Bab 19 (REPOST)

Mission: Impossible

Sesuai request, aku repub Mbak Titi pagi ini.

Arya bukan anti social media, ia hanya merasa tidak memiliki waktu untuk sekedar update status atau menyukai postingan teman-temannya. Namun malam ini ada dorongan untuk kembali membuka akun sosial medianya, diawali dengan Instagram. Aplikasi yang semakin lama membuatnya bingung melihat postingan semua orang itu sempat membuatnya kesulitan mencari akun seseorang. Hingga ia menemukan cara mencarinya dari akun si Budha KW.

Dengan lincah kedua ibu jarinya mengetikkan nama akun sahabat yang beberapa kali menandainya. Bibirnya melengkung sempurna saat menemukan nama Kanthi_WK di beberapa postingan Iras.

Lelaki itu terkejut saat mendapati tidak terlalu banyak foto diri di akun sosial gadis tersebut, bahkan ada satu foto dirinya. Ia mengenali karena itu adalah saat Meme menyerahkan satu kotak hampers yang Titi buat untuknya, ada haru dan tawa yang terlihat jelas di wajahnya dan Meme. Wanita itu hanya menulis sebaris kata Unconditional love.

Hingga saat ini, ia masih bisa melihat sorot mata sedih Titi saat itu. Seperti yang dilihatnya sesaat sebelum ia membawanya ke Taman Safari. Sedih dan marah masih jelas terlihat disana, dan ia mengerti jika sampai saat ini kedua rasa itu masih mendominasi wanita tersebut.

Arya sengaja meninggalkan jejak dengan menyukai foto yang Titi posting dan menunggu pesan dari wanita mungil itu.

Kanthi yang selalu di hati
Mas Arya rese, deh! Ngapain stalking akun instagramku?

Lelaki itu tertawa sendiri mengingat keisengannya memberi nama sepanjang itu untuk Titi di kontak ponsel miliknya. Seperti yang sudah ia duga, protes pasti wanita itu layangkan karena perbuatan jempolnya beberapa saat yang lalu.

Aku kan suka lihat fotonya. Kelihatan ganteng ya itu orangnya?

Kanthi yang selalu di hati
Jangan GR, itu tipuan kamera. Jangan follow, ya, Mas!

Dengan senyum licik di bibirnya, Arya menekan tanda follow dan menunggu pesan marah-marah Titi yang membuatnya semakin merasa bahagia saat ini. Entah kenapa, membayangkan bisa mendapatkan pesan dari wanita itu membuatnya semakin bersemangat untuk menggoda Titi.

Kanthi yang selalu di hati
Arya Kamandanu RESE!

"Mas, ngapain ketawa-ketawa sendiri!" teguran sang ibu menghentikan tawa yang sepertinya mengganggu istirahat sang ibu. Saat itulah ia tersadar jam di dinding telah menunjukkan angka sebelas dan melihat ibunya berdiri di luar pintu kamarnya.

"Ibu kok bangun?"

Sang ibu berjalan menuju tempatnya duduk dan menepuk pelan kepalanya, "Sudah malam, besok lagi goda Titi. Tidur, sana!" perintah sang ibu sebelum meninggalkannya dengan wajah penuh tanya.

Arya menegakkan punggung dan memandang sang ibu yang melihat ke arahnya dengan senyum terkulum. Semenjak hari pertama sang ibu mengetahui bahwa anak lelakinya mengenal Titi, tak pernah sekalipun ia memperlihatkan perhatiannya pada adik perempuan Iras. Bahkan tugas membantu pernikahan Iras pun ia hanya memberi tahu seperlunya pada sang ibu.

Di dalam kepalanya, Arya mulai menyusun rencana untuk mendekati si cantik bermulut ketus yang membuatnya memikirkan wanita selain Ibu dan ketiga adiknya. Wanita yang membuatnya penasaran ingin mengenalnya lebih jauh. Bukan sekedar adik sahabatnya yang batal nikah setahun lalu.

Tapi, ngangenin, kan!

Arya mengetikkan sebaris jawaban sebelum masuk kamar dan memejamkan mata sambil membayangkan wanita yang pasti masih bersungut-sungut membaca pesannya saat ini. Lelaki itu tertidur dengan senyum puas di bibirnya, membayangkan mission impossible yang tidak memerlukan Tom Cruise di dalamnya.

Ada satu foto yang membuatnya tak bisa melepaskan pandangan. Titi bersandar di dinding putih, dia terlihat kontras dengan pakaian seluruhnya berwana hitam. Rambut panjangnya tergerai dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Wanita itu terlihat bebas tanpa beban, meski sebagian besar orang kasihan melihatnya karena gagal menikah.

"Mas, kamu serius sama Titi?"

Pertanyaan pertama yang Arya dengar begitu mereka memulai masak untuk keperluan semua warung. Beberapa pekerja yang tidak tinggal bersama mereka sudah mulai berdatangan. Pekerjaan yang sudah dilakoninya semenjak resmi menyandang sebagai sarjana pengangguran. Dari sinilah ketertarikan Arya dengan dunia masak memasak dimulai.

"Masih pagi, Bu. Rasanya belum pas kalau Ibu ngajak bahas Titi. Anaknya aja masih molor," jawab Arya santai sebelum berdiri untuk memberi perintah pada keenam anak buahnya. Semenjak resmi membuka cabang di dekat Universitas Airlangga, ia harus menambah jumlah pegawai. Karena ia dan ibunya tak akan mampu jika hanya di bantu oleh empat orang pegawai.

Hingga pagi menjelang, hampir semua masakan telah siap untuk diantar ke masing-masing warung dan lelaki itu bisa sedikit bernafas lega sebelum memulai pekerjaan di salah satu cabang. Hari ini dia akan mengawasi cabang ITS. Kampus yang membawa kenangan manis dan pahit baginya.

"Mas, sarapan dulu?" setelah Meme menikah, hanya ada dia dan sang Ibu. Meski rumah semakin terasa sepi, tapi lelaki itu merasa lega karena tugas berat telah ia selesaikan yaitu menikahkan ketiga adik perempuannya. "Sarapan, jangan mikirin Titi, dulu!" perintah sang ibu.

Entah angin apa yang membuat Ibunya menyebut Titi hingga dua kali hari ini, dan ada nada kuatir di setiap pertanyaan yang sang ibu lontarkan. Arya mengikuti gerakan wanita yang telah melahirkannya itu. "Ibu kenapa, to? Dari tadi pagi kok nyebut Titi terus. Kasihan calon mantu Ibu itu kesedak ntar," Sendok nasi yang ada di tangan ibunya pun mendarat di lengan kanannya.

"Kalau ngomong yang benar, jangan main-main. Omongan kita itu doa, Mas!"

"Lha yang bilang main-main itu siapa. Aku enggak tahu kenapa Ibu kira aku bakalan main-main adiknya Iras,"

Setelah mengatakan itu, Arya menyelesaikan sarapannya dengan cepat. Ia bukan marah pada wanita yang mencintainya tanpa syarat tersebut, lelaki itu hanya merasa diremehkan atau tidak dipercaya.

"Mas, ibu bukan melarangmu untuk dekati Titi," kata sang Ibu saat melihatnya berdiri. "Ibu hanya ingin kamu hati-hati. Anak itu sudah pernah gagal, hatinya pernah sakit. Jadi kalau Mas Arya enggak benar-benar 100% sama dia, Ibu sarankan enggak usah diteruskan."

Arya membatalkan niatnya untuk meletakkan piring bekas makan di dapur. Lelaki itu berlutut di samping sang ibu dan menggengam tangan yang sudah terlihat keriput. Tangan yang tak pernah lelah mengusap kepala keempat anaknya. Wanita yang tegar semenjak Allah mengambil belahan hatinya.

"Bu, untuk pertama kalinya Mas memikirkan masa depan. Aku enggak tahu, apakah Titi memiliki rasa yang sama untukku. Doakan saja, ya, Bu. Kalau Titi memang jodohku, semoga Allah memudahkan langkahku membawa calon mantu Ibu ke rumah ini."

Arya meresapi usapan lembut tangan sang Ibu, dimulai dari puncak kepala hingga rahang kanannya. Hatinya menghangat saat melihat senyum di bibir Ibunya. Saat ini ia merasa bisa menghadapi semuanya, karena senyum sang Ibu sama dengan restu yang ia butuhkan untuk memenangkan perang yang terlihat tidak akan dimenangkannya. Perang menaklukkan hati seorang Titi.

"Cah bagus kesayangannya Ibu. Doa Ibu enggak akan pernah putus untuk kamu dan adik-adikmu. Bismillah, jika Titi memang berjodoh denganmu Allah akan permudah jalanmu, Mas."

Selama ini kita cuma tahunya Arya lemes kalau ngerayu. Karena terkadang lemesnya bibir saat ngegombal enggak sejalan ama niat di hati.
😂😂😂

Selamat puagi
😘😘😘
Shofie

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top