BAB 11: ROH BABI BERSEMAYAM

"Ya ampun Ma, kok makan babi guling sih! Gak sehat tahu?!" seru Zahra dengan kalimat tanya. Ia sebenarnya gereget ingin menjambak ibunya. Tidak boleh memakan babi menurut kepercayaan keluarganya. Namun entah mengapa ibunya malah memakan babi yang sudah terhidang di piringnya.

"Aku gak ikut-ikutan makan!" ucap Zahra dengan wajah panik. Bibirnya meringis geli melihat babi yang ada di depannya. Babi guling yang masih panas. Babi itu tampak lezat bagi yang lapar, namun tidak bagi Zahra, apalagi Bimut yang bukan pemakan babi.

"Awas lo ada cacing pitanya!" peringat Zahra.

"Halah kamu bacot!" jawab Jihan dengan meringis.

"Iya deh si mama nggak bisa dibilangin."

"Jangan makan babi Bu, dosa." Bimut menimpali.

"Ini lagi, udah sana kerja yang benar. Saya mau makan babi dulu!"

Bimut menelan ludah, ia mendadak teringat dengan testpack yang diberikan Zahra. Ia meraba saku celananya. Testpack itu aman di saku celananya. Bimut pun mengajak Zahra keluar, membicarakan tentang kehamilannya. Mereka menjauh dari halaman depan menuju ke tempat jemuran.

"Kamu hamil?"

"Iya, aku hamil. Sekarang kamu pikir. Aku harus apa?! Bisa mati aku kalau mama tahu!"

"Nanti kita pikirin."

"Pikirn apa Bim. Aku lama-lama bisa ketahuan hamil ini!" ucap Zahra dengan berbisik.

"Kamu tenang, aku bakal tanggung jawab dengan apa yang kubuat."

"Kamu mau menghindar?"

"Aku nggak menghindar! Aku bakalan tanggung jawab dengan semua keadaan ini. Percayalah!"

Zahra diam, ia memegang keningnya, kepalanya mendadak berat. Bimut mendelik, matanya menatap Zahra yang bibirnya diam tanpa sepatah kata pun.

:"Kamu nyesel ngewe sama aku?" tanya Bimut.

Sebuah tamparan mendarat di pipi Bimut.

Fuck!

Zahra mengumpat dalam hati, ia menatap Bimut dengan bibir gemetar, air mata keluar. "Aku horny sama kamu waktu itu. Aku terangsang. Aku nggak nyesel tapi kamu jangan berkata yang membuat aku gila."

"Aku bakal tanggung jawab. Walau aku hanya sopir kamu."

"Hanya sopir? Hanya sopir? Kamu bukan sopir aku. Bukan hanya sopir Bimut. Aku sudah memberikan keperawananku ke kamu. Aku tergila-gila sama kamu Bimut." Perlahan kedua tangan Zahra memeluk leher Bimut. "You make me turn on and ... you are my mine because you make me cumming," bisik Zahra.

Telinga Bimut berdenging, kepalanya terasa berat. Hanya satu kalimat saja yang keluar dari mulutnya. "Aku akan bertanggung jawab. Kamu jangan khawatir." Bimut meyakinkan Zahra. Ia mencium bibir Zahra. Gayung bersambut, Zahra membalas ciuman Bimut. Ia melumat bibir Bimut. Memegang punggung lalu bokong ke bawah. Lalu tangannya sedikit menekan benda Bimut yang tegak.

Suara teriakan terdengar dari dalam rumah. Keduanya berlari ke dalam. Mira dan Bu Gasit sedang memegang tubuh ibunya yang sudah tergeletak sambil megap-megap. Jihan terlihat sedang berusaha bernapas, seperti ada sesuatu yang menghalangi pernapasannya. Pelan-pelan perutnya membesar. Tubuhnya seperti babi guling. Tampak besar dan mengerikan bagi siapa saja yang melihatnya.

"Mama ini kenapa perutnya membesar?" tanya Zahra.

"Nggak tahu! Tiba-tiba tadi lagi enak-enak makan aku lihat tiba-tiba bunyi jatuh. Gedebuk gitu! Mama makan apa sih?!" tanya Mira dengan wajah ketakutan.

"Makan babi."

"Apa?! babi?! Sejak kapan mama makan babi?"

"Baru hari ini kayaknya dia makan babi. Bimut! Tolong bawa mama ke rumah sakit!"

"Iya ...." Bimut mengangguk, wajahnya bergetar, hatinya bercampur aduk dengan kegundahan. Ia membantu Zahra dan Mira memapah tubuh Jihan ke mobil. Zahra menitipkan rumah kepada Bu Gasit.

"TIitp rumah ya Bu."

"Iya Mbak. Hati-hati di jalan."

Jihan megap-megap. Mereka langsung tancap gas ke rumah sakit. Mira yang duduk di belakang, menjaga ibunya sambil menangis. Sementara Zahra duduk di depan bersama Bimut.

"Cepat ya Mas!" ucap Mira.

"Huss sabar, jangan ngebut-ngebut. Pelan-pelan," Zahra menyahut. Kalau tidak disanggah nanti Mira takutnya berteriak-teriak di mobil dan membahayakan para penumpang di mobil berwarna putih itu.

Sesampainya mereka ke rumah sakit, mereka lari ke UGD, berteriak-teriak memanggil dokter. Sementara perut Jihan terus membesar. Dokter dan para suster cepat tanggap. Mereka membawa Jihan ke UGD untuk diberi pengananan.

***

Suara dering telepon terdengar, Mira mengangkatnya. Suara Tiara terdengar di seberang. Mira keheranan tumben Tiara telepon pukul segini. Apa ia mau mengingatkan kalau ia jangan lupa latihan? Namun kalimat Tiara lebih mengejutkannya lagi.

"Lo gak apa-apa? Gue lihat ada bayangan babi masuk rumah lo dari langit. Maaf baru telepon sekarang."

"Tiara! Tolong! Tolong! Mama ...."

"Kenapa Tante Jihan?"

"Mama makan babi guling terus perutnya membesar!"

"Kalian di mana sekarang?"

"Di rumah sakit. Aduh hari ini ada jadwal latihan lagi. Jadwal perdana gue. Latihan sama Dancing Girls!"

"Lo fokus saja di rumah sakit. Gue bakal atasi dari rumah. Gue bakal nyoba keluarin roh babi dari jarak jauh dulu. Lo mending nggak usah latihan dulu."

"Nggak bisa Ti. Gue gak enak sama Abby!"

"Ya udah, pokoknya lo jagain Tante Jihan. Gue harus melawan babi yang ada di tubuh ibu lo."

"Makasih Ti."

Mira menutup telepon, ia berlari menuju Zahra yang sedang menunggu di ruang tunggu. Dokter sedang memeriksa apa yang dialami Jihan. Zahra masih gemetaran. Di sisi lain ia ingin cek kandungan namun di siis lain ia harus merawat ibunya.

"Kak, tadi Tiara nelpon"

"Tiara? Ada apa?"

"DIa bilang itu bukan serangan biasa. Mama diguna-diguna."

"Hah? Siapa pelakunya? Pasti ... Lintuh?"

"Nggak tahu juga. Dia nggak ngomong apa-apa soal itu. Dia lagi atasi dari jarak jauh."

Rasa khawatir mendera, ibunya sekarang diguna-guna orang. Zahra tidak bisa berkutik kalau ada kabar tentang hal-hal gaib.

"Yang merasuki mama saat ini adalah roh babi."

"Roh babi?"

"Iya."

Dokter pun keluar tiba-tiba dari UGD. Zahra langsung berdiri dari duduknya lalu menghampiri sang dokter. Dokter pun menelan ludah, mencari cara untuk menjelaskan apa yang diderita Jihan.

"Gimana Dol ibu saya?"

"Begini Mbak. Kami jujur heran mengapa tidak ada tanda-tanda penyakit. Semua tampak baik-baik saja. Namun anehnya, sel-sel tubuh ibu Anda itu berubah dari sel manusia menjadi sel babi hutan."

"Dok. Dokter jangan bercanda."

"Saya tidak bercanda. Semua sel dan juga rupa ibu Anda itu seperti babi."

"Dokter jangan menghina ibu saya ya!"

"Dari suaranya juga seperti suara babi. Menguik seperti itu. Kami sedang mencari hal ini di dunia medis."

"Ini bukan medis Dok!" timpal Mira tiba-tiba.

"Kalau Anda ingin penjelasan tentang metafisika silakan ke dukun. Ini bukan tempat praktik ilmu hitam. Silakan bawa ibu Anda pulang," ucap si dokter lalu pergi.

"EH Dok!" panggil Zahra.

Bimut tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Ia memeluk Zahra tiba-tiba. Di depan Mira. Zahra menangis. Ia menenangkan Zahra yang bibirnya bergetar. "Pasti Lintuh. Pasti Lintuh!" teriaknya keras.

"Aku di sini."

Zahra terus menangis sambil meneriak-neriakkan nama Lintuh, beberapa pengunjung rumah sakit yang mengenali mereka, menatap mereka berdua. Beberapa orang langsung ada yang menjauh dan bergosip.

Keadaan makin runyam.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top