BAB 35: TEGAS


Mira terkejut, kakaknya tidak ada di kamar, tangan Mira langsung menepuk jidat. Semakin lama semakin keterlaluan kakaknya. Jangan-jangan ia hilang seperti Bimut. Mira sudah fed up dengan kelakuan kakaknya. Rasanya si kakak sudah semakin menuruti kemauannya saja. seperti ayam tanpa kepala, ia tidak memikirkan keluarga, malah asyik-asyiknya pergi.

Diteleponnya Eri, ia mengeluh kepada kekasihnya itu. Eri meminta agar Mira sabar. Eri berkata ia akan secepatnya ke rumah Mira. Rasanya sangat cepat, Eri sudah berada di rumah Mira. Mira masih cemberut dan rasanya ingin menendang-nendang barang.

"Kakak aku tuh nggak tahu diri apa ya? Milih orang kayak Bimut jadi kekasih. Dia hamil sekarang! Aku menderita! Aku yang repot! Sekarang dia hilang!"

"Bentar, kamu tenang. Apa kamu sudah kasih waktu ke Kak Zahra?"

"Sudah! Bahkan aku sebenarnya mencoba melindungi dia. Namun dia tidak tahu diuntung! Tidak tahu terima kasih! Pakai otak dong! Sopir menghamili majikan. Nggak mau tahu tanggung jawab! Gila kali ya! Aku tuh capek sama orang modelan Bimut tuh!" Mira tidak bisa mengendalikan diri, ia menangis, meledak.

Eri menarik tubuh Mira ke dalam pelukannya. Keadaan tidak kondusif di dalam hati Mira. Eri membiarkan Mira menangis. Mira perlu waktu menenangkan diri. Usai memangis, Eri yang memakai jaket kulit hitam itu lalu berbicara perlahan.

"Mir, kasih Kak Zahra waktu. Her mental is unstable. She is needs person who understand her. "

"But she love jerk poor man. It is weird and it is asshole!"

"Please, give her space."

"But do you know if her still love him. It is make her insane. Aku udah telepon Kak Yonar untuk ke sini. Her ex."

"Kamu tenang dulu."

"Gimana aku bisa tenang. Keluargaku ini keluarga terpandang! Keluarga kita ini sudah sering jadi sorotan media dan sekarang jadi sorotan lagi. gegara dia!"

"Tapi wartawan nggak tahu kalau Zahra hamil!"

"Kamu sadar nggak, Kak Zahra jarang foto-foto produk di toko sepatu atau mama jarang promosiin salonnya. Itu karena si sopir miskin berengsek itu!"

"Dia menengah ke bawah Mir, bukan miskin! He still has pride—"

"Pride?! Usaha ibunya bangkrut kayak gitu! Keakaran! As you know teman-teman Dancing Girls sudah muak dan kami sudah bersatu, tinggal kami ketemu Tiara saja."

"Aku nggak mau berantem sama kamu."

"Cowok hanya bisanya diam kalau begini!"

"Terus aku mau apa? Keadaan tidak memungkinkan berbicara sama kamu!"

"Terus maunya kamu apa?"

"Kamu tenang dahulu. Tenangkan diri lagi. love yourself!" Eri sudah di titik menyerah, Mira belum pernah marah seperti ini kepadanya. Rasanya seperti menghadapi macan betina yang mengerikan. Bisa menerkam sewaktu-waktu.

Mira masih melotot, ingin rasanya menendang barang. Ia tertunduk lalu menarik napas.

"Bimut selingkuh Ri."

"Apa?!" Eri paham, ini yang membuat Mira meledak.

"Hera nggak sengaja lihat dia jalan sama perempuan lain. "

"Gue gampar juga tuh cowok."

"Sebenarnya aku mau nunjukin sebuah foto yang aneh juga sih."

Mira menunjukkan sebuah foto, Wahid sedang berrjalan dengan seorang laki-laki dewasa. Eri merasa aneh."

"Ini aku dapetin dari grup. Meredith yang kirim."

Eri membaca chat Meredith di grup Dancing Girls

Lihat foto ini, si Wahid homo ternyata.

"Gilaa ini sih!"

"Gue bingung, kenapa bisa-bisanya dia berubah dari suka perempuan jadi suka laki-laki."

"Aku nggak paham, kenapa bisa berubah secepat itu. Sebentar kamu ingat ga? Ini cowok yang –"

"Bangsat! Ini cowok yang nolong Wahid terus pulangin ke sini kan?! Kok gue lupa! Aku jadi takut Ri, dia manfaatin Wahid terus keluarga kita."

"Apa sebaiknya kita lapor polisi?"

"Kalau urusan strategi begini serahin ke aku." Mira berkata.

***

Keadaan yang tidak memungkinkan adalah sebuah hal yang terpaksa dijalani Zahra. Keadaan Zahra yang lemas membuat kasihan Bu Gasit. Sama dengan Zahra yang kasihan dengan Bu Gasit. Menderita sekali mereka, malang nian, Bimut tidak mau bertanggung jawab.

"Saya nggak tahu harus cari Bimut di mana, keadaannya bisa seperti ini. Saya nggak ngerti. Saya malu sama Mbak Zahra dan Bu Jihan, bisa-bisanya anak saya ngehamilin lalu ninggalin kamu Mbak."

"Saya juga minta maaf telah menggoda Bimut hingga seperti ini. Yang saya pikirin kalau media-media menyorot ibu."

"Saya pasrah dan nerima saja kalau sampai media datang ke saya karena kejadian ini. Saya pengen tahu ke mana sebenarnya Bimut. Saya pengen ketemu saja. nanya juga kenapa dia ningalin kamu."

Mereka berdua menangis, berpelukan, sementara Mak Sahak melihat mereka berdua hanya diam. Ia mohon diri ke dapur ingin membawakan minuman. Ia sedari tadi mengawasi, Bu Gasit dan Zahra minumnya banyak sekali.

Mak Sahak kembali dengan dua gelas teh untuk mereka. Mereka minum-minuman itu dengan nikmat. Rasanya beban di dada hilang pas meminum teh itu. Mak Sahak melihatnya dengan kasihan, namun ia tidak mau ikut campur urusan mereka berdua.

Tak lama kemudian Bu Gasit dan Zahra berpamitan, mereka berterima kasih kepada Mak Sahak.

"Terima kasih Mak."

"Kalau ada informasi terbaru, saya akan hubungi Bu Gasit."

"Terima kasih Mak."

Mereka pergi, Mak Sahak merasa ada tamu lain yang menuju ke sini, benar saja, di saat mobil Zahra sudah menjauh, seorang wanita datang. Lintuh dengan mobilnya berhenti di depan rumah Mak Sahak. Lintuh turun dengan perut besarnya, ia memakai pakaian pink yang membuatnya semakin terlihat gemuk.

"Ada tamu Mak?"

"Iya, anaknya Jihan ke sini."

"Kenapa? Mau nyantet aku?"

"Nggak, si Bimut hilang."

"Bimut? Bimut anaknya Bu Gasit?"

"Iya, ibunya kan sama si Zahra kenal. Lagipula si Zahra hamil anak Bimut. Nah Bimutnya hilang. Yowes!"

"Emang ke mana itu anak?"

"Udah kawin sama orang lain."

"Aku punya uang banyak nih Mak. Aku tadinya mau santet Jihan lagi. gimana kalau kau santet si Bimut itu. Bikin dia gila atau apa saja."

"Ya, nanti saya pikirkan. Nanti saya pikir dahulu, soalnya keadaannya sekarang tidak tepat. Ini bukan perkara duit."

"Paham aku. Pokoknya uang udah di tangan Mak."

"Siap."

***

Zahra pulang bersama Bu Gasit, Mira langsung menghampiri mereka dengan tatapan kesal kepada kakaknya. "Kak lo ke mana saja?! bikin gue panik."

"Nggak ada urusannya sama lo gue ke mana. Nyari Bimut sih."

"Bercanda lo gak lucu. Lo toxic!"

"Lo kali yang toxic!"

"Kenapa laki-laki bejat masih dipertahanin!"

"Bimut bukan laki-laki bejat ya!"

"Jelaslah! Ninggalin lo! Lo mau bertahan sampai kapan? Lo mau nyari di mana? Mau bikin poster anak hilang lo?"

"Saya mau tunggu Bimut dan Wahid pulang saja." Bu Gasit menimpali.

"Saya nggak bicara sama Ibu ya, saya bicara sama kakak saya."

"Mira! Yang sopan sama Bu Gasit!"

"Gimana mau sopan? Anak-anaknya aja nggak sopan sama gue. Sama teman-teman gue hingga akhirnya mereka harus hiatus. Ini ada tulisannya! Di chat.

Abby: Gais kita hiatus dulu ya. Kita bantu Mira dulu, fokus dulu, karena gue rasa urusan kita sama Wahid belum selesai.

"Lo pikir pakai otak! Lo mau belain siapa? Belain gue sebagai keluarga lo, atau keluarga mereka?!" Mira berkata dengan tegas, matanya juga tajam menatap Bu Gasit.

"Kalau begitu, lebih baik saya pergi dari rumah ini."

"Jangan Bu—"

"Pergi saja sana! Cari anak Ibu Gasit yang terhormat dan tampan! Akhlak macam apa meninggalkan wanita yang jelas-jelas sudah ia hamili! Oh ya Zahra anaknya Pak Remake! Lo kalau masih mau belain tuh cowok! Berarti ini perpecahan kita!" ucap Mira tegas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top