BAB 13: PENCARIAN PELAKU

Mira keluar dari kamar sambil membawa tas ransel, Jihan terkaget-kaget, ia bingung kenapa Mira hendak pergi. "Kamu mau ke mana?" tanyanya kepada Mira. Mira menelan ludah. "Aku mau latihan Ma. Hari ini latihan perdana aku.

"Oh, Dancing Girls ya?"

"Boleh kan aku latihan?"

"Nggak ada yang larang. Itu pembanti baru goblok banget. Ngeselin."

"Ma. Shht. Jangan keras-keras, ada Mas Bimut. Anaknya Bu Gasit."

"Halah tahu apa kamu! Sudah sana pergi. Mama mau ke kamar. Perut membesar pasti ulah si Lintuh itu. Dasar babi!"

"Lah kemarin mama makan daging babi! Babi hutan lagi! Jadi penunggu hutan baru tau deh."

"Sana udah!"

Mira cekikikan, tertawa lalu pergi naik motor menuju ke basecamp Dancing Girls. Jalanan tidak terlalu macet. Ia bisa langsung cepat sampai d tempat latihan. Di tempat latihan, sudah menunggu Abby dan ketiga anggota lainnya.

"Hai! Selamat datang di basecamp Dancing Girls!" ucap Abby sambil riang.

"Makasih guys! Akhirnya ini hari perdana gue latihan! Kita langsung latihan?" tanya Mira.

"Iyup. Oh ya, gimana keaadaan Tante Jihan?" tanya Meredith.

"Mama belum sembuh, tapi menurut pemeriksaan dokter nggak ada apa-apa. Namum, kata Tiara, mama kerasukan roh babi."

"Apa?! Roh babi?!"

"Iya, roh babi yang merasuki mama. Mama tiba-tiba kemarin makan daging babi. Lalu aku dan Bu Gasit nemuiin dia udah terjatuh gitu. Udah geletak aja."

"Geletak? Rohnya ada di dalam makanan?" Hera penasaran.

"Mungkin. Tiara tiba-tiba lihat bayangan babi masuk ke rumah gue waktu kemarin. Dia nelepon waktu aku sudah di rumah sakit. Pas nganterin mama."

"Ya ampun. Apa mungkin kiriman?"

"Mungkin aja si Her, mama selalu teriak-teriak dari kemarin itu pasti perbuatan Tante Lintuh. Tapi gue ga bisa mastiin juga sih."

"Ya udah, yang penting kita berdoa untuk Tante Jihan dan semoga beliau sembuh." Abby mendoakan.

"Aamiin." Mira berkata.

"Semoga Tuhan memberkati Tante Jihan. Menghindarkan beliau dari kuasa gelap. Amin." Hera berkata.

"Astungkara," ucap Dewi.

Mereka berlima berdiri melingkar, lalu berdoa. Setelah mereka berdoa, mereka melakukan latihan. Mira mulai dajarkan gerakan yang paling mudah dahulu, lalu kepada gerakan yang sulit. Abby dengan telaten mengajarkan Mira, walau ia sering salah beberapa kali.

Di hari itu, Mira diajarkan Abby dan Meredith gerak-gerak dasar dan juga satu lagi. Mira diminta untuk mengulang kembali beberapa kali gerakan yang sudah diajarkan. Ia juga diminta untuk mengulangi lagi ketika di rumah.

"Terima kasih ya sudah diajarin." Mira berpamitan kepada para anggota Dancing Girls yang lain, setelah beberapa jam latihan.

"Sama-sama. Salam buat Tante Jihan. Semoga lekas sembuh."

"Iyah."

Mira pun pulang, menaiki motor dan memakai helm. Ia melambaikan tangan kepada merka berempat.

***

Dering telepon di ponsel Jihan berbunyi. Ada momor tidak ia kenal yang meneleponnya. Entah itu nomor siapa. Ia lalu mengngkatnya karena ingin tahu. Dadanya naik turun saking emosinya. Ia tidak suka dengan nomor yang tidak dikenal.

"Halo ini siapa?"

"Halo Bu Jihan, saya wartawan mau bernanya. Soal kesehatan Anda.

"Iya, ini siapa?"

"Saya Yudi Bu."

"Yudi? Mau nanya apa?"

"Menurut Ibu, Anda itu sakit kena azab, disantet, atau alami."

"Heh kalau nanya yang sopan ya! Kamu jangan sembarangan kalau bertanya sama saya! Jangan main-main! Saya sedang sakit!"

"Saya hanya bertanya Bu. Menurut Anda apakah Lintuh yang menyantet Anda?"

"Jangan sebut nama itu lagi! saya tidak suka!"

"Bukannya dia musuh Anda?"

"Kamu maunya apa sih, nanya begitu?"

"Saya hanya ingin tahu. Saya kan wartawan! Apa mungkin Anda melakukan pesugihan babi ngepet? Sehingga Anda terkena azab dari Tuhan? Siapa yang Anda tumbalkan?"

"Anda ada etika jurnalistik ga?! Mau tahu jawabannya?! Iya saya yakin Lintuh yang bikin! Puas?!" Jihan lalu menutup teleponnya dengan kesal.

"Ngentot!" umpatnya kesal. "Hari ini gni wartawan pertanyaannya ada-ada aja! Pasti tabloid gossip. Pakai lupa nanya lagi!" lanjutnya.

***

Zahra dan Bimut kini sedang berada di dalam mobil. Zahra mengajak Bimut untuk pergi ke sekitar bekas Mie Ayam Bu Gasit. Mereka berdua turun di seberang ping-puing bangunan rusak.

"Kamu mau nanya siapa dulu? kali ada aja yang mau ditanyain."

"Coba tanya mas yang lagi nongkrong di seberang sana. Dia kayaknya yang bantuin pas kebakaran deh.

Mereka berdua segera menuju ke tongkrongan beberapa pria. Pria yang sedang memainkan gitar adalah pria yang dimaksud Bimut. Angin sepoi-sepoi mengiringi langkah kaki mereka yang menghampiri si pria

"Mas, maaf mau tanya. Mas yang bantuin memadamkan api ya beberapa haru yang lalu."

"EH si mas.Iya Mas. Mas yang punya tempat ini kan?"

"Iya. Mas tahu nggak kejadian aslinya seperti apa, dari awal?"

Pria bergitar itu tercekat, ia meletakkan gitarnya. Air mukanya yang tenang berubah mendadak. Ada ketakutan bergaris di wajahnya. Resah mendera ke dalam jiwanya. "Saya melihat ada beberapa orang kayaknya yang melewati taman ini terus menyelinap ke belakang. Tapi saya nggak curiga. Soalnya kan kalau di gang belakang ada kos-kosan."

"Terus apa yang mereka lakukan?"

"Wah kalau itu saya nggak tahu Mas. Saya gak berani menduga-duga juga."

"Oh gitu ya, makasih ya Mas. Kalau begitu kami pamit dulu. Terima kasih."

Pria bergitar itu tersenyum membalas.

Mereka berdua lalu pergi, Bimut mencoba mengecek ke beberapa warung yang ada di sana. Tetapi para penjaga warung tidak ada yang mengetahui kronologi kebakaran yang terjadi terhadap Mie Ayan Bu Gasit.

"Kita harus tanya siapa lagi ya?" tanya Bimut.

"Heem. Coba kita pulang dulu, baru nanti dipikirin." Wajah Zahra mengkerut, ia menarik napas lalu menghelanya.

Mereka berdua masuk ke dalam mobil, keadaan saat ini tiak memungkinkan mereka untuk berlama-lama mencari petunjuk karena Zahra harus menjaga Jihan. Di tengah perjalanan, Bimut menengok kepada Zahra.

"Bagaimana kandunganmu?"

"Aku belum cek ke dokter. Takut mama curiga."

"Maafin aku ya, udah menghamili kamu."

"Kenapa pakai minta maaf? Aku yang sange juga sama kamu Bimut. Asal kamu tanggung jawab, aku nggak akan depresi dan mikirin."

"Aku orang miskin."

"Jangan begitu, aku yakin kamu bisa tanggung jawab." Zahra tersenyum kepada Bimut. Ia lalu mencium pipi Bimut. Bimut menelan ludah. Ia khawatir membuat nama keluarga malu karena perbuatannya bersama Zahra.

***

Suara desau angin menghantam Tiara yang sedang berdiri di sebuah persimpangan jalan. Kekuatan gelap menghadangnya. Sosok pria yang tidak jelas wajahnya membawa pedang panjang nan tajam. Menghunus ke lehernya. Beberapa pasukan pria yang menghadangnya tersenyum licik.

Tiara menggunakan kekuatannya untuk melawan pria di depannya. Pria berambut pendek, berwajah hitam pekat itu menangkis bisa ular yang diluncurkan Tiara.

Ia tersenyum, tubuh Tiara dipentalkan hingga jatuh ke atas tanah. Tiara meringis.

"Kau tidak akan bisa mengalahkanku!

"Kamu siapa?!"

"Kamu tidak perlu tahu aku siapa!"

Suara ringisan Tiara tertahan ketika tubuhnya diterbangkan lalu dijatuhkan kembali. Tiara meringis lagi. namun sebuah cahaya muncul di atas langit. Sosok Kates dan seorang wanita lain datang. Ia tampak lebih muda dari Kates.

"Jangan ganggu dia!" teriak wanita itu keras.

Tiara menoleh ke belakang, ia terkejut melihat Kates bersama seorang wanita lain yang ia belem kenal.

"Tiara, tenang, kami akan menolongmu. Kami dikirim Ibu Cahaya." Kates berkata.

Kedua wanita itu menyerang musuh di depan mereka. Wanita yang bersama Kates itu mulai bernyanyi. Suaranya merdu, menggunakan nada tinggi. Tiara tenang, wajahnya terangkat. Tangan kanannya mengangkat. Sementara Kates mengeluarkan kujang peraknya. Siap menyerang musuh mereka.

Sang Ibu datang

Tak sanggup melihat anaknya sendiri

Ia datang dengan pasukan

Menghancurkan kegelapan

Dan janganlah kamu takut

Ibu ada di belakangmu

Dan Tuhan menurunkannya cahayaNya

Menghancurkan pasukan kegelapan

Sementara Tiara bernyanyi bersama wanita di sampingnya, tubuh Kates terbang lalu pedangnya beradu dengan pasukan kegelapan. Mendadak pasukan dari langit mendampingi Kates, mereka berduyun-duyun menyerang pasukan kegelapan. Beberapa dari mereka bernyanyi di belakang Tiara dan teman Kates.

Pria dan pasukan kegelapan itu kesakitan di saat kujang Kates yang berwarna perak itu menusuk energi pasukan kegelapan. Mereka lalu menghilang. Sementara Tiara dan teman Kates terus bernyanyi.

Kates mendarat di depan mereka, ikut menyanyi sampai akhir dari lagu itu.

Dan janganlah kamu takut

Ibu ada di belakangmu

Dan Tuhan menurunkannya cahayaNya

Menghancurkan pasukan kegelapan

Setelah mereka bernyanyi, teman Kates itu menyalami Tiara. Wajahnya terang, energinya kuat sekali. "Kenalkan namaku Renata."

Tiara sontak terbangun, tubuhnya berkeringat, sebuah tanda yang tak mudah baginya ia terima. Ia bingung siapa pria yang membawa pasukan itu. Seperti ada tanda dari Ibu Cahaya. Ia lalu berdoa kepada Tuhan agar Dia terus melindungi Ibu Cahaya, Kates, dan Renata yang ia baru kenal di dalam mimpi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top