BAB 12: TIARA MELAWAN ROH BABI

Tiara melakukan meditasi, ini awal pembuka untuk menyerang orang yang mengirimkan roh babi kepada Jihan. Roh babi yang penuh dengan amarah dan angkara. Roh babi yang terlihat sedang bersemayam di tubuh Jihan, membuat si pemilik tubuh menderita. Sangat berbahaya biila terlalu lama bersemayam di tubuh Jihan. Harus segera dilepaskan.

Meditasi berjalan lancar. Tubuh Tiara terasa ringan ketika chakranya melesat keluar, menyatu dengan dengan alam. Pertempuran akan segera dimulai. Energi Tiara melesat ke rumah Mak Sahak. Si pemilik rumah sedang bersantai ria. Tidak ada beban, merokok saja dengan asyiknya.

Namun mendadak lampu di rumah Mak Sahak yang menyala mendadak berkedap-kedip. Seekor ular berdesis muncul di salah satu sudut ruang praktiknya. Mak Sahak menggelengkan kepala. Ia percaya ada yang mengiriminya sesuatu.

"Pertanda buruk apa ini?!" ucapnya.

Tiara yang ada di seberang, di rumahnya, sontak tersenyum. Kiriman ular sebagai peringatan adalah langkah pertama yang berhasil. Tiara menerbangkan ular yang ia miliki menyembur bisa ke segala arah. Mak Sahak pun menghindar. "Mudah sekali mengerjai nenek tua tidak tahu diri itu." Tiara berkata sambil tersenyum.

Tangannya terus menyatukan energi. Bola energi berisi bisa ular ia terus lemparkan. Mak Sahak harus tahu siapa yang sedang melawannya. Tampaknya ia tidak main-main. Mak Sahak mencoba menerawang, siapa yang sedang bermain-main dengannya namun gelap. Hanya ada suara desis ular yang ia dengar.

"Jangan main-main kowe ya!" ucap Mak Sahak. Baru mengucapkan satu kalimat, Mak Sahak langsung terjatuh. Tubuhnya mengenai lantai. Mak Sahak marah besar, ia hendak mengirimkan energinya untuk melawan sasaran di seberang.

Tiara bertahan, serangan Mak Sahak bukan apa-apa baginya. Ia pukul kembali energi Mak Sahak. Si pemilik energi terpental mengenai pintu. Berteriak dalam amarah yang tidak henti-henti. Mak Sahak mengambil sesaji lalu mengubahnya menjadi energi.

"Makan ini!" teriak Mak Sahak.

Sesaji berupa makanan diumbah menjadi sesuatu yang busuk, ia lemparkan kepada Tiara, namun Tiara lagi-lagi menangkisnya dengan kelihaian tingkat tinggi. Sesaji berbentuk energi itu berbalik, meledak tepat di wajah Mak Sahak, berubah menjadi beras dan telur.

"Wajahku kotor bedebah!" teriaknya.

Tiara hanya menanggapinya dengan tertawa, lalu ia berkonsentrasi menarik seluruh tenanga untuk melepaskan roh babi di dalam tubuh Jihan. Namun ia tidak bisa menarik sepenuhnya. Yang ada dari kejauhan ia mendengar Jihan berteriak minta tolong.

"Susah kowe! Modar kowe! Ora iso lepasin babi!" seru Mak Sahak di seberang.

Mak Sahak tertawa-tawa namun tawanya hanya sebentar saja. Mak Sahak ceroboh, tawanya menyebabkan lokasi kelemahannya terlihat. Pukulan telak diluncurkan Tiara. Dada Mak Sahak jadi sasaran, wanita tua itu diserang menggunakan roh babi yang ada di tangan Tiara.

Mak Sahak tidak bisa mengendalikan tubuhnya. Wajahnya membelakak. Matanya berputar-putar. Tubuhnya meringkuk-ringkuk. Mulutnya menguik-nguik. Walaupun sementara, Tiara merasa ia sudah di atas angin. Memberi pelajaran kepada dukun tua yang menyerang Jihan dengan roh babi.

Sebaiknya aku fokus kepada roh babi di tubuh Tante Jihan.

Tiara mencoba berkomunikasi dengan roh babi. Tiara memanggil roh babi. Roh babi pun menggeram dengan emosional. Roh babi tersebut berteriak ketika melihat Tiara. Tiara memisahkan sukma dari tubuhnya. Ia meraga sukma, berkomunikasi dengan si babi.

"Wahai babi! Apa maumu?!" tanya Tiara.

Si babi tertawa lalu ia menguik. Menguik dengan keras, tak tahu malu. "Aku mau wanita ini mati! Kamu tidak akan bisa melawanku!"

"HEI BABI SOMBONG! ENYAHLAH KAU DARI TUBUH WANITA INI!" perintah Tiara.

Si babi dengan sombongnya masih bertahan di sana. Ia tertawa lalu menggeram hendak menyeruduk Tiara. Namun kepala babi itu Tiara pegang. Energi cahaya melesat keluar dari tangan Tiara, menyentuh kepala babi. Si babi kepanasan, ia menguik-nguik. Tetapi ia menghilang, berganti sosok dengan Jihan yang menguik. Si babi ini keras kepala.

Kalau aku menyerang sekarang, aku bisa membahayakan Tante Jihan.

Tiara mencoba melepas serangannya lagi namun ini adalah serangan terakhir yang ia luncurkan kali ini. Sangat berbahaya apabila diteruskan. Jika diteruskan, Tante Jihan bisa tidak tertolong. Gempuran dahsyat antar kekuatan terjadi di atas langit. Tiara menghujam roh babi dengan segenap kekuatannya. Si babi pun juga seperti itu. Ia menghantam kekuatan Tiara, namun Tiara menahan kekuatan roh babi yang keji. Namun sayangnya belum keluar dari tubuh Jihan.

Pertempuran kali ini cukup, pikir Tiara. Tiara lalu melakukan meditasi sebagai tanda ia mengakhiri pertempuran kali ini. Ia akan melawan babi itu nanti lagi. Keadaan saat ini tidak memungkinkan ia untuk menyerang lagi.

***

Gedoran di pintu pagar mengejutkan Bu Gasit. Wanita beranak dua itu keluar dari rumah menuju ke pintu pagar. Ia melihat seseorang yang mirip Wahid menuju ke sini. Entah dari mana Wahid tahu ia sudah tinggal di sini.

"Bu, buka Bu! Buka pintunya bangsat!" teriak Wahid dari pintu pagar.

Bu Gasit mendiamkan. Ia tidak mau ada orang lain tanpa sepengetahuan keluarga tuan rumah masuk ke dalam rumah ini. Ia khawatir Wahid malah akan mengacak-acak rumah Jihan bila ia dibukakan pintu.

"Eh diam saja si kontol ini! Buka ngentot!" teriak Wahid lagi.

Takut tetangga mendengar, Bu Gasit lalu membukakan pintu pagar anaknya. Dengan berat hati ia menanyakan apa mau anaknya. Matanya mulai sembab karena penghinaan anaknya kepada dirinya.

"Mau kamu apa ke sini? Jangan bikin kekacauan!"

"Pertama, gue mau minta keluarin gue dari sekolah. Lo sadar kek. Lo tuh udah miskin! Usaha lo udah kebakaran! Gue nggak perlu susah-susah sekolah lagi karena gue udah tahu gue bakal dikeluarin dari sana! Ngerti nggak?!"

"Tega ya kamu menghina ibu?"

"Jelas tega! Lo nggak pernah dengar apa kata gue?! Gue tuh nggak mau sekolah! Mana duit?! Gue pengen beli miras!"

"Nak! Ibu tuh nggak ada duit untuk beli miras! Mahal! Miras juga dilarang Tuhan!"

"Gak usah bawa-bawa Tuhan! Sini gue butuh uang!"

Wahid menyerobot kantong daster ibunya. Ia menemukan segepok uang. "Itu buat ibu belanja Nak! Itu buat keluarga rumah ini! Ibu tidak enak dengan keluarga Bu Jihan kalau mereka tahu!"

"Ngentot lo ya!"

Tamparan mendarat ke wajah Bu Gasit, ia juga didorong anaknya sendiri. Bu Gasit tersungkur menangis. Tidak berdaya. Wahid tersenyum ketika mendapat uang. Ia lalu pergi meninggalkan ibunya.

***

Bu Gasit bisa dinilai oleh orang-orang adalah sosok ibu yang sabar dan tidak marah. Para tetangga pun bisa dibilang tahu perilaku Wahid kepada Bu Gasit, namun tidak ada yang sanggup atau berani menegurnya. Wahid menjadi sosok remaja yang tidak sopan. Kadang secara tidak langsung Wahid adalah salah satu sebab remaja masa kini tidak dihargai generasi yang lebih tua karena dipandang perilaku tidak sopan.

Pernah ada tetangga yang melapor sebab mereka melihat Wahid sedang berciuman dengan sosok tante-tante di pinggir jalan sambil si tante memegang benda keras milik Wahid. Tangan si tante masuk ke balik celana dalam Wahid. Ya, dua tetangga itu terkejut ketika melihat alat reproduksi si remaja diremas sementara setelahnya, setelah mereka saling melumat bibir, si remaja asyik merokok.

Dengan panik mereka yang melihatnya, segera melapor kepada Bu Gasit. Sang ibu hanya terdiam dan menangis. Ia menerima laporan itu dengan berat hati. Bu Gasit kini sedang melamun, beberapa menit yang lalu keluarga Jihan sudah pulang, namun perut si nyonya masih besar karena belum sembuh.

Suara pecahan pering masuk ke lubang telinga Bu Gasit. Piring yang ia sedang cuci, pecah berkeping-keping. Jihan yang sedang lewat terkejut juga. Ia menghampiri Bu Gasit. Jihan yang sedang sakit mendadak emosional, kondisi kesadaran dan pengelolaan dirinya berkurang. Ia memaki Bu Gasit.

"Dasar pembantu goblok! Baru bekerja sudah memecahkan piring! Sundal kamu ya!" teriak Jihan.

Makian itu menggema di telinga Zahra yang sedang menyiapkan obat untuk Jihan. Zahra langsung berlari, menghampiri mereka. Ia melihat wajah Bu Gasit sembab, matanya sayu. Hanya satu kata yang ia ucapkan.

"Istirahat dulu Bu."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top