BAB 14: JIHAN KERASUKAN ROH BABI

Wahid adalah seseorang yang kukuh pendirian dan tidak pernah menyerah. Ia sosok yang bisa dibilang akan mengejar apapun demi mendapatkan kepuasan yang ada di dalam dirinya, termasuk bila berkaitan dengan minuman keras.

Pintu pagar rumah Jihan ia gedor. Keras, tidak ada sopan santunnya. Rasa malunya telah hilang. Teriakan dari bibirnya yang bau alkohol memenuhi telinga para penghuni rumah yang ada di dalam. Bu Gasit termasuk yang mendengar. Ia mengenali suara anaknya.

"Heh buka pintunya anjing! Bukaa! Gue butuh miras nih!" teriaknya.

Wahid terus-menerus menendang pintu pagar rumah Jihan, menggoyang-goyangkannya hingga pagar itu terjatuh. Wahid berlari mencari ibunya sambil teriak marah-marah. Sementara di dalam Bu Gasit terlihat panik.

"Siapa sih Bu, hari gini teriak-teriak?!" tanya Mira, di sebelahnya ada Eri yang mendampinginya.

"Aduh maaf Mbak, kayaknya anak saya. Si Wahid," jawab Bu Gasit tidak enak.

Di halaman depan, Wahid sudah mengacungkan pisau sambil menendang-nendang pot tanaman kesayangan Jihan. Ngentot sini lo! Gasit!" teriak Wahid tanpa sopan-santun. Satpam baru yang ada di rumah Jihan hendak menghentikan, namun Eri memberi isyarat agar ia mengurus Wahid. Eri langsung menghampiri Wahid dengan langkah-langkah panjang.

"Ada apa lo ke sini?!" tanya Eri, matanya nyalang, tidak suka melihat orang yang pongah teriak-teriak.

"Cari ibu gue! Gue minta duit! Duit gue kurang."

"Kalau duit kurang tuh kerja! Jangan minta melulu sama orang tua!"

"Halah apa sih lo taunya! Jangan bacot lo ya!" telunjuk tangan Wahid menunjuk ke muka Eri. Eri pun memukul perut Wahid. Wahid mundur, hampir terjatuh.

"Sudah jangan berkelahi! Ibu ambilkan uang!"

"Jangan Bu! Orang ini kalau tidak diajarin dengan baik, nanti bisa melunjak!"

"Urusan lo apa bangsat?!" Wahid berteriak tepat di muka Eri.

"Gue nggak suka orang yang teriak-teriak di depan muka gue ya! Dasar nggak tahu diri!"

"Mana uang gue Gasit?! Gue haus butuh miras!" Wahid berteriak sekali lagi. Memerintah ibunya. "Jangan sampai gue gampar lo ya!" ancamnya.

"Gila lo ya! Lo berani bentak ibu lo sendiri! Dasar anak nggak tahu terima kasih! Beliau itu yang ngelahirin lo!" Mira nendadak bergabung marah-marah.

"Hah ini lagi ikut-ikutan! Dancing Girls gimana? Kalian pasti nari-nari mulu kan?! Gue minta dong kalian joget striptease! Gue bayar! Biar gue bisa pegang pantat kalian satu-satu! Daripada gue coli mulu bayangin kalian. Mending langsung grepe!" ledek Wahid. Mulutnya tertawa. Mira yang mendengar kalimat tajam yang mengalir dari mulut remaja itu, langsung terdiam, menganga.

"Bangsat!"

Suara gedebuk mendarat di tanah.Wahid terjatuh dengan mulut yang berdarah. Ludah keluar dari mulut Wahid yang bercampur darah. Perutnya dipukul. Wahid menunjuk-nunjuk ke wajah Eri. Tangan kanannya memegang perut. Ia berusaha bangkit.

"Pergi lo! Sebelum gue bunuh!" perintah Eri.

"Sebelum gue dapat uang!"

"Ini uang! Ini uang yang kamu minta Wahid!" seru Bu Gasit. Air mata keluar dari matanya. Ia memberi uang dengan ucapan yang histeris. Wanita berjilbab biru itu ingin anak keduanya segera pergi agar tidak membuat keributan lebih lama.

"Sana pergi! Jangan bikin keributan di sini!" usir Bu Gasit. Ia menyerahkan tiga lembar uang serratus ribu rupiah.

"Nah, begini dong. Kan kalau begini enak! Udah! Gue mau ngebir sama ngewe dulu di tempat pijit! Dah Gasit! Kurang-kurangi kegoblokan lo ya!" Wahid tertawa riang, lalu berbalik meninggalkan mereka.

"Bu, kok dikasih sih?" tanya Mira.

"Daripada bikin keributan di sini. Mending ibu kasihs aja."

"Tapi nggak baik. Itu namanya ibu manjain dia terus!"

"Sudah nggak apa-apa. ibu nggak apa-apa." Bu Gasit menguatkan diri.

Belum lama mereka mengobrol, mendadak ada suara orang menguik. Suara toples terjatuh yang mengejutkan semua orang. Jihan ditemukan sudah berguling-guling di lantai dengan mulut penuh dengan cheese stick. Bu Gasit, Mira, dan Eri, memanggil satpam meminta bantuan.

"Pak! Pak Ewo!" panggil Mira.

Pak Ewo segera masuk ke dalam, ia segera memegangi Jihan, namun Jihan mengamuk. Mengambil toples lalu memasukkan xheese stick yang lain ke dalam mulutnya. Mulut Jihan menjadi belepotan dan kotor.

"Ma! Nyebut Ma!" sahut Mira.

Jihan tidak memedulikan ucapan Mira, ia terus menguik-nguik tanpa memedulikan sekitarnya. Menguik dengan penuh kemarahan. Ia hampir memukul Pak Ewo, namun tangannya ditahan Eri.

"Tante sadar!" ucap Eri. Sementara mata Eri menatap kepada Mira.

"Sadar Bu!" ucap Bu Gasit.

Mbok Iin yang baru keluar dari kamar mandi segera ke ruang makan. Melihat majikannya butuh bantuan, ia segera membantu Mira. Mbok Iin mencoba menenangkan Jihan. Tapi Jihan tidak peduli, kekuatan di tubuhnya malah makin membesar, ia berteriak minta makan.

Cheese stick diambil lagi, Bu Gasit membaca-baca doa. Ia ketakutan melihat majikannya seperti itu. Mata Jihan langsung memerah, ia mampu melempar Bu Gasit dari jauh. Tubuh Bu Gasit langsung ditahan Mbok Iin dan Eri.

Pemandangan mengejutkan tampak di hadapan mereka. Jihan mengambil toples lalu menari-nari sambil memegang toples di tangan kanannya. Sementara tangan kirinya menari-nari sambil sesekali mengambil cheese stick yang ada di dalam toples.

Suara Jihan menguik-nguik. Ia meletakkan toples lalu beralih ke tempat sampah berisi kotak susu dan bungkus cemilan bekas tadi malam Mira makan. Jihan secara menggebu-gebu mencoba menelan kotak susu dan bungkus cemilan yang ia temukan.

Kemarahan seperti ada di matanya ketika Bu Gasit dan Pak Ewo mencoba menarik tangannya. Bu Gasit dan Pak Ewo didorongnya dengan tangan yang sangat kuat. Pak Ewo dan Bu Gasit terjatuh. Tubuh Jihan semakin membesar seperti babi. Jihan tertawa-tawa keras lalu menari-nari.

"Kalian tidak akan bisa mengalahkanku!" teriak Jihan yang sedang kesurupan.

Bu Gasit berdoa kepada Tuhan agar Jihan yang kesurupan segera tersadar. Jihan mengamuk ketika Bu Gasit melantunkan ayat-ayat suci. Sebuah cahaya menyerang wajah Jihan. Babi itu kesakitan. Babi mengamuk. Mira juga meminta tolong kepada Tuhan. Jihan berteriak hingga pingsan.

***

Tiara menyalakan laptopnya, ia berselancar di media sosial. Ia mencari siapakah Renata. Ia baru Ingat, Renata adalah penyanyi terkenal. Ia juga seorang indigo seperti Kates. Renata Limuna adalah seorang penyanyi yang dahulu konsernya pernah diserang banaspati.

Di sisi lain Tiara masih bingung, mimpi apa yang ia alami. Seorang pria menghadapinya menggunakan pasukan kegelapan yang menakutkan. Tiara saat ini hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Ia mempunyai firasat sebuah ujian akan datang kepadanya.

Ya Tuhan, bantu aku. Aku lemah, tolong bantu aku! Ucapnya dalam hati.

Nyanyian di mimpi tadi ketika ia tidur kembali terngiang.

Dan janganlah kamu takut

Ibu ada di belakangmu

Dan Tuhan menurunkannya cahayaNya

Menghancurkan pasukan kegelapan

Ia terus memanjatkan doa agar kegelapan tidak meliputi bumi. Tiba-tiba ponsel Tiara berbunyi. Ada pesan pribadi dari Kates.

Tiara, semangat ya Sayang, tetap berdoa sama Tuhan. Salam dari Ibu Cahaya

Membaca pesan itu Tiara meleleh, air matanya mengalir. Tak henti-hentinya ua mengucap syukur kepada Tuhan. Tangannya terus memanjatkan doa. Sementara di sana, sesosok wanita bergincu mengamuk, melempar sesaji dan rokoknya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top