BAB 37: KEMBANG TAHU DAN SEMUT


Suara teriakan dan jeritan keluar dari mulut Wahid. Pantatnya seperti sudah bolong dan semakin bolong akibat desakan kuat dari Claine. Pria itu semakin kejam kepadanya. Ia dijadikan budak nafsu untuk melampiaskan hasrat Claine. Suara Wahid semakin parau. Tubuhnya tak berdaya di tempat tidur. Di samping tempat tidur, Naura tertawa-tawa memandang pemandangan di depannya.

"Mati kamu! Tidak mau nurut sih!" teriaknya.

"HAHAAHA!" tawa Claine yang sedang mengeksekusi Wahid dengan batangnya. Sementara remja di bawahnya terus berteriak dalam keadaan tengkurap. Darah sudah mengucur dari pantat Wahid.

"Anak ini sudah tidak berguna. Buang saja!" ucap Claine kasar.

Claine lalu menarik tubuh telanjang Wahid lalu diseretnya keluar. Tubuh Wahid ditarik ke atas mobil lalu dilemparkannya ke kursi. Naura ikut, ia duduk di belakang. Di samping Wahid yang menderita. Ia plester mulut Wahid lalu mengeluarkan semut dari tangannya. Semut-semut itu menjalar memenuhi kemaluan Wahid. Wahid pun kesakitan.

Ketika mereka sampai di sebuah jalan, Wahid dilempar ke jalan dengan keadaan tubuh tanpa busana dan kemaluan yang bengkak. Wahid berteriak kencang. Kesakitan di atas aspal. Namun tak lama ada sebuah mobil yang berhenti. Sesosok perempuan keluar dari mobil. Hera berlari melihat kondisi Wahid seperti itu. Tangannya langsung meraih ponsel di sakunya. Ia menelepon Mira.

Tidak ada jawaban.

Ia langsung membawa Wahid ke rumah sakit. Wahid dimasukkan ke dalam UGD. Kemaluannya infeksi. Ia harus menjalani rawat inap. Hera menunggu di rumah sakit sambil menelepon Mira, namun tidak ada jawaban.

***

Jihan masuk ke dalam kamar putrinya yang masih menangis tersedu-sedu. Sudah beberapa hari ini ia mengurung diri di dalam kamar. Jihan prihatin melihat keadaan putrinya seperti ini. Jihan lalu menepuk tubuh Zahra.

"Ada apa Nak?"

"Bimut menikah lagi ... aku didorong kemarin ketika mendatangi rumahnya.

"APA?!" suara Jihan berteriak, suara kencang yang tidak disangka-sangka Zahra.

Tanpa basa-basi Jihan keluar dari kamar lalu mendatangi Bu Gasit. Bu Gasit terkejut melihat Jihan menatapnya seperti itu. "Kamu keluar sekarang dari rumah ini! Anak kamu sudah menghamili putri saya tetapi tidak tanggung jawab! Malah menikah dengan orang lain!"

"Maaf Bu, saya ...."

"Kamu nggak bisa ngajarin anak kamu apa gimana sih?!"

"Ampun Bu! Bukan begitu!"

"Bukan begitu gimana?! Sana pergi! Dasar pembantu goblok! Orang miskin!" bentak Jihan dengan keras. "Anak kamu itu mendorong anak saya!"

Keadaan semakin parah, Jihan menampar Bu Gasit dengan keras. Bibir Bu Gasit mengeluarkan darah. Bu Gasit mengambil tasnya lalu barang-barang ia bisa bawa. Bu Gasit langsung ke depan pintu.

Peristiwa itu menghebohkan Mira dan Zahra. Keduanya keluar dari kamar. Jihan masih membentak-bentak Bu Gasit dengan kasar. "Dasar pembantu kurang ajar! Pembantu goblok! Pembantu miskin dan sundal! Kamu tidak bisa mengajari anakmu ya!" teriak Jihan.

"Ma! Sudah!"

"Dasar kurang ajar!"

Zahra merasa kasihan, ia memberikan kertas berisi alamat rumah Bimut sekarang. Ia tidak mau Bu Gasit sampai luntang-lantung.

Bu Gasit menitikkan air mata lalu ia pergi dari rumah Jihan. Zahra tidak mampu mencegah, di dalam hati, Mira bersyukur karena tidak ada keluarga yang mengganggu lagi di rumahnya. Sungguh keluarga itu menjadi benalu di keluarganya dan ia sangat keberatan dengan kehadirannya.

Sementara Zahra kasihan dengan Bu Gasit yang harus menerima bentakan terus ibunya. Zahra harus merelakan bila nantinya sang janin lahir tanpa ayahnya. Zahra pun masuk ke dalam kamar lagi. Meninggalkan ibu dan adiknya yang masih menatap Bu Gasit dari kejauhan. Bu Gasit semakin jauh. Pak Ewo membuka gerbang. Bu Gasit sudah terlihat lagi, pintu gerbang pun ditutup.

***

Bu Gasit meninggalkan rumah Jihan yang sudah memerah mukanya seperti kembang tahu. Ia lebih baik menghindar daripada ia terus berurusan dengan Jihan yang mukanya mengeras dan penuh kebencian itu. Mukanya seperti orang yang baru dipukuli dan memar-memar, tetapi bedanya ini adalah kiasan untuk si Jihan, majikannya yang semakin lama semakin di ambang batas keanehan. Meninggalkannya adalah keputusan yang sangat tepat untuk saat ini.

Langkah kaki Bu Gasit sampai ke rumah anaknya. Si ibu mengetuk pintu lalu dibuka oleh Bimut. Bimut yang nampak dengan singletnya terkejut dengan kedatangan sang ibu. "Ibu ngapain di sini Bu?" tanyanya.

"Ibu diusir dari rumah Jihan. Apakah kamu benar sudah menikah Nak?"

"Ibu diusir?! Kurang ajar! Maunya dia apa?|!"

"Tenang Nak, jangan marah-marah! Ibu mohon dijawab pertanyaan ibu. Apakah benar kamu sudah menikah?"

"Sudah Bu."

"Mengapa tidak mengabari ibu, dan kenapa kamu menikah tanpa memikirkan janin yang ada di kandungan Mbak Zahra?"

"Saya muak dengan Zahra Bu. Saya lagipula belum siap dengan keadaan ini."

Bu Gasit ingin menjawab lagi, namun seperti ada yang menahan bibirnya untuk berbicara. Ia pun masuk ke dalam dan melihat ada wanita cantik, pasti istri dari Bimut. Tubuh menantunya itu tampak seksi dan pastinya menggoda bagi laki-laki yang melihatnya.

"Kenalin aku istrinya Bimut." Yuna mencium tangan Bu Gasit.

Bu Gasit menerimanya. Yuna kemudian mengajak ibu mertuanya masuk ke ruang makan. "Ayo masuk ke dalam ruang makan Bu. Aku sedang masak kembang tahu. Begitu mendengar nama makanan, kembang tahu, Bu Gasit langsung teringat Jihan.

"Oh ya, aku lupa, kamar Ibu di kamar tamu ya. Ibu tinggal di sini sama aku dan Bimut ya," ujar Yuna ramah.

"Kamu menantu yang baik sekali. Ibu masuk ke dalam."

Bimut membukakan kamar tamu untuk ibunya. Ia mempersilahkan sang ibu masuk ke dalam untuk beres-beres. Saat sang ibu berganti pakaian. Mereka berdua berbicara dengan sangat serius. Muka merah padam menahan bingung tergambar jelas di wajah mereka.

"Dari mana ibu tahu alamat rumah kita?"

"Nggak tahu, tanya sendiri sama mantan majikanmu."

"Ya sudah, yang penting ibu tidak mempermasalahkan hubungan kita."

"I am afraid if your mother asks you to ...."

"Nggak akan. Nggak akan dia begitu jahat sama seorang perempuan. Dia juga perempuan."

Bimut langsung mencium bibir Yuna, lalu Yuna membalas ciuman dengan lumatan. Yuna menuntun Bimut, ia bersandar di tembok lalu mereka bercumbu di sana. Tongkat lelaki Bimut yang memanjang dan mengeras dipegang dari luar. Bimut tertawa-tawa ketika tangan Yuna memegang batang itu.Mata Yuna mengedip, tampak sensual. Bimut menghujani wajah itu degan kecupan-kecupan.

Merasa Bu Gasit akan keluardari kamar, mereka mengentikan percintaan itu. Benar saja, Bu Gasit keluar dari kamar dan bersiap untuk makan. Yuna segera mengajak Bimut dan Bu Gasit masuk ke dalam. Bimut memperlihatkan bagaimana kemesraan mereka berdua dalam beraktivitas di dapur. Ketika Yuna membawa piring berisi kembang tahu, Bimut meremas pantat Yuna sambil tertawa.

"Apaan sih kamu," ucap Yuna dengan gelak tawa.

"Sudah, Bimut. Jangan goda istrimu." Bu Gasit yang duduk di kursi ruang makan berkata dengan bibir mengembang melihat kemesraan mereka berdua.

***

Hera menjaga Wahid yang masih terbaring. Wahid masih kesakitan. Air mata Wahid menetes, lalu mengalir dengan deras. Ia memandang wajah Hera yang sangat baik. Padahal ia sudah menyakiti Hera dan teman-temannya.

"Kenapa lo ga bunuh gue?"

"Nggak lah!" Hera terkejut, pertanyaan yang aneh bagi Hera.

"Gue sudah melakukan kejahatan sama lo semua."

"Kita ngerti kenapa lo begini. Lo kehilangan ayah lo. Lo hanya bergantung sama orangtua lo dan kakak lo, namun lo ngerasa dunia nggak adil karena bokap lo bunuh diri di mall."

"Iya. Beberapa tahun yang lalu."

"Abby yang jadi saksi peristiwa itu. Maksud gue salah satu. Dulu pas Abby pacaran sama Boni dia ngelihat bapak-bapak lari terus bunuh diri di escalator. Itu bokap lo kan?"

"Iya."

"Ibu lo juga terkenal sebagai pemilik usaha, jadi berita tentang bokap lo heboh banget. Kebetulan sekitar tahun dua ribu dua puluhan, gue suka makan di tempat ibu lo jadi beliau cerita tentang semua hal ke gue semenjak gue dekat sama dia."

"Gue nggak ngerti harus balas kebaikan lo gimana lagi. jujur gue ngerasa gue ga bernyawa lagi dan ... lo tahu kan. Lo udah baca laporan dokter tentang kondisi gue. Kemaluan gue infeksi."

"Gue udah baca."

"Itu perbuatan germo yang ada di tempat gigolo atau apalah. Tenyata tuh yang punya orang sakti. Dia bisa ngeluarin semut dari tangannya. Sama gue disiksa juga sama mantan gue. Gue kira dia cinta sama gue. Dasar laki-laki berengsek!"

"Maaf gue nanya, bukan menghakimi lo. Lo homoseks?" tanya Mira.

"Ya ... bisa dibilang gitu. Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Lo gak usah pikirin apapun gue bakal bantu lo—"

Wahid tiba-tiba merasa tubuhnya tidak bisa bekerja. Ia merasa pusing lalu kejang-kejang. Mulutnya mengeluarkan darah lalu tewas di tempat. Dari mulutnya tiba-tiba keluar beberapa semut yang bagi Hera itu sangat aneh. Hera lalu berteriak memanggil dokter. Ia menekan bel. Tak hanya itu, Hera mengeluarkan ponsel lalu memotret semut-semut yang keluar dari mulut Wahid. Hera mengirimkan foto-foto semut kepada Tiara.

Wahid meninggal, ada semu-semut t yang keluar dari mulutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top