagutan menghujam. Lidah-lidah saling melesakhingga keringat mereka yang basah bercucuran.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top