BAB 22 : GRUP
1 Januari 2026 00:03 WIB
Tahun baru harusnya menjadi malam yang menyenangkan bagi semua orang, namun bagi orang yang sedang bermesraan di rumah Jihan, tidak. Eri dan Mira yang sedang suap-suapan makanan di ruang makan, mendadak mendengar suar pecahan kaca. Suara bentakan disertai pukulan tongkat besi ke pagar menyertai keributan di depan rumah. Pak Ewo yang menjaga pos satpam merinding, kakinya bergetar melihat pasukan sebanyak itu.
Di luar ada lima mobil dan juga sepuluh motor yang berhenti di rumah Jihan. Beberapa pria dengan senapan, pistol, dan tongkat besi menyerbu rumah. Mereka berdiri dengan memanggil-manggil nama Wahid.
"Wahid keluar!" teriak seorang pria membawa senapan.
"Keluar gak lo!" bentak teman satunya.
Ada juga seorang wanita keluar dari mobil, ia menghisap rokok. Ia berteriak di depan pagar. "Keluar lo bangsat!" tangannya mengeluarkan pistol lalu menembak ke atas.
"Kalian ada masalah apa?!" tanya Pak Ewo.
"Adik saya masuk rumah sakit gara-gara dia! Adik saya itu kenal dia di grup kepenulisan! Wahid ngomong kasar sampai kondisi adik saya drop!" teriak seorang pria.
"Nama kamu siapa?"
"Genta Pak."
"Baik."
"Mana Wahid?! Jangan diam saja!" seru beberapa orang.
Tidak sabar mereka menjebol pintu pagar, ada yang melompat, ada yang merusaknya. Pagar rumah Jihan benar-benar jebol. Pak Ewo tidak bisa berkutik, ia dikeroyok beberapa orang suruhan Genta.
"Kalian dari geng motor mana heh? Jangan gebukin saya!"
"Tidak ada kaitannya! Kami ini bukan geng motor! Kami ini teman-teman Genta dan Wahid! Wahid udah ngomong yang gak enak di grup kepenulisan! Ngerti?!"
"Eh dengar ya! Adiknya Genta itu masuk rumah sakit gara-gara Wahid itu hah?! Kakaknya ke sini kan? Tinggal di sini kan? Pasti adiknya juga ikut!" bentak salah satu orang yang lain.
"Kami akan laporkan ke pihak aplikasi biar Wahid dikeluarkan dari grup!" bentak salah satu yang lainnya.
Di dalam suara senapan berdesing, Genta dan teman-temannya masuk dengan angkara. Lukisan-lukisan milik Jihan ditembaki dengan sangat kencang. Bagai menembus laut dalam. Peluru-peluru itu memecah lukisan dan juga beberapa vas. Mira berlari bersama Eri, mereka hampir saja terkena tembakan peluru.
Piring-piring pecah, gelas-gelas retak berhamburan. Makanan tumpah dari piring-piring. Mira mengajak Eri bersembunyi di gudang. Tubuh mereka gemetar. Bila jumlahnya sedikit, Eri berani melawan, tetapi jumlah pasukan yang menyerang rumah mereka sangatlah banyak.
"Siapa sih mereka?" tanya Eri.
"Katanya sih teman-temannya Wahid." Mira menjawab.
"Aduh itu anak bikin repot ya! Bikin masalah di mana-mana!"
"Kita sembunyi di sini dulu. sangat bahaya di luar."
"Telepon Zahra gih!"
***
Di dalam kamar Wahid gemetar karena ia bisa mendengar suara bentakan dengan nama orang yang ia kenal, Genta. Mereka bertemu di sebuah aplikasi online dan dari sana mereka membuat grup kepenulisan. Wahid dikenal sebagai anak yang gemar menulis, namun sejak ayahnya tewas bunuh diri di mall, Wahid menjadi seorang yang emosi dan seruduk sana-sini, termasuk di grup kepenulisan.
Cerita lo tuh jelek! Gak ada gunanya! MASA NULIS YANG BENAR AJA GAK BISA! GAK SEMUA ORANG SUKA CERITA LO!
Kalimat itu adalah kalimat yang ia luncurkan di grup kepada adiknya Genta. Adiknya Genta, Sarmila, tidak terima, ia marah-marah lalu menggunting tangannya sendiri hingga putus. Sarmila masuk ke rumah sakit dan kini ia terbaring tanpa tangan kanannya. Ia koma.
"ADIK GUE KOMA GARA-GARA LO!" teriak Genta.
Genta masuk ke galaman belakang, Wahid bisa mendengar jejak langkahnya, mendadak suara Bu Gasit menghadang Genta. Wahid menahan napas. Ia takut ibunya kenapa-napa.
Genta muak ia menendang vas bunga lalu mengarahkan senapan kepada Bu Gasit. "Mana Wahid?! Adik saya koma karena Wahid! Grup kepenulisan yang harusnya dibuat menjadi tenang jadi ribut karena dia!"
"Nggak ada Wahid!"
"HAH! Bohong!" Genta memukul tubuh Bu Gasit dengan ujung senjat hingga Bu Gasit jatuh ke tanah. Sebuah suara teriakan lain dari luar terdengar, sementara beberapa orang masih memukuli Pak Ewo dan juga menembak-nembak rumah Jihan. Jihan keluar dari rumah. Jihan memaki mereka.
"Dasar sialan! Pergi kamu hah semua pergi!"
"DIAM KAU ORANG TUA! WANITA GILA!" teriak Genta yang sudah muak.
"Mereka yang ada di halaman depan menyandera Jihan. Jihan mendadak terguling-guling lalu histeris. Genta bingung, ia mendobrak pintu belakang, lalu ia menemukan pintu lalu memukulna. Pintu terbuka, terlihat Wahid sedang gemetar.
"Nah ini orangnya?!" teriak Genta.
Genta lalu menarik Wahid, ia menyeret Wahid ke dalam mobil. Teman-teman Genta juga ikut pergi. Mereka yang tadi mengeroyok Pak Ewo lalu meninggalkan pria itu dengan wajah yang babak belur. Pak Ewo merasa wajahnya seperti kerupuk yang melempem. Rasanya menderita sekali.
***
Di dalam mobil, Genta memukul wajah Wahid. Wahid menangis meminta ampun saking ketakutannya dengan Genta. "Jangan siksa gue, tolong. Gue masih mau hidup!"
"Gimana adik gue yang lo siksa hah?! Gimana dia?! Hidupnya hancur gara-gara lo! Monyet lo! Lo serang adik gue pakai huruf besar! Gue bakal laporin ini ke pihak aplikasi! Kelakuan lo kayak sampah bangsat!"
"Jangan siksa gue! Gue minta maaf!"
"Adik gue kehilangan tangannya tahu?!"
"HAH?!"
"Dia koma karena gunting tangannya sendiri! Dasar goblok!"
"Maaf gue waktu itu emosi!"
"Emosi apa bercanda berlebihan?! Lo pikir ini semua main-main? Itu namanya perundungan Bos!"
"Ampuun! Ampun!"
"Ampun melulu dari tadi!" teriak salah satu anggota grup.
"Gila! Aplikasi yang harusnya dipakai buat nulis rusuh gara-gara lo nih! Profil adik gue penuh dengan ucapan kesedihan. Kalau adik gue mati lo harus tanggung jawab!"
"Iya gue bakal tanggung jawab.
"Gue bakal tanggung jawab!"
Gue akan samperin rumah sakit dan—"
DOOR!
Suara senapan terdengar, peluru menembus kaca menembak pengemudi dan Genta yang duduk di samping Wahid, sementara teman-teman Genta yang lain tewas. Mobil dan motor di belakang berhenti. Ada seseorang yang menghalangi mereka. Suara tembakan terdengar jelas. Beberapa anggota grup kepenulisan yang di atas motor ditembaki dengan senapan hingga merek tewas. Sementara yang ada di dalam mobil segera tancap gas.
Seorang pria tersenyum lalu membuka mobil yang ada Wahid di dalamnya. Ia menarik Wahid ke dalam pelukannya lalu Wahid dibawa turun dari mobil. Wahid masih kebingungan. Siapakah yang menolongnya. Wahid lalu melihat jelas siapa yang menolongnya ketika mereka sudah menyingkir dari jalan.
"Kamu tidak apa-apa?"
"Hah lo?!"
"Iya, aku Claine."
"Kamu tidak apa-apa kan?"
"Tidak apa-apa. Tapi kenapa lo nolongin gue?"
"Kamu anak baik." Claine mendengus. "Lalu lagian, aku cinta padamu."
Claine lalu menyerbu bibir Wahid. Ia mencium bibirnya. Lidahnya menyerbu lidah anak remaja itu Wahid kebingungan, ia harus membalas ciuman itu atau tidak, ia ketakutan. Masih gemetar. Sementara ia biarkan saja tangan Claine menggarayang tubuhnya. Wahid seperti hilang kendali. Otaknya kosong melompong.
"I love you honey, jangan khawatir. Besok tidak akan ada menberitakan hal ini. Orang-orangku akan membereskan semua." desah Claine.
***
Mobil Zahra masuk ke dalam rumah, mereka menemukan halaman depan rumah terbuka dan hancur. Zahra dan Bimut tak kuasa bergejolak. Malam tahun baru tahun ini mereka dihadapkan dengan hal-hal yang buruk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top