Bab 13
Kejutan
Sesuai instruksi Emelda, Titi harus menunggu sampai pihak WO mendatangi mobilnya nanti. Dia kagum dengan niat pengantin ini, ingin memberikan plangkahan meski sebenarnya tidak dibutuhkan.
Menurut informasi yang dia dapat akad nikah akan dilaksanakan tepat pukul delapan pagi dan plangkahan akan dimulai tiga puluh menit sebelumnya. Dia sudah menunggu semenjak lima belas menit yang lalu di tempat parkir gedung BK3S yang terlihat semakin ramai.
Ia sudah memberitahukan plat nomor mobilnya, memudahkan untuk siapapun yang akan membantunya menurunkan kotak pesanan Emelda. Sebenarnya semua bisa mudah jika dia diperbolehkan mengantar kotak-kotak ini semalam. Namun Emelda mengatakan, kakak lelakinya itu paling sulit untuk dikejutkan. Jadi untuk menghindari terbongkarnya kejutan itu, wanita itu meminta Titi mengantarkan di detik terakhir.
Ketukan dari kaca samping membuat Titi meletakkan buku sketsa yang selama beberapa menit dikerjakannya. Namun dia tidak mengira akan bertemu dengan wajah familiar yang membuatnya ingin meledak saat itu juga.
"Ti ...."
Titi menghentikan semua yang hendak wanita itu katakan padanya. Dia hanya meminta wanita yang pernah menjadi sahabatnya itu untuk menunjukkan jalan. Dia tidak ingin semakin lama berurusan dengan Yaya. Semakin cepat dia mengantar pesanan, semakin cepat dia bisa meninggalkan tempat ini.
"Mbak Kanthi ya?"
Titi melihat wanita dengan perut besar yang siap meledak. Wajahnya cantik, senyumnya sama seperti Emelda. Sekali lagi Titi merasa mengenal dengan senyum itu, tapi dia tidak bisa mengingatnya sama sekali. "Saya Caca, kakaknya Meme ... Emelda maksudnya."
"Oo ... Kenapa, ya, Mbak?"
Dia sudah tidak sabar untuk menyelesaikan urusannya, tapi kedatangan kakak Emelda membuatnya tertahan. Dari sudut mata, dia melihat Yaya mengatur anak buahnya dan sesekali melirik kearahnya. Titi berusaha untuk tidak mengindahkan kehadiran wanita yang masih membuatnya sakit hati hanya dengan melihatnya.
"Meme tadi pesan untuk menahan Mbak sedikit lebih lama lagi. Dia pengen Mbak Kanthi kenalan sama kakak-kakaknya. Ayo, Mbak." Tangan Caca menunjukkan jalan untuknya.
Titi ragu untuk mengikuti wanita yang sepertinya mulai kesulitan untuk berjalan itu. Dia ingin menolak undangan tersebut, namun mengingat semua cerita Emelda membuatnya penasaran untuk bertemu dengan seseorang yang membuatnya susah tidur untuk beberapa hari karena terngiang semua cerita tentang kakak lelakinya. Kepalanya dipenuhi dengan bayangan lelaki bertanggung jawab sesuai gambaran Emelda. Lelaki yang akan menjadi calon menantu idaman bagi semua orang tua.
Akhirnya dia mengikuti langkah Caca menuju ke dalam gedung yang mulai dipenuhi kedatangan keluarga untuk menghadiri akad nikah kedua mempelai yang terlihat sudah menanti di depan penghulu. Titi di persilahkan untuk duduk di salah satu kursi di deretan keluarga. Tanpa melihat sekeliling, ia duduk dan menanti acara di mulai.
Pembawa acara mengumumkan acara plangkahan sesuai permintaan pengantin perempuan. Dari kejauhan Titi bisa melihat wajah sendu Emelda yang sesekali mengapus lelehan air matanya sebelum tertunduk dengan pundak terlihat bergetar.
Saat itulah ia bisa melihat dengan jelas lelaki yang duduk di depan Emelda. Titi terharu saat melihat lelaki itu mengusap pelan kepala Emelda dan mengucapkan sesuatu yang membuat pengantin wanita itu mengangguk berkali-kali.
Beberapa saat menanti akhirnya ia melihat Emelda mengangkat kepala dan menghampiri lelaki yang sudah terlihat duduk menghadap kearah semua orang termasuk dirinya. Saat itulah Titi melihat mata Arya melotot memandang tepat ke arahnya.
Lelaki dengan beskap hitam yang terlihat gagah dengan senyum di bibir membuatnya tak bisa memalingkan muka. Semua orang termasuk Titi, berlinang air mata saat mendengarkan suara bergetar calon pengantin wanita yang duduk bersimpuh didepan Arya.
"Mas Ar ... aku meminta ijin untuk menikah. Aku juga mau meminta maaf karena selama ini, Mas Ar harus menjadi kakak dan juga Ayah bagiku, Mbak Caca dan juga Mbak Dian. Maaf jika selama ini adik-adikmu sering menyusahkan, melawan dan terkadang enggak mendengarkan semua nasehat dan perintahmu. Aku juga mau minta maaf, karena adik-adikmu, Mas Ar harus menunda semua mimpi dan cita-citanya. Maafkan kami semua yang memberikan beban ke atas pundakmu meski Mas Ar tidak memintanya. Mas Ar ... aku sudah menemukan lelaki terbaik yang akan bertanggung jawab, menjaga dan mencintai adikmu ini. Terima kasih untuk semuanya, Mas. Aku tidak akan bisa menggantikan semua pengorbanan Mas. I love you, Mas. We all love you Mas Ar."
Titi menghapus air mata mendengar permintaan maaf perempuan yang masih bersimpuh di depan Arya. Dia bisa merasakan cinta yang lelaki itu punya untuk semua adik-adiknya dari cerita Emelda, tapi dia tidak menyangka bahwa itu Arya. Lelaki yang selalu membuatnya meradang ternyata menyimpan banyak cerita. Kali ini Titi tak bisa menahan semua rasa yang tiba-tiba datang menyapanya, hanya dengan melihat wajah Arya yang juga basah karena terharu.
"Mas Ar. Terima kasih untuk semua yang Mas beri untuk kami bertiga, khususnya untukku. Bagiku, kau bukan hanya sekedar kakak tapi juga ayah bagiku. Semua ucapan terima kasih tak akan bisa membayar semuanya. Sekali lagi, terima kasih, Mas."
Titi melihat Arya menarik perempuan yang sudah nangis tersedu-sedu untuk masuk dalam pelukannya. Selama beberapa menit, semua tamu terdiam melihat adegan yang menguras air mata tersebut. Bahkan ia bisa mendengar suara pembawa acaranya pun terdengar menahan haru.
Saat ia melihat Yaya menuntun Emelda untuk touchup make up yang berantakan karena tangis saat plangkahan, dia melihat Arya menghapus lelehan air matanya saat tiba-tiba pandangan mereka bertemu. Untuk beberapa saat, dunia diantara mereka seakan berhenti. Sorot mata Arya yang dilihatnya saat ini terlihat berbeda. Ada sedih, takut dan bahagia menjadi satu. Tidak ingin menjadikan suasana menjadi canggung, Titi tersenyum ke arah lelaki yang segera bisa menguasai diri dan duduk kembali menghadap pengantin lelaki yang juga terlihat terharu.
Seorang perempuan mendekati Arya membawakan sebotol air mineral dan juga sapu tangan yang disambut lelaki itu dengan senyuman. Titi terharu saat melihat perempuan itu memeluk Arya dan mencium pipinya dan membisikkan sesuatu. Titi melihat senyum bahagia lelaki itu saat mencium kening perempuan yang terlihat mengangguk berkali-kali seperti halnya Emelda. Saat perempuan itu meninggalkan Arya, Caca yang terlihat susah payah mendekati Arya segera berhenti saat lelaki itu berjalan ke arahnya. Mereka berpelukan tak jauh dari tempatnya duduk saat ini.
Semua keharuan yang dilihatnya saat ini membuat hati yang dipenuhi oleh marah dan dendam beberapa saat yang lalu seakan mendapat tertiup angin. Menghilangkan rasa yang membuat hatinya menjadi kelam dan hitam.
Lelaki yang semenjak tadi menjadi pusat perhatian Titi melihat kearahnya dan membisikkan sesuatu kepada Caca. Arya berjalan mendekatinya dan berjongkok tepat disamping Titi yang membuatnya malu karena beberapa orang melihat kearah mereka berdua.
"Kamu kok ada disini?"
"Aku yang buat semua box yang Mas dapet itu."
Titi melihat Arya melotot ke arahnya, dan melihat tumpukan kotak anyaman eceng gondok dan ke arahnya berkali-kali. Seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia tahu saat ini dia terkejut mendapati acara plangkahan yang tidak ada di susuna acara. Emelda sudah memastikan bahwa kakaknya tidak akan tahu tentang acara tambahan ini.
"Tunggu dulu ... jadi waktu itu."
Ia tersenyum mengkonfirmasi apa yang ada di kepala Arya sekarang. Dia ingin tertawa bahagia karena kejutan yang Emelda siapkan berhasil, dan dia menjadi bagian dari sejarah itu. tidak semua orang bisa melihat Arya menangis sampai matanya memerah. Saat lelaki itu membuka mulut ingin mengatakan sesuatu, pembawa acara menyampaikan bahwa akad nikah akan segera berlangsung.
Arya mimintanya untuk menunggu, larangan untuk pulang setelah acara selesai pun lelaki itu sampaikan padanya. Bibir Titi gatal ingin menolak namun ada sesuatu dalam suara lelaki itu yang membuatnya membatalkan niat untuk melarikan diri setelah akad nikah berlangsung.
"Ibu, ada Titi."
Saat itulah Titi menyadari bahwa ibu lelaki itu duduk tak jauh darinya selama ini. dia tersenyum dan mencium punggung tangan ibu lelaki itu sebelum memandang ke depan melihat akad nikah yang berlangsung khidmat dan membuatnya menangis terharu lagi.
Melihat kebahagian tidak hanya pada kedua mempelai tapi pada semua orang, membuatnya teringat pada hari dimana semua mimpinya hancur berantakan. Seharusnya pemandangan seperti inilah yang terjadi di rumahnya waktu itu. Wajah bahagia dan terharu seperti Emelda seharusnya menghiasi wajahnya, bukan tangis yang menyesakkan dada seperti yang dirasakannya.
Kehadiran Yaya yang bisa dilihat Titi membuat sesak di dadanya kembali. Dengan cepat dia berdiri dan menyelinap untuk pergi. Kebahagiaan yang dirasakannya untuk orang lain membuatnya menangisi kemalangannya sendiri. Tidak seharusnya sakit yang ada di hatinya saat ini merusak kebahagiaan pengantin yang akan memulai babak baru dalam kehidupan mereka.
Saat berhasil melewati ambang pintu gedung yang terletak di jalan Tenggilis, kakinya seakan memiliki pikiran sendiri. Karena saat ini kakinya tak bisa melangkah saat mendapati satu lagi manusia yang tidak ingin ditemui sepanjang hidupnya lagi, jika memungkinkan. Namun sepertinya alam semesta memintanya untuk bertemu dengan mereka berdua. Kedua orang yang berhasil membuatnya meragukan apa itu cinta.
"Ti, kamu ...."
"Titi!" panggil Arya dengan tangan terulur padanya.
Titi melihat kearah kedua lelaki yang memanggilnya dalam waktu yang bersamaan. Satu orang yang telah menorehkan luka dan orang yang entah kenapa terkadang membuatnya tak bisa tidur kala mengingat semua kelakuan anehnya. Dua lelaki yang hari ini membuatnya merasakan dua hal yang berbeda.
Repooooost. Moga-moga bisa ngobati kangen sama Mas Arya Kamandanu, yaaaa
Happy reading
Love, ya!
😘😘😘
Shofie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top