TRACK 013 • KENDALI
Aku melangkah keluar kamar mandi dengan penuh percaya diri. Begitu bersemangat, begitu bergairah mengejar kesuksesan. Gairah itu termanifestasi sebagai aksiku menghantam pintu kamar mandi hingga terbuka.
Aku pun bergegas kepada meja Lerri. Aku mendapati Lerr bekerja keras menghibur mereka. Meja itu yang perlahan bertransisi dari canggung kembali menjadi ria.
Setibaku di meja, aku menyambut mereka dengan semangat baru. "Selamat Malam semua. Saya memohon maaf atas kegegabahan saya sebelumnya.
"Ini pertama kali saya membuka usaha dan karena tekanan, saya malah melampiaskannya dihadapan kalian."
Kemudian, Sekretaris Jenderal Partai Amanah Alamm mengangkat tangannya, menghentikan aku untuk berkata. Dia tersenyum sembari mengucapkan, "Tidak apa-apa. Memang saya yang telah melangkahi aturan rumah bapak."
Walaupun itulah ucapannya, terdengar manis dan profesional, wajah dia berkata lain. Senyuman itu plastik, hanya pengecoh yang menyembunyikan kekesalannya.
"Mohon pak, saya mengakui kesalahan saya. Sebagai kompensasi, akan saya sediakan 'Paket Hiburan' untuk meja ini."
"Oh!" kejut Sekjen Partai – walau nyatanya hanya kejutan semu. "Saya tidak bisa menerimanya Pak Artur."
"Tidak apa-apa Pak. Anggap saja ini permohonan maaf saya."
Dia terdiam. Namun, garis mulut dan air mukanya bersuara sejuta kata. Dia mengginginkan pegawai-pegawaiku kembali.
Selama interaksiku dengan Sekjen Partai, aku menyadari Lerri memperhatikanku. Alisnya terangkat tinggi. Air mukanya tenang, namun berhiaskan secuil kebanggaan.
Aku kemudian membalikkan badanku dan melangkah ke arah dapur. "Akan saya persiapkan dahulu ya," pamitku kepada seluruh hadirin meja.
Seiring aku bergegas ke dapur, aku mendapati Lerri mengangguk kepadaku. Dia mengakui langkah yang aku ambil adalah langkah yang benar.
"Semua kumpul!" seruku di dalam dapur.
Berbondong-bondong mereka berkumpul di hadapanku. Wajah yang mereka sajikan beragam saat mereka mendengar seruanku. Tenang, panik, dan khawatir tersaji dengan indah.
"Karena satu dan beberapa hal, malam ini kita harus meningkatkan performa kita. Aku memerlukan para pegawai meja untuk 'menghibur' tamu kita. Terutama tamu yang berada di meja Pak Lerri.
"Seharusnya dengan dukungan mereka, nama 'Cakrawala Baru' akan semakin berkembang."
Aku bisa melihat kegelisahan muncul di wajah mereka. Tetapi, aku tidak peduli. "Untuk sukses, mereka harus mau berkorban sepertiku."
"..."
Kemudian, satu tangan terangkat. Pegawai Perempuan Pertama memberanikan diri untuk bertanya. "Maksud Bapak menghibur bagaimana?"
"Apakah perlu banget aku jelaskan pada kalian? Kalian sudah tahu hiburan apa yang aku maksud."
Mendengar perintah itu, tensi ruangan perlahan meningkat.
Kecemasan berubah menjadi kegelisahan.
Sunyi.
Aku pun memecahkan kesunyian dapur dengan mengucapkan, "Kalian tunggu apa lagi? Kerja –"
"SAYA TIDAK AKAN MELAKUKANNYA!!!" bentak Pegawai Perempuan Kedua. "Bapak berjanji memberikan kesempatan kedua. Kami berharap janji itu benar!
"Tetapi, kalau seperti ini, tidak ada bedanya dengan kesengsaraan kami sebelumnya!"
Mendengar ocehan sia-sia itu, aku merasakan kekesalanku meluap.
Aku pun melangkah mendekat padanya. Wajahku berada lima centi di hadapan hidungnya. Aku bisa melihat rasa tidak nyaman karena amarah yang aku pancarkan.
Aku kemudian memasang wajah senyum terbaikku. "Benar yang anda bilang. Aku memang berjanji memberikan kalian kesempatan kedua. Dan buktinya kalian sekarang bekerja di badan usaha yang sah bukan?
"Hanya saja, aku tidak pernah berjanji pekerjaan ini akan ringan. Aku telah mengorbankan banyak untuk membangun usaha ini. Aku pun menaruh namaku dan nama rekanku untuk melindungi kalian. Aku berharap kalian membalasnya dengan sepenuh hati.
"Tetapi, kalo kalian tidak kuat. Pintunya ada di belakang sana," tegasku menatap intens ke dalam jiwa Pegawai Perempuan Kedua.
Dia pun mengangkat apronnya seiring melangkah ke arah pintu belakang 'Cakrawala Biru.'
Namun, sebelum dia dapat membuka pintu, aku berkata, "Oh ya, saya juga teringat. Anda terikat kontrak dengan usaha saya bukan? Jika anda keluar pintu itu, maka anda punya tanggung jawab untuk membayar kompensasi kepada saya.
"Jika tidak..., saya punya hak untuk membawa anda ke pengadilan."
Tepat saat aku menutup kalimatku, aku melihat lengannya berkedut. Pegawai Perempuan Kedua terhenti di tempat sebelum dia dapat menyentuh gagang pintu.
Tangannya kemudian tergantung lemah di sebelah pinggangnya. Kepalanya pun merunduk, menyembunyikan rasa kesal dan cemas dia.
Sebagai pemimpin yang baik, tentu aku harus memberikan dia semangat. Aku menyajikan apron yang dia lepas di hadapan wajahnya yang tertunduk. "Gadis yang baik", ucapku. "Aku yakin engkau akan berkembang, terutama setelah kegiatan malam ini. Jadi..., kembalilah.
"Ya?"
Tidak ada suara.
Tidak ada jawaban.
Tensi di ruangan semakin tebal dari sebelumnya.
Dengan perlahan tapi pasti, dia mengambil apron itu dari tanganku. Dia kemudian mengenakannya dan kembali melangkah ke barisan para pegawai.
"Baiklah!" seruku kembali menggetarkan semangat pegawai-pegawai 'Cakrawala Biru.' "Mari kita berikan mereka performa terbaik kita.
"Kerja!"
Mereka pun bergegas keluar dari dapur dan melangkah ke lantai pelayanan.
Pegawai yang melayani bar menyajikan performa menggoda terbaik mereka. Wajah-wajah orang-orang kaya dan pejabat kecil terpaku dengan kata-kata dan paras manis.
Beberapa pegawai berbincang ria dengan hadirin-hadirin yang berdiri menikmati pastry yang tersedia.
Dan terakhir, empat orang pegawai hadir untuk 'menghibur' mereka yang duduk bersama Lerri. Aku bisa melihat sebagian dari pegawaiku merasa risih karena tingkah laku penduduk meja itu. Tetapi, aku kagum akan ketangguhan mereka mempertahankan performa.
Bahkan, tidak hanya aku. Lerri pun terkagum akan performa mereka. Dia mengangkatkan gelas whisky-nya kepadaku, menyampaikan 'Kerja bagus!' secara tersirat.
Aku pun tidak ingin tertinggal. Aku ingin menikmati kemeriahan ini dengan caraku, dengan seseorang yang menarik perhatianku.
Tepat pada meja yang berada di sisi kiri pintu masuk tamu, Asisten Pribadi Lerri terduduk manis. Dia sedang menikmati satu piring kecil berisikan buah-buah potong dan ditemani oleh segelas wine.
Bibirnya terlihat mengkilap saat dia mengigit sepotong buah apel.
Aku mengambil langkah mantap mendekat kepadanya.
"Selamat sore Bu Sally," sambutku dengan karisma terbaikku. "Saya memohon maaf belum sempat menghubungi anda. Tetapi, sekiranya apakah saya bisa meminta waktu ibu sebentar?"
Dia kemudian terkekeh. Wajahnya terlihat begitu manis saat dia menyembunyikan tawanya di balik tangan.
"Aku harus memiliki dia."
"Pak Artur, anda tidak perlu seformal itu jika ingin mengenal saya," balasnya masih terkekeh.
"Oke..., Sally."
Dan Sang Asisten pun tersenyum.
***
"The Day I Tried TO LIVE!!! I Wallowed In The Blood and Mud With ALL THE OTHER PIGS!!!"
Chris Cornell - Soundgarden
Sebuah kesukesan hanya tercapai dengan pengorbanan. Aku telah mengorbankan diriku. Mereka yang menginginkan hal yang sama pun harus mau menjadi tumbalku.
VOTE, KOMEN, DAN SHAREEE YA!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top